Share

Hancurkan Perusahaannya!

Sementara itu, Egie baru saja menerima surat pengembalian barang dari Almanar Group yang dibawa oleh asisten pribadinya, Tommy. Sejenak ia membaca, wajahnya segera berubah merah padam dengan tangan terkepal. Selama ini, tidak ada seorang pun yang berani membuat setitik kesalahan padanya, apalagi sampai mengembalikan produk yang telah ia kirimkan. Harga dirinya seketika terasa terinjak jatuh ke dasar jurang. Dan yang lebih menggeramkan adalah perbuatan itu dilakukan oleh seorang wanita.

Brak!

Ia menggebrak mejanya dengan keras. Tommy mengkerut di hadapannya, takut kemarahan bosnya berimbas padanya. Sudah menjadi santapan harian Tommy menerima pelampiasan kemarahan dari Egie.

"Berani sekali perempuan itu menghinaku!!!" teriak Egie penuh amarah. "Cari informasi tentang dia sekarang juga!" serunya lagi.

Tommy segera menuju ke ruangannya untuk melaksanakan tugas dari bosnya. Egie tidak pernah bisa menolerir kesalahan sedikit pun, meskipun itu dirinya yang notabene sudah menemaninya puluhan tahun.

Egie mondar-mandir di ruangannya dengan gelisah, ia benar-benar akan melumat habis perusahaan yang berani menolaknya.

"Tommy!!! Di mana kamu?! Kenapa lama sekali?!" Padahal baru lima menit berlalu, tapi ia sudah tidak sabar. Jika kemarahan Egie sedang memuncak seperti itu, Tommy akan melarang seluruh karyawan masuk ke ruang CEO, tidak ingin terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Dengan setengah berlari Tommy kembali masuk menemui Egie dengan tab 12 inchi di tangannya.

"Ini, Tuan. Perusahaan itu merupakan perusahaan turun-temurun keluarga Al Manari, keturunan Arab yang sudah lama menetap di tanah air. Wanita itu bernama Alya Khairunnisa, baru dua bulan menjabat sebagai presdir menggantikan ayahnya Nayef Al Manari yang sakit keras. Ibunya asli Indonesia. Alya lulusan terbaik Teknik Kimia di salah satu universitas terkemuka di Saudi Arabia, sekaligus mengambil jurusan manajemen bisnis secara online di Mesir. Sudah banyak menerbitkan karya ilmiah dan memiliki beberapa yayasan amal. Mereka keluarga yang religius," papar Tommy dengan detail.

Egie menyimak sambil membaca informasi selengkapnya di layar tab yang diserahkan Tommy tadi. Ia mengamati foto Alya yang terpampang di profil perusahaan Almanar Group. Secara umum gadis itu memang cantik dan manis, senyumnya terlihat tulus dan polos, di kedua pipinya terdapat cekungan lesung pipi. Sepertinya keluarga mereka memang religius terlihat dari penampilan Alya yang mengenakan jilbab panjang sepinggang membuatnya terlihat anggun.

Melihat bosnya antusias mengamati foto wanita itu, Tommy sedikit lega karena mungkin saja pria itu tertarik. Ia tersenyum simpul, lalu mendekat. "Dia cukup cantik," celetuk Tommy.

"Di saat begini kamu masih bercanda?! Aku pecat kamu sekarang juga!" Teriakan Egie kembali menggema, Tommy berjengit kaget.

"Bukan begitu. Maksudku, Tuan bisa menjadikannya istri, dengan begitu lebih mudah mengendalikan perusahaannya."

"Istri lagi katamu?! Kamu lihat sudah berapa wanita yang disebut istriku? Tidak! Hmmm." Egie tiba-tiba tersenyum menyeringai, sepertinya ia mendapat sebuah ide brilian.

"Tom, ini bakal menarik. Aku akan membuat mereka gulung tikar perlahan-lahan. Bukankah menyenangkan melihat mereka suatu saat mengemis-ngemis minta bantuanku? Sepertinya sangat menyenangkan," ujarnya dengan senyum semakin lebar seolah baru mendapatkan angin segar. Sementara Tommy justru bergidik ngeri mendengarnya.

Entah sudah berapa banyak perusahaan atau personal yang dibuat jatuh oleh Egie. Dia memang pria yang tidak kenal belas kasihan. Sebagian besar mereka tidak jadi dibangkrutkan karena si empunya perusahaan menyerahkan anak gadisnya untuk dinikahi. Maka tidak heran jika Egie memiliki sangat banyak istri, bahkan kadang ia lupa dengan salah satu istrinya jika Tommy tidak mengingatkan. 

Egie menutup tab yang diberikan Tommy, lalu berjalan ke arah dinding kaca yang menampilkan pemandangan kota. Ia melemparkan pandangan jauh ke luar kaca, mengikuti barisan kendaraan yang memadati jalanan. Tommy segera menyusulnya.

"Menurutmu, apa cinta itu benar-benar ada?" Tiba-tiba Egie mengalihkan pembicaraan. Tommy mengernyitkan keningnya bingung. Bosnya itu memang sering mengganti topik tiba-tiba dan akan marah jika ia tidak merespon sesuai harapannya.

"Mmm, cinta? Cinta yang bagaimana yang Anda maksud, Tuan?"

"Bodoh!!! Berikan saja pendapatmu, tidak perlu bertanya lagi!!!" Sesuai dugaan Tommy, ia bakal kena semprot. Ia memukul kepalanya sendiri karena tidak bisa merespon dengan cepat sehingga membuat bosnya marah lagi.

"Iya, cinta itu ada. Setiap orang pasti bisa merasakan cinta." Tommy berusaha memberikan jawaban terbaiknya.

"Tapi kenapa aku tidak bisa merasakan cinta? Aku tidak pernah mencintai salah satu pun dari istri-istriku. Aku hanya tertarik dengan wanita untuk sekadar menemaniku di atas ranjang," sanggah Egie.

"Itu karena...." Tommy Ragu untuk melanjutkan, tapi dilihatnya Egie menunjukkan wajah penasaran. "... Karena cinta Tuan sudah terkubur bersama Yeanna. Tuan tidak mau membuka hati lagi untuk wanita lain, makanya Tuan terus terkurung dengan cinta itu."

Egie terdiam sejenak. Ada sesak di hatinya. Ya, Yeanna adalah wanita yang sangat ia cintai, tapi orang tua gadis itu tidak menyukai Egie. Pada akhirnya Yeanna meninggal karena kecelakaan.

"Sudahlah, lupakan itu. Segera kirimkan surat peringatan pada Almanar Group bahwa dalam waktu kurang dari 30 hari mereka akan kehilangan seluruh investor dan aset-aset perusahannya jika tidak meminta maaf dan berlutut di hadapanku." Wajah sendu yang tadi sesaat terlihat kini telah berganti dengan wajah mengeras dan penuh kemarahan.

Tommy menghela napas berat, sebenarnya ia tidak tega melihat Egie menjalani hidup dengan begitu kejam. Sepertinya Egie menyimpan dendam pada orang tua Yeanna yang berani menolaknya dan melampiaskan hal itu pada kolega-koleganya.

"Kenapa masih di situ, hah?!" bentak Egie. 

Tommy segera berlari masuk ke ruangan pribadinya yang bersebelahan dengan ruangan Egie. 

Sepeninggal Tommy, ia menyambar wine yang tinggal setengah, lalu meneguknya satu hingga tiga tegukan, lalu kembali meletakkannya di atas meja. Ketika hendak duduk, seseorang mengetuk pintu ruangannya, lalu masuklah seorang wanita dengan penampilan formal tapi tetap menunjukkan pesonanya.

Egie mengamati wanita itu, lalu mengabaikannya, memilih melanjutkan langkahnya untuk duduk yang tadi sempat tertunda.

"Sayang, kenapa sudah satu minggu nggak pulang ke rumah aku? Aku kangen banget sama kamu," ujar wanita itu sambil menggelayut di samping Egie.

"Jessica, aku lagi sibuk sekarang, tolong jangan ganggu aku!" tegas Egie dengan wajah datar. 

Jessica tidak mempedulikan ucapan Egie. Dia adalah salah satu dari istri-istri Egie, tidak perlu khawatir dengan apa pun di ruangan itu. Ia mendekatkan wajah ke pipi Egie, meninggalkan bekas lipstik merah di sana. Tapi Egie tidak bergeming, ia tetap fokus memainkan ponselnya.

Merasa diabaikan, Jessica semakin gencar. Ia melepas jas kerjanya menyisakan pakaian minim bahan. Lalu menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajah Egie dan memalingkannya dengan keras. Pria itu sontak menatapnya dan pandangan mereka beradu. 

Ia tahu, meskipun Egie tidak mencintainya, tapi pria itu tidak pernah bisa menahan hasratnya sebagai lelaki. Ia ingin memiliki keturunan dari Egie sehingga bisa menjadi istri yang diakui oleh keluarga besar pria itu. Tidak heran jika ia berusaha mendapatkan kesempatan di mana pun Egie berada. 

Tommy membuka pintu hendak menyerahkan surat yang diminta Egie tadi, tapi langkahnya terhenti di depan pintu melihat pemandangan mencengangkan di depan matanya. Ia kembali keluar, menutup pintu pelan-pelan. Setidaknya ia bisa bernapas lega untuk beberapa saat, melemaskan otot-otot yang terasa kaku akibat ketegangan selama berada di bawah pengawasan Egie.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status