Pintu lift terbuka, membuat Safira menatap sekitar sambil keluar, besar saja ini lantai paling atas, tingginya pandangan yang wanita itu lihat, membuat dia menutup mata sebentar agar tidak gemetaran.
Ia takut pada ketinggian, setelah merasa tenang, dia berjalan di lorong yang cukup panjang dan hanya ada satu pintu di sana.Dengan hati-hati dia mengetuk pelan. “Permisi Tuan muda!”“Siapa?” tanya seseorang dari dalam, membuat Safira merapihkan pakaiannya guna terlihat rapih.“Ini saya Safira!”“Masuk aja!”Karena mendapatkan lampu hijau, Safira masuk kedalam ruangan milik Dexter, pertama kali masuk terlihat kaca besar dibelakang pria itu, yang menghadap langsung pada pemandangan kota seperti di luar, cat ruangan hanya di dasari putih, dengan garis coklat di bagian bawah.Wanita berumur 24 tahun itu menaruh tas hitam milik Dexter di meja dengan hati-hati, karena isinya berat ia yakin ada barang elektronik di dalamnya. “Ini milik anda, Tuan muda!”Dexter menatap Safira dengan heran. “Kenapa kamu memanggilku seperti itu?”“Kata Bu Rima, harus manggil anda dengan sebutan tuan muda.”“Jangan dengarkan dia! Jika bersamaku panggil saja senyamannya!” ujar Dexter yang mengambil tas itu dan membukanya.“Kalau saya ingin memanggil masnya dengan sebutan sayang gimana?” tanya Safira yang membuat Dexter menatapnya cukup lama.“Kalau mau, panggil saja seperti itu!” ujar Dexter yang setelahnya membuka laptop yang ia keluarkan dari tas hitam miliknya, tentu saja jawab yang sederhana itu membuat Safira terdiam sambil menggaruk kepalanya, dia tadinya ingin bercanda, namun pria di depannya ini tak asik sama sekali.“Gak jadi ah mas, nanti pacar mas cemburu lagi, hahaha. Lagian saya cuma bercanda.”“Aku juga sama,” balas Dexter dengan tatapan serius, membuat Safira akhirnya kembali menggaruk kepalanya tak gatal, pria ini benar-benar tidak cocok untuk diajak bercanda.“Ya sudah mas, saya mau kerja dulu. Oh iya mas mau minum apa?”“Berikan aku kopi pahit!”“Pait?”“Hhhmm! Tanpa gula sedikitpun!” balas Dexter yang sekarang sedang mengutak-atik laptopnya.“Oke, saya paham mas, ada lagi?”“Gak ada.”Safira mengangguk patuh, namun saat ia hendak pergi, pikiran teringat ibunya yang tak pernah ia hubungi setelah datang ke mari, apalagi sekarang hpnya sudah hilang.Dexter yang melihat keterdiaman wanita itu, membuat dia merasa heran. “Ada apa?”Safira berbalik dengan tatapan berharap namun takut. “Mas, saya boleh pinjem hpnya gak? Hp saya gak ada karena kecopetan waktu itu, tapi saya perlu nelpon ibu saya takut dia khawatir.”Tangan Dexter mengambil hp miliknya dan memberikan benda sejuta umat itu pada wanita di depannya, tentu saja membuat wajah Safira sumringah. “Makasih Mas Dexter.”Dengan cepat dia menelpon nomer ibunya yang ia hafal, setelah menunggu beberapa saat akhirnya telepon itu tersambung. “Hallo Bu!”“Safira! Safira ini kamu?” tanya wanita paruh baya itu, yang antusias, tentu saja mendengar itu Safira sedikit berkaca-kaca karena nasib tidak baik yang ia miliki.“Iya bu, ini Fira!”“Kamu kemana aja Fira, kok gak ada kabar dan ini nomer siapa?”Safira menghapus air matanya yang hampir jatuh. “Safira ganti nomer Bu, nomer yang sebelumnya kena blokir gak tau kenapa.”“Aduh kok bisa sih, tapi kamu baik-baik aja kan di sana, kerjaannya gimana?”“Enak kok Bu, bosnya juga baik sama Safira.” Safira menoleh kearah Dexter tapi rupanya pria itu juga melihat kearahnya. “Nanti kalau Safira udah gajian, Safira kirim ya Bu!”“Ih gak usah! Uang ibu masih ada, kamu kumpulin aja uang gaji kamu, buat beli apa yang kamu mau! Gak usah mikirin ibu Fira!”Wanita itu mengangguk tersenyum sambil menjatuhkan air matanya, karena memikirkan ibunya yang sudah tua seorang diri membuat dia sedih. “Nanti kalau uang safira udah banyak, Safira pulang!”“Iya, pesen ibu kamu jaga kesehatan! Makan yang bener dan jangan begadang! Kalau kamu gak nyaman di sana, pulang sekarang juga gak apa-apa!”“Iya Bu, Safira tutup ya! Safira mau kerja dulu udah tunggu sama bos.”“Oh iya, ya udah, Assalamualaikum!”“Walaikumsalam!” Telepon itu mati, membuat Safira memberikan benda bagus itu pada pemiliknya. “Ini mas, makasih ya!”Dexter memberikan beberapa lembar tisu pada Safira, yang bodohnya gadis itu kira untuk mengelap hp yang baru saja ia gunakan. Melihat itu semua Dexter segera mengambil hpnya dan memberikan satu kotak penuh tisu.“Aku memberikanmu tisu untuk menghapus air matamu, kenapa kamu malah mengelap hpku?”Safira menatap bingung. “Loh saya kira, buat ngelap hp mas.”“Udah kamu keluar aja sana!”“Terus tisunya?” tanya Safira sambil menodongkan tisu milik Dexter itu.“Bawa aja! Saya jengkel Sama kamu.”“Maaf ya mas, ya udah saya keluar!” Tak ada jawaban dari pria itu, membuat Safira merasa bersalah. Dia lupa kalau pria itu memang peduli padanya...Jam menunjukan pukul 6 sore, matahari sudah sepenuhnya tenggelam waktu segini. Safira yang sedang membersihkan WC OB karena di suruh Bu Rima, menatap heran pada beberapa pegawai kebersihan yang sudah beres-beres seperti hendak pulang.Karena ia baru, juga mendapat rumor tak enak karena kebersamaannya dengan Tuan muda, membuat dia sedikit dikucilkan. Namun karena penasaran dia segera mendekati mereka, yang tengah bercanda tawa satu sama lain.“Mbak, sama masnya mau pada pulang?” tanya Safira, yang membuat tawa semua orang yang ada di sana, langsung terhenti.“Iya, ini udah waktunya pulang,” balas salah satu dari mereka judes, sontak Safira hanya mengangguk paham. “Udah yuk pada pulang! Dan Lo ada hubungan apa sama Tuan muda Dexter?”“Saya pembantunya, tapi dia juga nyuruh saya kerja di kantor buat bersih-bersih kayak kalian!”“Oh jadi cuma pembantu yang suruh kerja dobel? Gue kira ada hubungan karena bareng pas berangkat, tapi aneh juga sih kalau emang iya ada hubungan, masa Tuan muda nyuruh ceweknya jadi OB hahaha.”Safira hanya tersenyum mendengar hal itu, dia tak pernah mengambil Hati apa yang orang lain bicarakan tentang, toh selama itu kebenaran kenapa harus marah.“Iya, mbak! Saya juga aneh kenapa kalian mikir gitu!”Mereka yang tadinya tertawa kembali terdiam, karena ucapan Safira. “Gak usah sok asik deh Lo! Udah yuk cabut!”Beberapa dari mereka pergi meninggalkan Safira, yang menunduk karena sedih tak di ajak berteman dengan orang-orang itu, tak lama seorang wanita menghampirinya.“Jangan ambil hati! Mereka emang kayak gitu sama orang baru!” ucap wanita itu, yang membuat Safira menatapnya. “Beberapa dari mereka juga pernah digituin, tapi mereka gak sadar, sabar ya! Jangan lupa semangat!”“Emang mbaknya orang lama ya?” tanya Safira yang tersenyum karena di sini masih memiliki orang Ramah.“Nama gue Neneng! Kayak kita seumuran deh panggil nama gue aja! Oh iya Lo Safira kan?”Wanita itu mengangguk antusias. “Iya mbak, eh maksudnya Neneng, nama Saya Safira.”“Gue orang lama, sejak lulus SMA aja gue langsung kerja di sini, tapi sayangnya gue gak pernah naik pangkat, ya tapi gaji ada aja sih naiknya tiap tahun, tergantung keuntungan perusahaan juga sih, oh iya ngomong gue dari bandung! Lo dari daerah mana?”“Saya tinggal di perkampungan Jawa tengah mbak, kalau saya bilang mbaknya mbaknya mungkin gak tau itu dimana!”“Oh Jawa ya, ya udah salam kenal ya! Gue pulang dulu, jam segini emang waktunya pulang!”“Ah iya neng! Salam kenal juga, makasih ya mau berteman sama saya!”“Ah santai! Balik dulu ya!” Safira mengangguk senang, walau sebagian besar mereka tak mau berteman dengan tapi memiliki satu orang yang peduli lebih bahagia rasanya.Tok, tok, tok!“Mas Dexter! Ini saya!” ucap Safira yang sekarang berada di depan pintu pria itu, sepanjang jalan sampai ke pintu Safira menatap takjub pada pemandangan kota malam, kalau gelap tak terlalu mengerti jika di lihat. “Masuk aja!” Pintu itu Safira buka, terlihat Dexter masih fokus pada layar monitor besarnya, lalu matanya beralih ke laptop miliknya, seperti pria itu cukup sibuk hingga membuat dia pekerjaan di tempat yang berbeda. “Ada apa?” “Semua OB pada pulang mas!” Kacamata yang bertengger indah di wajahnya, pria itu lepaskan, kadang kala Dexter memakai kacamata jika melihat layar. “Terus kamu mau pulang juga?” “Saya terserah masnya aja, tapi saya gak ada temennya di bawah, dan katanya juga beberapa lantai udah gak ada penghuninya.” “Penghuni? Kamu pikir rumah hantu?” “Hehehe, maksudnya orang-orang gitu mas!” Tak lama Dexter terlihat berdiri, merapihkan beberapa hal juga menutup laptop. “Bantu aku beberes!” Mendengar hal itu Safira segera membantu pria tampan itu,
Pagi harinya, suara masakan membuat Dexter yang baru saja bangun langsung beranjak pergi kebawah guna mengetahui apa yang dimasak wanita itu untuknya. Aroma semerbak masakan membuat perutnya lapar, Dexter tak pernah menyewa pembantu di rumahnya. Kadang kalau dia sedang rajin, dia akan memasak makanan yang ia inginkan. Dan kalau malas, maka roti dengan salai coklat adalah pilihan yang paling menjanjikan. “Masak apa kamu?” Safira yang memakai celemek pink yang tak sengaja ia temukan menoleh pada sang majikan, ia melirik jam yang ada di dapur. Masih jam setengah enam, apa dia terlalu kencang menggoreng masakannya?“Ah ini mas, masak capcay sama ayam goreng, mas mau sarapan?”“Rajin banget kamu,” ucap Dexter yang duduk di kursi, sambil menatap masakan Safira. “Hehehe tangan saya gatel mas, mau langsung masak. Di kampung ibu saya jualan apapun yang ada dan di kreasikan gitu.” Dexter mengangguk, dia segera mengambil piring dan memakan masakan Safira. Wanita yang baru saja membuat wedan
Safira segera keluar setelah memberikan kopi pada Dexter, dan itu membuat Angelina menatap tak percaya padanya. Entah apa yang terjadi barusan, tapi wanita itu seperti tidak mengenali keduanya. “Dexter, apa itu Safira?” Dexter yang hendak meminum kopinya terhenti, udara panas membuat dia meniup air hitam dalam gelas itu. “Seperti yang kamu lihat!” “Tapi kenapa dia tidak mengenaliku? Sombong sekali dia.” “Dia tidak sombong—hanya tidak ingat pada kita.” “Memang apa yang terjadi padanya?” tanya Angelina penasaran. “Amnesia.” Dexter menaruh minuman dan menyalakan laptop guna kembali bekerja, hari ini terlihat dari jadwal banyak pertemuan yang harus ia hadiri, termasuk nanti malam. Angelina terdiam lalu berjalan pergi. “Jangan ganggu dia! Jika kamu melakukan sesuatu yang tidak-tidak, aku tidak akan membiarkanmu berada di sampingku lagi!’ ujar Dexter pada Angelina sebelum wanita itu benar-benar pergi dari ruangannya.Brak! Pintu di tutup dengan keras, membuat Dexter hanya dapat meng
“Apa hubungan kita lebih dari teman?” “Memangnya kamu berharap apa?” Safira hanya menunduk setelahnya. “Maaf mas, saya selama ini sudah sering merepotkan.” Dexter duduk di sofa yang ada di ruangan itu, kacamata yang terpasang di wajahnya ia lepaskan. “Gak usah di pikirin! Yang terpenting kamu sehat! Dokter bilang kamu minum itu kalau-kalau kepala kamu sakit lagi!” “Saya janji akan bekerja dengan tekun, demi membalas kebaikan, mas,” ucap Safira dengan penuh yakin, membuat Dexter mengangguk tanpa banyak bicara. “Laper gak?” “Sedikit sih mas,” balas Safira yang malu-malu, dia merasa semua kebaikan pria itu pasti ada alasannya, apa mungkin mereka sahabat, jadi pria itu amat baik seperti ini? “Aku sudah bilang jangan banyak berpikir!” ujar Dexter yang sekarang terlihat, memainkan ponselnya entah sedang apa. “Habis semua ini kayak teka-teki yang harus di pecahin gitu mas, saya penasaran banget soalnya.” Mata pria itu sekarang melihat kearahnya, yang membuat Safira merasa agak cangg
Safira bangun dari tidurnya, kala mendengar suara ketukan pintu, dia pikir jika Dexter sudah pulang, padahal pria itu bilang paling lambat malam nanti atau lusa, tapi kenapa tiba-tiba menjadi pagi. Pintu terbuka lebar, dengan Safira yang mengucek matanya, karena sedikit silau oleh cahaya matahari. "Mas, kok pulangnya cepet banget sih?" "Kamu?!" ucap Seorang wanita yang membuat Safira, melihat kedepannya dengan lebih teliti lagi. Ternyata itu bukan Dexter namun wanita berbibir merah dengan gelang emas banyak tak lupa dengan pakaian yang terlihat mahal juga mencolok itu. "Maaf, ibu siapa ya?" tanya Safira yang tak tau kalau di depannya ini, ibu Dexter. Tiba-tiba wanita itu menarik rambut, Safira dengan cukup kencang, tentu saja hal itu membuat Safira merasa kesakitan dan tak paham. "Aw aduh sakit, Bu." "Dasar jalang sialan, hilang selama bertahun-tahun sekarang kamu balik lagi dengan muka gak tau malu ya?" tanya wanita itu marah dan terus menarik rambut Safira. "Sa-saya salah apa
Suara petir yang tiba-tiba juga kilatannya membuat Safira memeluk tubuhnya dengan takut, dia tak pernah membayangkan akan berjalan tanpa arah tujuan seperti ini. Niat hati ingin membantu ibunya, malah dia yang sekarang butuh di bantu.Mengingat ibunya dia jadi rindu, bagaimana kabar wanita itu? Apa dia baik-baik saja? Suara derasnya hujan tiba-tiba juga tetesan air itu membuat Safira terpaksa berteduh di depan toko yang tutup.Dia melihat keatas langit, dimana bunga api yang menjalar itu membuat langit tampak seperti siang hari, terang, namun setelah kembali gelap. Apa itu yang dinamakan bahagia sesaat, kala ia sudah merasa cukup puas dengan hidup ada saja hal yang membuat semua itu luntur. Air mata menetes begitu saja, bersama dingin malam yang semakin lama semakin menusuk kulitnya. Safira memeluk tubuh sendiri guna menghangatkan badan, ia ingin pulang tapi kemana?Sedangkan uang yang ia pegang sudah habis, untuk makan hari ini. Lalu bagaimana sekarang dan ke depannya? Dia harus me
Matahari nampak begitu cerah bagi sebagian orang, namun bagi pria berumur 19 tahun itu sama sekali tak ada cahaya yang terlihat, hidupnya selalu kosong. Bahkan kala melihat semua anak tahun ajaran baru yang berjejer rapih di lapangan, dia masih merasa kalau di dunia tak pernah ada orang di sana. Saat ini Dexter muda sedang berada di balkon sekolah, telah di lantai tiga dimana seluruh murid kelas 12 berada. Dexter tak pernah tertarik pada acara sekolah, dia cenderung menutup diri dan hanya tau menyibukkan hidup dengan belajar. Banyak piala yang dia dapatkan karena olimpiade atau perlombaan lainnya, itu pun para guru yang selalu menyuruhnya, kalau tidak dia tak akan mau. Sekaleng soda sudah dia tenggak habis, sambil terus menatap ke bawah. Manik matanya tak sengaja mengarahkan pada gadis yang menatap ke sana-kemari dengan mimik polos. "Dor!" ucap Angelina muda, yang mengangetkan Dexter, namun seperti biasa pria itu tak pernah terkejut, malah bersikap santai sambil melempar kaleng d
Beberapa hari kemudian, setelah di rasa benar-benar sembuh keduanya berangkat ke kantor agak siangan, walau sudah mengontrol dari rumah tapi tetap saja kerjaan nyata menumpuk semua di kantor pusat milik keluarganya.Saat baru masuk ke dalam lantai satu, tubuh Safira di peluk seseorang dari belakang. "Dor!" Dexter yang ada di belakang menoleh termasuk Safira yang kaget. "Aduh Neneng, ngagetin saya aja, kalau saya punya penyakit jantung Gimana?" Neneng teman baru Safira tak berani menjawab karena sang majikan ada di depannya, tepatnya sedang memperhatikan keduanya dengan serius. Karena tak ada jawaban, Safira menatap arah penglihatan teman barunya tersebut."Tuan muda, mau kopi pait atau apa? Nanti saya antar keruangan," ujar Safira, tapi Dexter malah mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya. "Beli sesuatu, nanti bagi ke semua karyawan!" ujar Dexter. Mata keduanya menatap tak percaya pada uang yang diberikan oleh bos mereka.Ada sekitar 3 juta di tangannya, tapi mereka bingung denga