Share

PART 6 : TANDA HORMAT

Pagi harinya, suara masakan membuat Dexter yang baru saja bangun langsung beranjak pergi kebawah guna mengetahui apa yang dimasak wanita itu untuknya.

Aroma semerbak masakan membuat perutnya lapar, Dexter tak pernah menyewa pembantu di rumahnya. Kadang kalau dia sedang rajin, dia akan memasak makanan yang ia inginkan.

Dan kalau malas, maka roti dengan salai coklat adalah pilihan yang paling menjanjikan. “Masak apa kamu?”

Safira yang memakai celemek pink yang tak sengaja ia temukan menoleh pada sang majikan, ia melirik jam yang ada di dapur. Masih jam setengah enam, apa dia terlalu kencang menggoreng masakannya?

“Ah ini mas, masak capcay sama ayam goreng, mas mau sarapan?”

“Rajin banget kamu,” ucap Dexter yang duduk di kursi, sambil menatap masakan Safira.

“Hehehe tangan saya gatel mas, mau langsung masak. Di kampung ibu saya jualan apapun yang ada dan di kreasikan gitu.”

Dexter mengangguk, dia segera mengambil piring dan memakan masakan Safira. Wanita yang baru saja membuat wedang jahe menatapnya dengan penuh harap. “Gimana mas? Enak?”

Dexter mengangguk. “Lumayan.”

Safira memberikan minuman hangat itu padanya. Tentu saja membuat Dexter tak paham. “Apa ini?”

“Wedang jahe mas, suhu dingin gini bagus buat tubuh kalau minum itu, biar hangat!”

Setelah makan, Dexter merasa sangat kenyang. Dia duduk sebentar sambil memegangi perut yang sedikit membuncit karena kekenyangan.

Safira tertawa kecil melihat itu, dia puas dengan hasil kerjanya. “Gak mau nambah lagi mas? Masih banyak loh lauknya.”

“Bungkus aja! Bawa ke kantor!” ujar Dexter, yang membuat Safira mengangguk dan segera menyiapkan semuanya.

Tangan pria itu segera mengambil ponselnya sambil bersantai dengan kondisi tubuhnya sekarang. Terlihat di layar segi panjang itu sebuah pesan. “Cepat banget, tumben!”

“Kenapa mas?” tanya Safira yang berpikir pria itu berbicara dengannya.

“Ah ini dari sekertaris saya, kamu lanjutin aja kerjaan kamu!” ujar Dexter yang segera membalas pesan, sambil beranjak dari tempat duduknya.

.

.

Seorang wanita cantik dengan pakaian seksi dan tatapan serius, berjalan seirama yang membuat semuanya menunduk hormat, seakan wanita itu adalah bos di kantor.

Resepsionis yang sudah menunduk takut, guna tak di hampiri wanita yang cukup berkuasa setelah Dexter dan keluarga, ternyata malah datang mendekati mereka dengan mimik tajam.

Brak! Beberapa lembar kertas yang di putar menjadi bundar itu, di pukul di meja mereka yang membuat kedua resepsionis itu terkejut.

“Eh Bu Angelia, ada apa Bu?” tanya salah satu dari mereka, sambil tersenyum seramah mungkin pada sekertaris Tuan muda Dexter ini.

“Saya dengar Tuan muda kalian, membawa seorang wanita ya?” tanya Angelina penasaran, dia mendapatkan kabar dari mata-mata di kantor.

“Iya Bu, dia cuma ob kok, iyakan?” tanya orang itu lagi pada teman di sebelahnya. Tentu saja temannya mengangguk mengiyakan.

“Iya kok Bu, cuma OB gak lebih. Cuma saya dengar dia pembantu di rumah Tuan muda, jadi sebab itu mereka berangkat bareng!”

Angelina meremas kerasa yang ada di tangan dan sekali lagi gebrakan meja itu membuat keduanya terkejut. Setelah Angelina pergi dari sana, membuat kedua resepsionis itu menghela nafas lega sambil mengelus dada mereka.

“Sumpah baru juga bebas selama seminggu, udah balik lagi aja tuh nenek lampir!”

“Iya, mana belagu banget lagi tampangnya, kalau bukan karena Tuan muda, mana bisa dia di posisi itu.”

“Semoga aja Safira gak kenapa-kenapa.”

Sedangkan di depan Dexter berjalan lebih dulu, di susul Safira yang tampak merapihkan pakaiannya guna terkesan rapih di depan kepala OB.

Dia yang sudah tau, akan berpisah saat masuk kedalam, memilih kabur ke dapur guna membuat kopi untuk dirinya juga Dexter.

Sedangkan Dexter yang baru saja ingin masuk kedalam lift terkejut dengan Angelina yang terdiam di depannya dengan mimik kesal. Pria itu melihat ponselnya sebentar lalu masuk dengan acuh tak acuh.

Banyak pesan juga telepon yang tak ia angkat dari wanita itu, Dexter tak tau karena ponselnya dalam mode senyap.

“Siapa wanita itu?” tanya Angelina tiba-tiba, sontak saja Dexter menoleh sebenarnya lalu kembali melihat ponselnya, posisi Dexter di depan membelakangi Angelina.

“Untuk apa kamu tau?”

Angelina menatap kesal pria di depannya, Dexter adalah teman lamanya, sejak jaman smp dan sejak itu lah ia menyukai namun tak ada sedikitpun di hatinya membalas perasaannya.

Walau tau bagaimana perasaan, Dexter tampak tak perduli dan tetap menganggapnya sebagai teman baik.

“Kamu tau tentang perasaan aku kan Dexter?!”

“Tau, Angelina kita sudah membicarakan ini selama lebih 10 tahun,” balas Dexter tanpa menoleh sedikitpun.

“Dan selama itu kamu mengabaikannya!”

“Kamu akan menemukan yang lebih baik dari aku! Hanya saja dia belum nampak!”

Angelina menoleh ke samping dengan mimik yang sama. “Aku cuma mau kamu, Dexter.”

Dexter Jackson adalah pewaris resmi dari Jackson Grup, dimana nama belakangnya itu ialah sesuatu yang turun-temurun dari kakek buyutnya, dan begitupun perusahaan yang berdiri di bisnis makanan juga minuman, tapi tak jarang mereka menginvestasikan uang mereka untuk membangun resort, hotel dan restoran.

Itulah kenapa Dexter di sebut sebagai anak bersendok emas, karena terlahir di keluarga Jackson. Setiap generasi memiliki bisnisnya masing, namun keluarga Dexter yang paling unggul di bandingkan dengan saudara yang lain.

Karena Dexter adalah anak semata wayang, maka ayah Dexter menaruh harapan yang besar pada anak laki-lakinya, dan diluar dugaan Dexter bisa menyamakan kesuksesannya, membuat keluarga sang bangga, tapi bagi Dexter semua ini hanya kesibukan yang membuat dia lupa sesuatu hal.

Sesampainya di lantai tempat kerja Dexter, Angelina masih mengikuti hingga masuk, memang sudah menjadi rutinitas utama hal itu Angelina lakukan, entah untuk memberitahu kegiatan atau data perusahaan.

Ketika masuk sebuah bingkai di atas meja, membuat Angelina kembali kesal. “Lagi?”

Dexter segera mengambil barang itu dan menaruhnya di laci. Ini pagi yang amat cerah, sangat di sayangkan bila mana harus di mulai dengan percekcokan.

“Gadis itu meninggalkanmu, tapi kamu masih terus mengingatnya.”

Pria itu beruntung, karena semalam Safira tidak melihatnya, jika ia mungkin sakit kepala hebat itu akan terjadi lagi.

“Bisakah aku kerja dengan tenang? Jika kamu tidak nyaman denganku, kenapa tidak pergi saja, Angelina! Lama-lama aku muak denganmu.”

Angelina tak dapat berkata-kata, karena ucapan Dexter yang seperti biasa mengancamnya. Jika ia memiliki kekayaan yang sama dengan pria itu, dia akan meminta orang tuanya melamar Dexter sejak dulu kala.

“Aku hanya tidak suka kamu memilih rasa pada orang lain, Dexter.”

“Ini tubuhku, untuk apa kamu terus mengatur itu? Lebih baik fokus bekerja atau aku panggil satpam untuk mengusirmu.”

Saat tengah kesal, sebuah ketukan di pintu membuat keduanya menoleh, tak lama pintu terbuka memperlihatkan Safira yang membawa segelas kopi pait. “Maaf mas, kopinya.”

Angelina terkejut dengan Safira yang ada di sana, lalu ia menatap Dexter.

“Taro saja di sini!” ujar pria itu dengan santai, membuat Safira segera datang, lalu menunduk sebentar di depan Angelina sebagai tanda hormat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status