Safira segera keluar setelah memberikan kopi pada Dexter, dan itu membuat Angelina menatap tak percaya padanya. Entah apa yang terjadi barusan, tapi wanita itu seperti tidak mengenali keduanya.
“Dexter, apa itu Safira?”Dexter yang hendak meminum kopinya terhenti, udara panas membuat dia meniup air hitam dalam gelas itu. “Seperti yang kamu lihat!”“Tapi kenapa dia tidak mengenaliku? Sombong sekali dia.”“Dia tidak sombong—hanya tidak ingat pada kita.”“Memang apa yang terjadi padanya?” tanya Angelina penasaran.“Amnesia.” Dexter menaruh minuman dan menyalakan laptop guna kembali bekerja, hari ini terlihat dari jadwal banyak pertemuan yang harus ia hadiri, termasuk nanti malam.Angelina terdiam lalu berjalan pergi.“Jangan ganggu dia! Jika kamu melakukan sesuatu yang tidak-tidak, aku tidak akan membiarkanmu berada di sampingku lagi!’ ujar Dexter pada Angelina sebelum wanita itu benar-benar pergi dari ruangannya.Brak! Pintu di tutup dengan keras, membuat Dexter hanya dapat menghembuskan nafas kasar, hal itu sudah biasa terjadi jika Angelina marah padanya. Dan entah berapa kali juga ia harus memperbaiki pintu karena ulah wanita itu.Saat sedang bersabar, sebuah telepon membuat Dexter menatap ponselnya, ketika tau siapa yang menelpon dia segera mengangkatnya. “Hallo!”.Sedangkan di sisi lain Angelina turun ke bawah menuju lantai dimana, Safira turun. Ia tak mendengarkan ancaman Dexter, karena sifat keras kepalanya yang sudah mendarah daging.Safira yang sekarang membawa kain pel juga ember, terkejut dengan tarikan tangan yang tiba-tiba ia dapatkan. Saat ia tau siapa yang berbuat hal itu, Safira hanya menatap diam bingung.“Lo pura-pura atau gimana sih?” tanya Angelina yang tak sabar, membuat kerutan di dahi wanita itu semakin bertambah banyak saja.“Ma-maksudnya apa ya, saya gak paham!”“Lo Safira kan?”“Iya nama saya Safira, lalu mbaknya yang ada di ruangan Tuan muda bukan?” tanya Safira dengan tatapan polos, sehingga membuat Angelina mendorong tangannya dan berakhir Safira yang jatuh bersama ember yang dirinya bawa.Sekarang kaki Safira basah karena air pelan yang ia bawa, wanita itu menatap Angelina dengan mimik heran. Kesalahan apa yang dia buat hingga wanita berbaju seksi itu mendorongnya hingga seperti ini.“Gue benci sikap lo yang gak tau diri itu!”Resepsionis memperhatikan itu dan segera merekamnya, ada yang cuma memperhatikan dari jauh karena tak mau terkena masalah dengan sekertaris bos mereka itu.“Mbak, salah saya apa?”“Halah pura-pura lupa kan Lo? Bilang aja Lo mau ngedeketin Dexter lagi biar dapet hartanya, Lo denger ya Lo gak bakal dapet sepeserpun dari dia! Lo denger itu!”Safira semakin tak paham dengan arah pembicaraan ini, apa mungkin dia dulu berteman dengan Dexter dan wanita ini menganggap dia hanya mengincar hartanya.“Mbak, saya bukan orang seperti itu! Apapun saya di masa lalu, saya yakin saya gak pernah mengincar uang Tuan muda.”“Halah omong kosong, maling mana ada yang ngaku sih? Kalau ngaku penjara penuh tau gak?”Safira menggeleng, dia berusaha bangkit hingga sebuah tangan, membuat wanita itu melihat ke atas kembali. Angelina yang tau kalau pria itu akan kemarin tak terkejut sama sekali namun Safira iya.“Mas Dexter!?”Angelina melipat tangannya kesal. “Terus aja belain cewek busuk itu!”Orang yang melihat pertengkaran ini, seperti melihat istri sah melabrak pelakor yang tersakiti. Sedang Dexter hanya bisa menghembuskan nafas kasar, wanita di depannya ini tak pernah tau apa itu ancaman.“Angelina, kamu udah buat saya muak. Mulai sekarang, saya pindahkan kamu tugas di luar kota.”“Gak mau.”“Pindah atau dipecat?” tanya Dexter dengan penekanan penuh di bagian akhir, dia sudah cukup sabar selama ini.Angelina yang kesal, segera mendorong lagi Safira yang sudah berdiri, membuat Dexter menatapnya marah. “ANGELINA.”“Kemana aja Lo Safira selama ini? Gue tau Lo itu cuma pura-pura lupa, masih suka kan Lo sama Dexter? Ngaku deh?” tanya Angelina yang membuat pria berumur 26 tahun itu segera menarik tubuhnya menjauh dari Safira yang berusaha mencerna apa yang dia dengar.Setelah keluar dari kantor, Dexter melepaskan cengkraman tangannya yang membuat Angelina tampak meringis tapi mimiknya masih sama kesal.“Ngapain sih kamu bawa aku keluar? Dan ngapain juga kamu bela si jalang itu? Selama ini yang ada untuk kamu, aku Dexter, cuma aku!”Mata Angelina sedikit berkaca-kaca, karena Dexter selalu menganggapnya sebelah mata.“Memang kamu mendekati aku karena apa? Karena kepopuleran juga uang bukan?” Angelina terdiam karena ucapan itu, sejak dulu Dexter memang amat populer, itupun tak luput dari wajah tampan juga harta yang berlimpah.Hanya saja tak ada yang berhasil mendekati Dexter, karena pria itu cenderung pribadi yang tertutup, namun Angelina berhasil karena kerap membantunya, yang membuat Dexter akhirnya menjadikan wanita itu teman.Walau Angelina mengaku pada semua orang bahwa dia adalah kekasihnya, tapi Dexter tak pernah menanggapi hal itu. Hingga sekarang, asal wanita itu masih berguna maka dia tak masalah, namun sikap cemburunya yang membuat Dexter selalu geram.Terlihat saat ini.“Lalu apa bedanya dengan jalang itu?” tanya Angelina yang tak terima dengan keterpojokan ini.“Bagaimanapun kamu tidak akan pernah sama dengan Safira, dia jauh lebih baik dari kamu!”Dexter segera pergi dari hadapan Angelina, dan terlihat di balik pintu kaca itu banyak orang yang mengerubungi Safira yang pingsan.Dengan cepat pria itu berlari ke arahnya, dan segera membawa Safira menuju rumah sakit, Angelina mengepalkan tangannya kesal. Kenapa harus Safira, kenapa harus gadis itu?Lihat saja apa yang ia lakukan nanti...Mata Safira terbuka perlahan, bau obat cukup menyengat membuat wanita itu sadar dia dimana, kepalanya terasa sakit.Berpikir keras selalu membuatnya berakhir seperti ini, namun ia tak pernah menyangka kalau Dexter akan selalu membawanya ke rumah sakit seperti sekarang.Cklek! Terdengar pintu terbuka, membuat Safira menoleh. Terlihat Dexter yang mantap gusar kearahnya, lalu segera berjalan mendekati wanita itu.“Sudah mendingan?”Safira berusaha bangkit, di bantu Dexter yang membuat detak jantung wanita itu tak beraturan, apa selama ini kebaikan pria itu ada hubungan dengan masa lalunya, bahkan mereka bukan sekedar teman lama?Pletak! Sebuah sentilan di kening, berhasil menyadarkan lamunan Safira. “Jangan berpikir terlalu keras!”Sekarang wanita itu menatap atas dengan mimik polos. Hal itu membuat Dexter hanya bisa menghembuskan nafas. “Jika kamu tidak banyak mengingat, pasti ingatan itu akan muncul dengan sendirinya! Maka nanti kamu akan tau aku siapa.”Dexter mengeluarkan kantung plastik yang berisikan obat dari sakunya, lalu dia meletakkan di meja samping ranjang rumah sakit.“Apa hubungan kita lebih dari teman?”“Apa hubungan kita lebih dari teman?” “Memangnya kamu berharap apa?” Safira hanya menunduk setelahnya. “Maaf mas, saya selama ini sudah sering merepotkan.” Dexter duduk di sofa yang ada di ruangan itu, kacamata yang terpasang di wajahnya ia lepaskan. “Gak usah di pikirin! Yang terpenting kamu sehat! Dokter bilang kamu minum itu kalau-kalau kepala kamu sakit lagi!” “Saya janji akan bekerja dengan tekun, demi membalas kebaikan, mas,” ucap Safira dengan penuh yakin, membuat Dexter mengangguk tanpa banyak bicara. “Laper gak?” “Sedikit sih mas,” balas Safira yang malu-malu, dia merasa semua kebaikan pria itu pasti ada alasannya, apa mungkin mereka sahabat, jadi pria itu amat baik seperti ini? “Aku sudah bilang jangan banyak berpikir!” ujar Dexter yang sekarang terlihat, memainkan ponselnya entah sedang apa. “Habis semua ini kayak teka-teki yang harus di pecahin gitu mas, saya penasaran banget soalnya.” Mata pria itu sekarang melihat kearahnya, yang membuat Safira merasa agak cangg
Safira bangun dari tidurnya, kala mendengar suara ketukan pintu, dia pikir jika Dexter sudah pulang, padahal pria itu bilang paling lambat malam nanti atau lusa, tapi kenapa tiba-tiba menjadi pagi. Pintu terbuka lebar, dengan Safira yang mengucek matanya, karena sedikit silau oleh cahaya matahari. "Mas, kok pulangnya cepet banget sih?" "Kamu?!" ucap Seorang wanita yang membuat Safira, melihat kedepannya dengan lebih teliti lagi. Ternyata itu bukan Dexter namun wanita berbibir merah dengan gelang emas banyak tak lupa dengan pakaian yang terlihat mahal juga mencolok itu. "Maaf, ibu siapa ya?" tanya Safira yang tak tau kalau di depannya ini, ibu Dexter. Tiba-tiba wanita itu menarik rambut, Safira dengan cukup kencang, tentu saja hal itu membuat Safira merasa kesakitan dan tak paham. "Aw aduh sakit, Bu." "Dasar jalang sialan, hilang selama bertahun-tahun sekarang kamu balik lagi dengan muka gak tau malu ya?" tanya wanita itu marah dan terus menarik rambut Safira. "Sa-saya salah apa
Suara petir yang tiba-tiba juga kilatannya membuat Safira memeluk tubuhnya dengan takut, dia tak pernah membayangkan akan berjalan tanpa arah tujuan seperti ini. Niat hati ingin membantu ibunya, malah dia yang sekarang butuh di bantu.Mengingat ibunya dia jadi rindu, bagaimana kabar wanita itu? Apa dia baik-baik saja? Suara derasnya hujan tiba-tiba juga tetesan air itu membuat Safira terpaksa berteduh di depan toko yang tutup.Dia melihat keatas langit, dimana bunga api yang menjalar itu membuat langit tampak seperti siang hari, terang, namun setelah kembali gelap. Apa itu yang dinamakan bahagia sesaat, kala ia sudah merasa cukup puas dengan hidup ada saja hal yang membuat semua itu luntur. Air mata menetes begitu saja, bersama dingin malam yang semakin lama semakin menusuk kulitnya. Safira memeluk tubuh sendiri guna menghangatkan badan, ia ingin pulang tapi kemana?Sedangkan uang yang ia pegang sudah habis, untuk makan hari ini. Lalu bagaimana sekarang dan ke depannya? Dia harus me
Matahari nampak begitu cerah bagi sebagian orang, namun bagi pria berumur 19 tahun itu sama sekali tak ada cahaya yang terlihat, hidupnya selalu kosong. Bahkan kala melihat semua anak tahun ajaran baru yang berjejer rapih di lapangan, dia masih merasa kalau di dunia tak pernah ada orang di sana. Saat ini Dexter muda sedang berada di balkon sekolah, telah di lantai tiga dimana seluruh murid kelas 12 berada. Dexter tak pernah tertarik pada acara sekolah, dia cenderung menutup diri dan hanya tau menyibukkan hidup dengan belajar. Banyak piala yang dia dapatkan karena olimpiade atau perlombaan lainnya, itu pun para guru yang selalu menyuruhnya, kalau tidak dia tak akan mau. Sekaleng soda sudah dia tenggak habis, sambil terus menatap ke bawah. Manik matanya tak sengaja mengarahkan pada gadis yang menatap ke sana-kemari dengan mimik polos. "Dor!" ucap Angelina muda, yang mengangetkan Dexter, namun seperti biasa pria itu tak pernah terkejut, malah bersikap santai sambil melempar kaleng d
Beberapa hari kemudian, setelah di rasa benar-benar sembuh keduanya berangkat ke kantor agak siangan, walau sudah mengontrol dari rumah tapi tetap saja kerjaan nyata menumpuk semua di kantor pusat milik keluarganya.Saat baru masuk ke dalam lantai satu, tubuh Safira di peluk seseorang dari belakang. "Dor!" Dexter yang ada di belakang menoleh termasuk Safira yang kaget. "Aduh Neneng, ngagetin saya aja, kalau saya punya penyakit jantung Gimana?" Neneng teman baru Safira tak berani menjawab karena sang majikan ada di depannya, tepatnya sedang memperhatikan keduanya dengan serius. Karena tak ada jawaban, Safira menatap arah penglihatan teman barunya tersebut."Tuan muda, mau kopi pait atau apa? Nanti saya antar keruangan," ujar Safira, tapi Dexter malah mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya. "Beli sesuatu, nanti bagi ke semua karyawan!" ujar Dexter. Mata keduanya menatap tak percaya pada uang yang diberikan oleh bos mereka.Ada sekitar 3 juta di tangannya, tapi mereka bingung denga
Mereka menaruh kue bolu yang sudah mereka bawa, ini baru sebagian sisanya masih banyak lagi, tapi kedua orang itu sudah sangat capek. "Gila rasanya kayak mau mati, udah mirip hajatan aja ini kalau di lihat-lihat," ucap Neneng yang ingin sekali mengangkat tangan ke arah kamera, kalau ada. "Mau gimana lagi? Sisanya masih banyak lagi, untung aja tukang kuenya garcep banget, kalau enggak sampai sore kayak gini." "Gini amat nyari duit, untung aja pakek motor kalau enggak udah gempor nih kaki." "Udah jangan ngeluh Mulu! Gak baik." "Intinya gue minta jatah ini mah," balas Neneng yang membuat Safira menggeleng, dia membawa kue-kue itu ke lantai selanjutnya, nanti mereka akan balik lagi untuk mengambil sisanya. "Kak, beli bunganya kak!" ucap seseorang yang membuat keduanya menoleh. Terlihat beberapa tangkai mawar merah yang sangat cantik di bungkus dengan plastik yang hias sedemikian rupa. "Maaf dek, gak minat bunga," ucap Neneng, tapi Safira menatap kasihan pada gadis muda yang mencond
"Anda menyukainya?" tanya Orlando tiba-tiba.Dexter menatapnya dengan tajam, Orlando sebenarnya tak menyukai Safira. Namun kecantikan yang natural dan sederhana, membuat dia tertarik saat tak sengaja menabrak wanita itu. "Bukan urusanmu!" balas Dexter yang kembali menatap layar laptopnya, sesekali tangan itu mengetik sesuatu. "Kamu di terima! Bilang pada papa jangan memata-mataiku! Terutama mama! Urusan Safira itu urusanku, dia tak harusnya mengatur itu!" Orlando terdiam sambil mengangguk, pria ini ternyata tau. Tugasnya bukan hanya sebagai pendamping namun juga ada tugas sebenarnya dibalik itu. "Baik Tuan muda." "Kamu boleh keluar! Mulai sekarang kamu yang akan mengatur semua jadwal saya, juga menjadi wakil jika saya tak ada." "Baik, saya paham." Dexter mengangguk, dia masih sibuk melihat apa yang ada di layar laptopnya, tanpa niat untuk melihat Orlando lagi. Setelah menunduk sebentar pria itu berjalan ke luar, membuat Dexter menatap kepergian dengan tatapan tak suka. ..Malam
Di dalam mobil Safira hanya menatap jalan, lagipula Dexter tak pernah mengajak ngobrol dan hanya fokus menyetir. Kejadian kemarin rupanya pria itu tak mengingatnya, membuat dia sedikit sedih. Ia kira pria itu memiliki rasa padanya, atau dia cuma iseng saja? Tapi bagaimana pun itu ciuman pertamanya, bagaimana orang yang sudah merebutnya bisa lupa. Sedari tadi Dexter merasa suasana hati Safira tak baik, walau ia hanya diam dan tak memperhatikan, namun terlihat dari gerakannya yang hanya melamun dan tak minat menatap apapun seperti biasanya membuat Dexter menebak hal itu. "Ada apa?" tanya Dexter yang membuat Safira menoleh, namun wanita itu menggeleng setelah. "Gak ada apa-apa mas." "Saat pagi, kamu terlihat begitu bersemangat dan sekarang senyuman itu luntur, apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Dexter, sedangkan Safira bergerutu di dalam hatinya, orang yang membuat dia seperti ini malah tidak merasa bersalah atas apa yang dia perbuat. "Beneran kok mas." "Laper?" tanya Dexter,