"TOK TOK TOK." Suara ketukan jamak di pintu ruangannya membuat Ananda menghentikan pekerjaannya dan berseru, "Masuk!"Aji Prasetyo, sekretaris sekaligus asprinya masuk diikuti seorang pria paruh baya berkepala botak dengan rambut berseling uban di sana sini. "Pak Nanda, ini Pak Rudiyanto yang tadi sudah Anda tunggu kedatangannya," ujar Aji seraya mempersilakan tamu bosnya duduk di seberang meja CEO."Oke, Ji. Kamu boleh keluar. Kalau ada yang cari saya—suruh kembali besok saja atau buat janji lagi, oke?" balas Ananda Kusuma yang duduk di kursi CEO dengan jemari tangan terlipat di meja menatap Aji."Baik, Pak Nanda. Saya permisi kalau begitu," jawab Aji lalu bergegas keluar dan menutup pintu ruangan bosnya rapat-rapat. Kini hanya tinggal Ananda bersama pria yang ia tunggu-tunggu di ruangan itu. Dia pun berdehem lalu menyambut kedatangan tamunya, "Ehm ... selamat datang, Pak. Jadi—Anda Pak Rudiyanto Situmorang? Saya baca di internet kalau Bapak ini instruktur profesional yang bisa mene
Sesuai pelajaran yang ia terima dari kursus kilat fisioterapi Pak Rudiyanto, pria tampan itu menyiapkan seember air hangat yang ia ambil dari keran bathtub serta beberapa krim khusus yang mengandung obat pelancar peredaran darah serta merangsang impuls saraf. Maya duduk berselonjor di kursi panjang khusus untuk terapi kakinya yang lumpuh. Ia membaca majalah mode Famous sembari menunggu kesibukan perawat barunya yang masih belum selesai juga."Maaf nunggu agak lama, May. Yuk kita mulai saja terapinya!" ucap Ananda sambil duduk di bangku pendek di samping kursi panjang Maya. Dengan wajah merona Maya menganggukkan kepalanya seraya menjawab, "Silakan saja, Mas Nanda. Aku siap kok."Tangan Ananda terampil mencelupkan dua handuk berukuran kecil ke dalam air hangat di ember lalu memerasnya sebelum dikompreskan ke kaki bagian betis Maya kanan kiri. Dia mengusap-usapkan handuk setengah basah itu dengan teratur ke sepanjang kaki Maya. Ketika sampai di lutut, ia terhenti dan menatap wajah Maya
"Oke, aku pulang dulu ya, Maya. Lusa kita lanjutkan fisioterapinya. Tetap semangat ya!" pamit Ananda Kusuma kepada Maya di teras depan rumah berhalaman asri siang itu.Gadis cantik di atas kursi roda itu melambaikan tangannya melepas kepergian perawat barunya yang baik dan sangat perhatian. "Mas Nanda pulangnya hati-hati ya! Nggak usah ngebut," pesan Maya sembari melengkungkan bibirnya untuk tersenyum manis."Pasti. Tenang saja, May! Aku 'kan jago ngepot di jalan raya," jawab Ananda mencandai Maya seraya terkekeh sebelum mengenakan helm standar di kepalanya. Kemudian pria itu melambaikan tangannya ke arah Maya sebelum tancap gas sepeda motor menuju ke rumah keluarga Kusuma. Dia akan berangkat siang ke kantor, tetapi dengan diantar oleh sopir pribadinya. Badannya agak kelelahan setelah melakukan banyak pekerjaan ala rakyat jelata yang dia kesalkan dalam hatinya.Memang naik sepeda motor membuatnya tak terlalu buang waktu dengan kemacetan yang merajalela di ibu kota. Ananda sampai di r
Sesaat Aji Prasetyo sampai di kantor managemen Mall Cakrawala Indonesia, sebuah pesan masuk ke inbox ponselnya. Dia duduk di balik meja sekretaris dan membaca isi pesan dari Ipda Purnomo yang tadi memproses laporan kriminal darinya."Pelaku pendorongan korban ke kolam renang sudah teridentifikasi yaitu Melinda Riana, Mas Aji. Terima kasih atas laporannya. Tersangka akan kami jemput di rumahnya untuk diminta keterangannya terkait kasus kriminal tersebut." Isi pesan dari Ipda Purnomo untuknya. Aji pun merasa bahwa ia harus segera melaporkan hasil investigasi kepolisian ini ke bosnya. Maka ia pun bergegas mengetok pintu ruangan CEO."TOK TOK TOK." Ananda sedang sibuk membaca penawaran rekanan bisnis yang menyewa venue di mall miliknya. Namun, ia pun berhenti dan menyuruh tamunya masuk.Dengan tenang Aji duduk di kursi seberang bosnya lalu melapor, "Selamat sore, Pak Nanda. Saya baru saja mendapat kabar dari kepolisian. Emm—pelaku yang mendorong Mbak Maya itu seorang model juga namanya Me
"P—pak ... emm ... sa—saya nggak sengaja itu," ucap Melinda terbata-bata membela dirinya di hadapan bapak komandan polisi yang berkarisma itu.Pria itu tersenyum tipis seraya mendengkus lalu menyahut, "Nggak sengaja itu bisa jadi nyawa orang ilang lho. Kamu sadar nggak, waktu dorong kursi roda itu ke kolam 2.5 meter?"Kepala dengan rambut panjang lebat bergelombang hitam legam bak model iklan shampo itu tertunduk tak berani menatap Kompol Dani Kurniawan. Namun, hal itu justru membuat Pak Dani terkekeh geli. "Coba bilang ke saya, alasan kamu apa hingga melakukan tindakan berbahaya itu, Non?" bujuk Kompol Dani yang perlu mengetahui motif pelaku tindak kriminal di hadapannya.Helaan napas lembut meluncur dari gadis itu diikuti oleh sebuah pengakuan yang mengejutkan. "Saya hanya membantu sahabat saya saja, Pak. Maya itu mantan tunangan Andre yang malam itu bertunangan dengan Sherrin. Dia hadir ke acara itu membuat kehebohan, saya nggak suka ditambah Sherrin memberi kode agar saya mendoro
Saat terbangun di pagi hari Aji memeriksa pesan di inbox ponselnya. Dia membaca pesan yang terkirim semalam dari Ipda Purnomo. Ternyata kasus Maya Angelita telah ditutup dengan jalur damai. Alis Aji berkerut, dia menebak bosnya tidak akan suka bila tahu mengenai hal ini. Pak Nanda itu seorang yang tak bisa membiarkan orang yang membuat kesalahan tidak mendapat hukuman setimpal. Dia pun menghela napas lalu meletakkan ponselnya kembali ke nakas samping tempat tidurnya lalu bergegas mandi. Jam kerjanya akan dimulai 2 jam lagi, dia harus mencari sarapan dan berjibaku dengan lalu lintas ibu kota yang tak ramah untuk sampai ke kantornya di tengah kota.Hari ini Ananda Kusuma libur dari pekerjaan sampingan rahasianya merawat Maya di rumahnya. Besok ia akan menemui gadis cantik yang lumpuh itu lagi untuk memberikan fisioterapi. Namun, pagi ini dia sudah berada di perjalanan ke kantornya dengan mengendarai sedan Ferrari merah kesayangannya."Pesona indah wajahmu mampu mengalihkan duniaku. Tak
"Nak Nanda, saya nitip jagain Maya sebentar ya! Ada acara undangan nikah puterinya sahabat sejak SMA di Bekasi. Kuatir kalau Maya sendirian di rumah, padahal saya pergi sama papanya Maya," pesan Nyonya Melita Wahyuni kepada perawat puterinya di teras saat ia hendak berangkat ke resepsi pernikahan bersama suaminya.Ananda pun menjawab dengan senyum tipis, "Baik, Bu Melita. Saya akan jaga Maya baik-baik!""Oke, kutinggal dulu ya, May, Nak Nanda!" pamit mama Maya."Tiiinnn ...tiiiinnn ... Maaa ayo berangkat, keburu siang!" Pak Roy menekan klakson mobilnya tak sabar karena istrinya tak kunjung naik ke mobil."Hiiihhh nggak sabaran Papa ini!" omel Nyonya Melita sembari bergegas naik ke bangku samping pengemudi. Dia lalu melambaikan tangannya dari jendela kepada Maya dan Ananda dari jendela mobil yang mulai melaju meninggalkan halaman depan garasi.Maya menghela napas dengan jantung berdebar kencang, dia hanya berdua saja dengan perawatnya pagi jelang siang yang mendung ini. Dengan hati-hat
Jantung Maya mendadak aritmia, dia tidak menyangka di siang hari berpenghujan deras ini seorang pria akan menembaknya menjadi pacar. Dia dan Ananda masih tergolong baru berkenalan, terlalu dini rasanya bila menjalin sebuah hubungan spesial."Mas Nanda, kalau aku minta waktu lebih lama buat pikir-pikir dulu apa boleh?" tanya Maya hati-hati. Dia merasa trauma di hubungan cintanya dengan Andre yang kandas jelang pernikahannya masih terasa menyakitkan.Sebuah jawaban tak terduga dari Maya membuat Ananda justru menaikkan penilaiannya kepada gadis di hadapannya. Seharusnya karena kondisinya yang cacat, Maya akan dengan mudah menerima tawaran cintanya. Namun, gadis itu malah minta waktu berpikir matang."Baiklah. Ambil waktu yang kau perlukan, May. Ketahuilah bahwa perasaanku kepadamu tulus," ujar Ananda lalu bangkit berdiri dan duduk di kursi samping Maya.Dengan cekatan Maya melayani Ananda untuk mengambilkan menu makan siang yang telah disiapkan oleh mamanya sebelum berangkat ke Bekasi. M