Beberapa tahun yang lalu ….Dimana gadis muda itu, mulai merasakan sisi lembut Dexter yang dulu tak pernah terlihat, pernah merasa curiga tapi Safira yang sudah terbuai tak lagi menghiraukan perasaan itu. Bahkan hubungan itu terasa seperti sedang pasangan kekasih, tapi juga terlihat seperti kakak beradik. Angelina yang melihat kedekatan keduanya merasa amat kesal, dan menghampiri Safira yang saat ini baru saja selesai membuang air kecil di kamar mandi, sahabat Dexter itu membawa dua orang temannya guna melakukan hal mengancam pada Safira. Safira muda yang merasa heran dengan kehadiran ketiga orang itu. “Ada apa ya kak Angel?” Angelina mendorong tubuh Safira hingga menabrak tembok di belakangnya, karena hal itu punggungnya terasa sakit sekarang dan ia memperlihatkan wajah meringis pada ketiga kakak kelasnya itu, namun mereka bukan kasihan atau panik malah tersenyum menyeringai.“Itu peringatan buat Lo! Karena Lo berani deketin Dexter gue,” ucap Angelina yang memasang tampang angkuh
Safira saat ini merasa gugup, dia membawa bunga mawar merah yang ia beli hasil uang tabungannya selama ini, demi sang pujaan hati yang sekarang telah lulus dari sekolah menengah atas itu. Banyak kakak kelasnya yang berdandan amat cantik juga begitu tampan dengan setelan jas yang mereka pakai, sedangkan anak kelas 10 sampai 11 hanya memakai baju batik sekolah sesuai aturan dari para guru. Walau tak secantik kakak kelas dua belas, tapi ia tak pantang mundur demi memberikan bunga itu. Matanya kesana kemari guna mencari keberadaan Dexter, namun saat ia melangkah maju bunga yang ia pegang jatuh. Melihat hal itu, tangannya hendak mengambil bunga tersebut, namun sepatu high heels malah menginjak bunga juga tangannya dengan begitu sadis. Safira melihat ke atas, ternyata itu Angelina, selama ini wanita itu memang kerap kali melakukan aksi gila, tapi Safira tak ingin memperpanjang masalah, lagipula Dexter tetap menjadi miliknya walau orang ini terus mengusiknya. “Sakit?” Dengan mata yang
Safira menatap Dexter dengan sedikit berkaca-kaca, lalu dia tersenyum dan mengangguk mau, siapa yang tidak mau bersanding dengan pria ini. Entah kenapa dia bisa menjilat ludahnya sendiri, karena dulu ia amat benci dengan lelaki ini. Tapi lambat laut, dia menyukainya, sikapnya pura-pura dingin di depan namun peduli dibelakang memberikan kesan lucu padanya, dia juga sangat menyukai pria ini, jauh di lubuk hatinya. "Iya kak, aku mau."Dexter tersenyum sambil menghela nafas, dia merasa lega juga bahagia mendapatkan jawaban dari Safira, bahkan rasanya ia tak pernah mendapatkan perasaan seperti sepanjang hidupnya. "Tapi kayaknya kita harus LDR deh," ucap Dexter yang membuat Safira yang tadinya tersenyum bahagia menatapnya bingung."Maksud kakak?" "Mama sama papa minta aku kuliah di luar negeri." Mendengar hal itu suasana hati Safira langsung berubah, dia menjatuhkan diri dari lelaki itu karena kesal, yang benar saja dia merasa sudah di bawa terbang tinggi namun pada akhirnya di hempasan
Setelah itu mereka beristirahat di tempat tidur masing-masing, hingga keesokan harinya sepasang kekasih itu keluar guna menikmati pemandangan kota, yang ditutupi salju. Safira berjalan dengan tangan yang memeluk tubuhnya, walau sudah pakai pakaian tebal, rasa dinginnya masih menusuk kulit, sungguh luar biasa orang-orang yang tinggal di sini. Dulu ia kira, tinggal di wilayah bersalju itu enak, karena bisa bermain salju kapan saja dan tak akan takut kegerahan karena cuacanya dingin, namun sekarang ia paham kalau Tuhan pencipta alam itu adil, karena setelah tau apa yang kita lihat enak, belum tentu ada semua kebaikan di sana. Pasti semua ada sisi positif dan negatifnya. Entah kenapa ia jadi rindu negara asalnya, dia jadi bersyukur dengan apa yang ia miliki di sana tanpa berpikir kalau dunia luar itu pasti enak. "Kenapa dingin?" tanya Dexter yang dibalas anggukan juga senyuman dari gadisnya itu. "Iya dingin kak, tapi kakak mau kuliah dim
"Siapa kau? Mengapa kau mengganggu pacarku?" tanya Dexter dengan menggunakan bahasa inggris, Safira yang melihat sang kekasih marah, segera berdiri dan bersembunyi dibelakang Dexter.Sejak Dexter pergi ke kamar mandi, bule yang entah dari mana asalnya ini malah mengganggunya, apalagi dengan bahasa asing yang tidak ia paham membuat Safira merasa semakin tak nyaman saja. "Kak." "Apa dia mengganggumu?" tanya Dexter, yang dibalas anggukan kepala Safira. Tapi karena tak ingin ada keributan, Safira menarik baju bagian belakang kekasihnya itu untuk pergi. "Kak, jangan buat keributan kita pergi aja yuk!" Dexter yang merasa kemarahan memuncak, mendengar ucapan Safira yang sedikit bergetar menandakan gadis itu takut berusaha menetralkan emosinya. Ia takut kalau ia benar-benar menghajar orang yang sedang di bantu orang-orang sekitar itu, membuat Safira malah semakin takut dan menjauhinya. "Ayo kita pergi!" ujar Dexter yang berbalik, sebelum bena
"Kamu yakin mau Ke kota?" tanya seorang wanita paruh baya, yang membuat wanita yang berumur 24 tahun itu tersenyum sambil merapihkan pakaiannya ke dalam tas. "Yakin lah Bu, masa enggak? Ini aku lagi ngapain keliatannya!?" balas anaknya, yang baru saja menutup tas hitam itu. "Tapi ibu masih takut gitu loh, kamu kan baru aja sembuh." "Bu! Itu udah bertahun-tahun lalu, emang ibu mau aku sakit terus?" tanya wanita yang bernama Safira itu, ia tau ibunya sangat menyayangi karena dia anak satu-satunya, namun ekonomi membuat dia harus melakukan ini. Karena ayahnya yang sudah meninggal mengharuskan wanita paruh baya itu bekerja lebih keras untuk menghidupi dia juga, dan ia sama sekali tak ingin merepotkannya. Mendengar kabar bahwa temannya memiliki lowongan pekerjaan di kota, membuat Safira memutuskan untuk ikut menyusul temannya tersebut untuk menyambung hidup. Kecelakaan yang membuat hilang ingatan sebagian, membuat dia sering sakit kepala jika berpikir terlalu keras membuat ibunya itu
Mata Safira perlahan membuka, terlihat ruangan yang di dominasi putih membuat wanita itu semakin membuka lebar matanya, tubuhnya bangkit dari tidur dan melihat tangannya yang sedang di berikan cairan infus. "Kenapa aku ada di sini?" tanyanya pada dirinya sendiri. Tak lama terdengar suara langkah kaki, yang membuat Safira bingung sekaligus penasaran, hingga pria yang membawanya makan itu terlihat berjalan sambil menatapnya datar. "Sudah mendingan?" tanya Dexter yang menaruh plastik yang berisikan macam-macam buah-buahan di meja samping ranjang. Setelah itu dia duduk di kursi samping ranjang, yang membuat Safira bingung. "Jika memang sakit! Jangan mengingatnya lagi!" ujar pria itu, yang mengambil salah satu buah dan mengupasnya dengan pisau. "Maaf ya jadi repot-repot, mas Dexter! Biasanya saya kalau sakit kepala minum obat, tapi saat di halte tadi saya kecopetan, uang, hp bahkan pakai saya raib. Padahal saya ke sini buat mau kerja." Satu potong apel, Dexter berikan Padanya, Sonta
Tok tok tok!Suara ketukan di pukul 9 malam, membuat yang berada di dalam menatap pintu lalu melihat lagi pekerjaan yang ada di layar laptopnya. "Mas! Ini saya!" panggil Safira, yang membuat Dexter bangkit dari tempat tidurnya. Pintu terbuka menampakkan pria tampan itu, yang memakai setelan biasa, berupa kaos juga celana pendek berwarna biru tua. "Ada apa?" Tak lama satu piring nasi goreng, Safira berikan pada pria tampan itu, yang tentu saja membuat Dexter menatap piring itu dengan tak minat. "Ini udah malem, kan kita pulang sore nih mas, jadi saya buat makanan pengganjal perut, karena di kulkas mas gak ada apa-apa jadi saya buat itu aja!" "Sebenarnya aku gak terlalu lapar, tapi makasih," balas. Dexter yang hendak kembali masuk, namun di tahan oleh Safira. "Kenapa lagi?" "Mas mau sarapan apa nanti pagi? Saya juga mau nanya pasar, mau belanja makanan, kasian kulkas mas Dexter, udah bagus gede tapi gak ada isinya." "Ada roti di lemari atas dekat kompor juga selai coklat, kamu ga