Share

Gelapnya Dunia Maya

Tubuh Maya rasanya sakit semua, tidak hanya itu, tetapi kakinya pun seolah mati rasa. Dia mencoba membuka matanya perlahan, kepalanya masih pusing dan terasa seperti berputar-putar. 

"May, kamu sudah sadar, Nak?" ucap Nyonya Melita bangkit dari kursi di sisi ranjang puterinya.

Dia menggenggam tangan Maya sembari menitikkan air mata. Dia tak sanggup menjelaskan bahwa Maya akan cacat kakinya seumur hidup. 

"Pa, panggil Dokter Jonathan. Maya sudah sadar ...," seru Nyonya Melita pada suaminya yang tertidur di sofa.

Pria berusia 50 tahunan itu bangun dari sofa lalu keluar kamar perawatan puterinya untuk mencari dokter yang merawat Maya.

Tak lama kemudian, Roy kembali ke kamar perawatan Maya bersama perawat dan juga Dokter Jonathan. 

Dokter itu memeriksa kondisi fisik Maya dengan cermat. Dia pun bertanya, "Yang dirasakan apa, Mbak Maya?"

"Sakit, Dok. Kaki saya ... mati rasa ... seperti tidak punya kaki saja," jawab Maya dengan suara lemah menatap dokter muda itu.

Dokter Jonathan mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia sudah menyangka, Maya akan mengalami kelumpuhan saraf di bagian kakinya. Dia turut prihatin dengan kondisi pasiennya itu. 

Semalam tim bedah ortopedi sudah mengusahakan yang terbaik untuk menyambung apa yang patah dan yang putus di bagian paha gadis itu. Pemulihannya hingga normal memiliki prognosa dubius-infausta (ramalan suatu kondisi sakit antara ragu-ragu hingga tidak dapat sembuh).

Pria itu mendesah lelah secara fisik maupun secara batin dengan kondisi pasien yang dia rawat sejak semalam hingga pagi ini. Kondisi gadis cantik itu sangat berantakan, rambutnya kusut ternoda darah kering, wajahnya pucat pasi. 

"Mbak Maya harus tegar ya? Untuk sementara kakinya belum bisa dipakai berdiri dan berjalan," ujar Dokter Jonathan dengan hati-hati memberitahukan kondisi pasiennya itu.

Hati Maya mencelos, dia berpikir apa dia akan lumpuh dan tidak bisa menggunakan kakinya lagi. Diapun bertanya pada dokter itu, "Dok, apa saya akan lumpuh?"

"Ehmm ... saya tidak bisa mengatakan jawaban pastinya. Hanya Tuhan yang tahu apakah Mbak Maya bisa berjalan lagi atau selamanya harus berada di kursi roda. Cedera di bagian paha itu memutus koneksi dengan bagian kaki di bawahnya yang juga mengalami cedera saraf ringan. Mungkin fisioterapi rutin akan membantu pemulihan fungsi kaki Mbak Maya, tetapi saya tidak bisa menjamin 100% bahwa Mbak Maya akan bisa berjalan kembali," jawab Dokter Jonathan apa adanya. 

Air mata yang tadinya tergenang di bola mata Maya mulai luruh ke pipinya. Dia merasa dadanya seakan ditikam sembilu. Kaki indahnya yang biasa berjalan melenggak-lenggok di atas panggung catwalk, kini sudah mati rasa dan tidak bisa lagi berjalan. 

"May, yang sabar ya ... Mama tahu perasaanmu, ini pasti sangat menyedihkan. Kamu masih punya Mama dan Papa yang akan mendampingimu," ujar Melita pada puterinya sembari memeluk tubuh Maya ke dalam dekapannya.

"Andre mana Ma? Maya belum melihat Andre ...," ucap Maya mencari di ruang perawatannya.

"Saya mohon diri dulu ya, Pak, Bu, Mbak Maya," pamit Dokter Jonathan karena tugasnya memeriksa kondisi Maya sudah selesai. Kondisi pasien juga cenderung stabil pasca operasi sekalipun masih harus diopname untuk memantau hasil operasi kakinya selama seminggu.

"Silakan, Dok," jawab Roy mewakili keluarganya.

Melita sebenarnya juga mempertanyakan ketidakhadiran tunangan puterinya itu sejak semalam seolah tidak peduli dengan kondisi Maya yang memprihatinkan ini.

"Mungkin dia sibuk syuting, May. Kau pasti tahu 'kan jadwal kerja Andre yang padat biasanya," jawab Melita mencari alasan yang masuk akal agar Maya tidak terlalu sedih karena ketidakhadiran kekasihnya itu.

"Benar juga, Ma. Andre pasti sibuk, biarkan saja Ma, jangan diganggu ...," sahut Maya membenarkan ucapan mamanya.

Roy pun membelai puncak kepala puterinya itu sembari berkata, "Kamu nggak usah banyak berpikir, May. Banyak istirahat biar lekas sembuh, oke?" 

"Oke, Pa. Maafkan Maya yang bikin panik semua orang," balas Maya dengan tak enak hati.

Hari demi hari yang dilewati oleh Maya di rumah sakit tanpa kehadiran tunangannya itu terasa begitu berat. Maya sudah mengirimkan berpuluh-puluh pesan kepada Andre. Namun, tak satu pun pesan itu berbalas. Dalam lubuk hatinya, Maya merasa ada yang tak beres dengan kebungkaman Andre.

Hingga seminggu setelah operasi kakinya, pria itu muncul bersama mamanya di ruang perawatan Maya. Wajah gadis itu berbinar-binar melihat kekasihnya yang akhirnya datang menjenguknya.

"Halo, Sayang. Akhirnya kamu datang juga, apa jadwal syutingnya sibuk sekali?" sapa Maya yang terbaring setengah bersandar di ranjang pasien.

Wajah Andre mendung dan enggan menjawab pertanyaan Maya. Dia terdiam seribu bahasa. Matanya nyalang menghindari tatapan mata Maya yang sehangat mentari pagi.

Nyonya Astrid, mama Andre yang mulai berbicara, "Halo, Maya. Gimana kabar kamu? Apa kakinya sudah bisa digerakkan?" tanyanya sembari tersenyum palsu.

Pertanyaan mama Andre itu membuat hati Maya tercubit, dia begitu sedih menerima kenyataan bahwa kemungkinan besar dia akan lumpuh. Dokter Jonathan Prawira mengatakan lebih besar peluang dia cacat seumur hidup dan harus menggunakan kursi roda.

"Kaki saya mati rasa, Tante. Kata Dokter Jonathan, kemungkinan besar saya harus menggunakan kursi roda seterusnya," jawab Maya jujur apa adanya mengenai kondisinya.

Wanita paruh baya itupun menoleh menatap puteranya. Dia berkata, "Ndre, kamu sudah dengar sendiri 'kan dari mulut Maya? Apa yang Mama katakan itu betul. Sudah, sekarang putuskan hubunganmu dengan Maya. Biarkan dia mendapat jodoh yang lain."

Perkataan mama Andre itu seperti petir di siang bolong. Maya seperti tak sanggup menerima kenyataan pahit ini. Calon mama mertua Maya justru menyuruh puteranya itu meninggalkannya. Bulir-bulir air mata menetes melewati pipi Maya yang halus. Suara isakan tertahan terdengar memecah keheningan yang menggantung di kamar perawatan itu.

Betapa teganya Nyonya Astrid yang sama-sama seorang wanita mendesak puteranya untuk memutuskan hubungan di saat Maya tidak berdaya dan seolah telah kehilangan seluruh dunianya. Andre yang seharusnya menjadi penopang dalam hidup Maya juga harus terengut. 

Maya menunggu ucapan itu meluncur dari bibir kekasihnya sendiri. Dia terdiam menatap Andre yang mematung dan terdiam seribu bahasa.

"Ndre, ayo ... Mama tahu kamu sibuk. Katakan sekarang keputusanmu pada Maya," desak Nyonya Astrid dengan lembut, tetapi menusuk.

Dengan berat hati, Andre pun menuruti keinginan mamanya. Diapun berkata, "May, maafkan aku tidak bisa menjadi pendampingmu lagi. Hubungan kita berakhir di sini. Jangan hubungi aku lagi. Kau bebas mencari pengganti diriku, aku membatalkan rencana pernikahan kita. Semua biaya biar aku yang tanggung, kau tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun."

Mendengar perkataan Andre, tangis Maya pun pecah, dia meraung-raung tak sanggup menahan rasa sakit di hatinya. Pria itu memilih untuk meninggalkannya ketika dunianya begitu gelap tak lagi bercahaya.

Usai mengatakan kata putusnya, Andre melangkah meninggalkan kamar perawatan Maya. Sementara Maya berusaha untuk mengejarnya hingga jatuh terguling dari ranjang pasien karena dia lupa kehilangan kemampuan kakinya.

GUBRAK!

"Andre, tunggu! Jangan tinggalkan aku, Ndre!" seru Maya berusaha mencegah kepergian kekasihnya itu. Maya merangkak di lantai dengan kedua tangannya mengejar Andre.

Pria itu berhenti melangkah dan menatap Maya yang merangkak mendekatinya. Hatinya iba melihat gadis yang sangat dia cintai menderita seperti itu. Ketika dia akan membantu Maya, mamanya berteriak, "Berhenti, Andre. Jangan kasihani dia! Dia hanya akan menyusahkan hidupmu nanti."

Tangan yang terulur itupun urung menyentuh Maya. Pria tampan dengan sejuta pesona itu meninggalkan Maya tergolek di lantai rumah sakit dan memilih untuk melanjutkan langkahnya keluar dari pintu tanpa menoleh lagi ke belakang.

Kesedihan yang mendalam ditambah kondisi fisiknya masih lemah membuat Maya terbaring tak sadarkan diri di lantai dingin itu.

Comments (36)
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
laki laki ga berahlak itu andre
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
ya untung sebelum menikah,,tapi suatu saat dia dapat karmanya
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
dasar gila itu si andre laki laki gda perasaan habis manis sepah di buang,,,smoga aja maya dapat jodi melebihi andre,,dan andre mendapat balasan setimpal dg keluarhanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status