Share

2. Dalam Genggaman Luciano

Anne terbangun dengan tubuh yang remuk redam di sekujur tubuhnya. Dan satu-satunya perasaan yang melekat di tubuynya hanyalah rasa jijik. Merasakan tubuhya yang begitu kotor dan belum pernah Anne merasakan sejijik ini pada siapa pun atau apa pun sebesar rasa jijik pada dirinya sendiri saat ini.

Semalam, Luciano menyentuh setiap jengkal kulit di tubuhnya. Merenggut dirinya dengan cara apa pun yang bisa pria itu ambil. Mencabik-cabik harga dirinya akan kepuasan yang telah pria itu renggut darinya. Membuat dirinya harus mengabulkan keinginan pria itu terhadap tubuhnya yang seolah tiada akhirnya. Menginginkan, menginginkan, dan menginginkan dirinya terus menerus. Hingga Anne benar-benar kewalahan dan akhirnya Luciano membebaskan dirinya hingga menjelang pagi. Dengan kecupan basah dan penuh peluh di keningnya.

Anne tak ingat bagaimana dirinya terlelap oleh rasa lelah. Saat ia bangun, ia menyadari tubuhnya masih telanjang bulat di balik selimut tebal. Dan rasa sakit dari pangkal pahanya. Anne benar-benar ingin menangis mengingat bagaimana rasa sakit itu membekas di sana. Luciano bahkan tak perlu berepot-repot menahan diri untuk bersikap lembut bahkan setelah mengetahui dirinya tengah mengandung. Yang membuat Anne tak berani menolak setiap keinginan pria itu karena takut janin dalam kandungannya berada dalam bahaya.

Bahkan setelah ia mengandung anak pria lain pun tak membuat Luciano merasa jijik terhadap dirinya. Obsesi pria itu terhadap tubuhnya benar-benar gila. Dan entah berapa banyak lagi kegilaan yang akan pria itu lakukan di sepanjang pernikahan mereka nantinya.

"Kau sudah bangun?" Suara maskuli berasal dari arah samping tempat tidur.

Anne menoleh dan menemukan Luciano yang rambutnya tampak berantakan dengan mengenakan kemeja putih pendek yang kancingnya dibuka tiga. Samar-samar menampakkan dada bidang pria. Ditambah dengan celana pendek yang berwarna putih juga, yang seolah membuat penampilan pria itu yang sudah sempurna semakin sempurna karena terlihat layaknya malaikat berjiwa murni.

Akan tetapi, Anne tak akan tertipu dengan penampilan sempurna pria itu. Luciano Enzio tak pernah menjadi sosok malaikat seperti yang kedua orang tua dan semua orang lihat. Anne sangat tahu bahwa pria itu adalah berengsek yang berbulu domba. Dan Anne akan membuktikan pada semua orang, bahwa semua yang ditampilkan Luciano hanyalah sebuah topeng. Yang membungkus kebusukan pria itu.

Raut wajah Anne yang menahan rasa sakit seketika berubah dingin. Pandangannya tertunduk dan hanya menemukan kemeja putih Luciano yang tergeletak di lantai satu-satunya kain yang bisa menutupi ketelanjangannya saat ini. Ia tak mungkin mengenakan selimut tebal ataupun gaunnya yang sudah koyak berada tak jauh dari tempat tidur mereka untuk ke kamar mandi.

Setelah memastikan tubuhnya terlilit pakaian itu dari pandangan mesum Luciano, Anne beranjak sambil menahan rasa sakit di antara kedua pangkal pahanya dan bergegas menghilangkan diri dari pria itu. Mengunci pintu kamar mandi dan satu-satunya hal yang diinginkannya hanyalah berendam dengan air hangat. Beruntung Luciano membiarkan dirinya mendapatkan hal itu.

Setelah berendam dengan air hangat yang dipenuhi kelopak bunga mawar merah selama setengah jam, Anne beranjak dan mengambil jubah handuk di nakas. Mempertajam indera pendengarannya dan hanya kesunyian yang bisa ia tangkap dari luar kamar mandi. Berpikir mungkin Luciano entah pergi ke mana.

Anne pun menahan napasnya ketika mendorong pintu terbuka dan benar-benar bernapas lega tak menemukan Luciano di dalam kamar. Anne mencari sesuatu yang bisa dipakainya karena ia ingin meninggalkan tempat ini secepatnya. Tasnya tergeletak di meja dan ia pun bergegas mengambilnya. Tetapi tak bisa menemukan ponselnya di dalam sana. Anne pun membalik tasnya dan menumpahkan seluruh isinya di meja dan tetap saja tak menemukan ponselnya. Sementara ia yakin tadi malam memastikan dirinya memasukkan benda itu sebelum Luciano membawanya ke tempat ini.

Dan seseorang yang baru saja melangkah masuklah satu-satunya tertuduh yang masuk akal. "Kau yang mengambil ponselku?"

Luciano berhenti, merogoh saku celana dan menunjukkan benda yang ditanyakan oleh Anne. "Benda ini?"

Anne melompat berdiri dengan kemarahan yang kembali terbendung untuk pria itu. Menghambur ke arah Luciano. "Kembalikan," geramnya.

Luciano menangkap pergelangan tangannya yang melayang dan mencoba meraih ponsel tersebut darinya. Dan dengan kaki Anne yang berjinjit, hanya butuh sedikit sentakan dari Luciano untuk membuat wanita itu jatuh ke dadanya.

Anne terpekik dan hendak melompat menjauh, tetapi pinggangnya ditahan oleh tangan Luciano. "Apa yang kau lakukan, Luciano?" desisnya tajam dengan kedua tangan mendorong dada pria itu. Sekaligus mencoba memberi jarak di antara tubuh mereka. "Lepaskan."

Seringai Luciano tertarik lebih tinggi. "Papamu baru saja menghubungi. Ingin makan siang dengan kita sebelum berangkat ke Itali."

Anne mengerjap, "Papa?"

Luciano menjilat bibir bagian bawahnya dan dengan tatapan seolah Anne adalah makanan yang lezat. "Aku sangat lapar dan ingin memakanmu. Tapi… kita harus menemui orang tuamu mengenai pria yang menghamilimu."

Wajah Anne seketika memucat. Mendorong tubuhnya menjauh dari Luciano dengan sekuat tenaganya. Dan ia berhasil terlepas bukan karena usahanya. Melainkan Luciano yang sengaja melepaskannya.

"Untuk apa kami harus membicarakannya denganmu? Itu urusan keluargaku!"

"Well, seingatku. Aku masih menjadi suamimu. Yang artinya, segala urusanmu akan menjadi tanggung jawabku."

Wajah Anne semakin merah padam. Dengan kebencian di dada yang rasanya sudah tak sanggup Anne tampung lebih banyak lagi.

"Aku tahu kau membenciku, Anne. Sejak awal bertemu, tatapanmu padaku tak pernah bersahabat. Dan aku bahkan tak tahu bagaimana aku harus bertanggung jawab untuk kebencianmu itu. Sekarang kau istriku, kedua orang tuamu sudah menyerahkan segala tanggung jawab dan urusanmu kepadaku. Jadi, akan lebih bijak jika kau mulai terbiasa dengan hal ini."

"Tidak. Aku tak sudi menjadi istrimu," desis Anne dengan kebencian yang memekati kedua matanya.

Senyum Luciano melebar dengan mengejek. "Kau sudah menjadi istriku."

"Aku akan membuatmu menyesal telah menjadikanku istrimu. Aku bersumpah."

"Ya. Kau bisa berkata apa pun yang kau inginkan. Yang terjadilah yang lebih penting." Senyum Luciano mencemooh Anne dengan kental.

Anne menjerit sekuatnya saking frustasinya menghadapi kata-kata Luciano yang tak bisa dipatahkannya. Yang malah membuat senyum Luciano semakin gelap. Jika di hadapan kedua orang tuanya Luciano selalu bersikap penyabar dan lemah lembut ketika menghadapi kebenciannya, di belakang mereka Luciano tak segan-segan untuk bersikap berengsek seperti ini. Anne benar-benar kehilangan akal sehatnya menghadapi kelicikan Luciano yang tak pernah berhenti membuat kewalahan dan putus asa.

"Pada akhirnya, kau tetap berada dalam genggamanmu," seringai Luciano semakin tinggi. Dengan kegelapan dan kelicikan yang berkilat di kedua mata pria itu. Ketika Luciano melanjutkan, "Termasuk nasib anak dalam kandunganmu."

Kalimat tersebut seketika memucatkan seluruh permukaan wajah Anne. "A- apa?"

"Kedua orang tuamu sudah memasrahkan permasalahan ini ke tanganku. Apakah aku harus mempertahankan anak itu, menggugurkannya, atau bahkan membunuh pria yang menghamilimu. Semua nasib kalian berada di tanganku, Anne Sayang." Luciano mengucapkan kalimat tersebut dengan begitu jelas dan penuh penekanan. "Tidakkah kau merasa perlu bersikap baik untuk membujukku? Mungkin saja aku akan sedikit berbaik hati. Karena kau istriku."

Anne menggeleng, tangannya bergerak menyentuh perutnya dengan gerakan melindungi. Air mata mengalir di kedua pelupuk matanya. "Tidak. Kau sama sekali tidak berhak untuk semua itu. Kau sama sekali tak berhak untuk menentukan nasibku, anakku atau bahkan dia. Aku tak sudi mengemis permohonan pada orang sepertimu. Kau tak lebih dari seorang berengsek yang berhati busuk. Yang dibungkus dengan topeng malaikatmu."

Kata-kata Anne berhasil mengena di hati Luciano. Raut wajah pria itu membeku dan gurat amarah menggaris kuat di wajahnya dan dalam satu langkahnya yang besar. Pri itu menangkap rambut Anne dan membanting tubuh mungil sang istri ke tengah tempat tidur.

Gerakan Luciano begitu tiba-tiba, membuat Anne tak sempat menghindar meski tahu rencananya tersebut tak akan cukup membantu. Tubuh Anne terbanting dua kali di tempat tidur. Sebelum Anne bisa merangkak turun dan menelaah semuanya, jubah handuknya sudah dilucuti dan tubuh telanjangnya sudah ditindih oleh Luciano. Dengan kedua tangan yang dipaku di atas kepala. Selanjutnya, Luciano menghentakkan tubuh pria itu ke dalam tubuh Anne. Mengotori setiap jengkal kulitnya dengan sentuhan yang menjijikkan. Melecehkan tubuhnya dengan cara yang kasar. Menginjak-injak harga dirinya dengan cara yang lebih buruk. Sama sekali tak peduli dengan air mata kepiluan yang merembes ke sprei tempat tidur. Sebagai saksi bisu akan kekejian seorang Luciano Enzio.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Yepi Widia
kejam sekali
goodnovel comment avatar
Sarwini Iwin
msh penasaran dg alur ceritanya knp Anne bs sebenci itu dg luciano
goodnovel comment avatar
Joy
kejamnya tuh sebelah mana sih? dipukul kagak, dihina kagak. Suami minta jatah, kan emang hak nya. Rasa benci Anne tuh ga masuk akal dan gak beralasan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status