Di dalam mobil Safira hanya menatap jalan, lagipula Dexter tak pernah mengajak ngobrol dan hanya fokus menyetir. Kejadian kemarin rupanya pria itu tak mengingatnya, membuat dia sedikit sedih. Ia kira pria itu memiliki rasa padanya, atau dia cuma iseng saja? Tapi bagaimana pun itu ciuman pertamanya, bagaimana orang yang sudah merebutnya bisa lupa. Sedari tadi Dexter merasa suasana hati Safira tak baik, walau ia hanya diam dan tak memperhatikan, namun terlihat dari gerakannya yang hanya melamun dan tak minat menatap apapun seperti biasanya membuat Dexter menebak hal itu. "Ada apa?" tanya Dexter yang membuat Safira menoleh, namun wanita itu menggeleng setelah. "Gak ada apa-apa mas." "Saat pagi, kamu terlihat begitu bersemangat dan sekarang senyuman itu luntur, apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Dexter, sedangkan Safira bergerutu di dalam hatinya, orang yang membuat dia seperti ini malah tidak merasa bersalah atas apa yang dia perbuat. "Beneran kok mas." "Laper?" tanya Dexter,
Semakin hari soal yang diberikan semakin susah, bahkan Safira harus begadang demi mendapatkan jawaban yang tepat. Namun yang menyebalkan pria itu tak pernah puas dengan hasil yang ia perlihatkan. Lelaki itu hanya berkata dengan entengnya. "Cuma segini kemampuan Lo? Katanya siswi pinter dari desa, mana? Cuma soal kayak gini aja gak bisa jawab, benerin lagi!" Dan kertas itu di lempar begitu saja, membuat Safira semakin mengepalkan tangannya karena kesal. Saat ini bel masuk berbunyi, teman sebangkunya segera membangunkan Safira Karena setelah ada pengumuman tentang olimpiade dan gadis itu termasuk, Safira menjadi anak yang mudah mengantuk. "Safira! Fira!" Safira yang mendapatkan gerakan di bahunya segera bangun, dan mengucek matanya karena lengket sekali. Hari ini ia hampir tak tidur karena terus meriset soal yang diberikan di iblis itu, tak lama mulutnya terbuka lebar karena menguap."Begadang lagi Ra?" tanya teman sebangkunya yang sedikit prihatin karena kondisi Safira yang tampak k
Kembali ke masa sekarang, saat ini Dexter sedang melamun sambil menunggu Safira yang mencoba beberapa setelah baju yang cocok untuknya, walau sedari tadi gadis itu memohon padanya agar tidak berbelanja di toko yang semuanya barang bermerek, namun Dexter tetap memaksanya yang berakhir Safira pasrah dan mencoba semua baju itu. Sambil menunggu tak lupa ia juga mengingat tentang kenangan mereka, dan sialnya wanita itu malah lupa tentang keduanya setelah meninggalnya ke kampung dulu. "Tuan muda, lihatlah!" ujar seorang pelayan yang membuat Dexter menoleh, lalu menatap Safira yang ada di depannya. Wanita itu tampak tak nyaman dengan dress bunga-bunga dengan panjang selutut, namun bagian atasnya terbuka dan hanya menyisakan tali yang tak tebal di bahunya. Tak lama Dexter berdiri. "Aku ambil semua yang kalian berikan." Mendengar hal itu tentu mereka semua senang dan segera menyiapkan pesanan Dexter, sedangkan pria itu berjalan kearah Safira yang merasa tak nyaman dengan baju yang di pakai
Saat ini terlihat Neneng yang sedang mengangkat embel pelan dengan susah payah, setelah memberikan semua pesanan orang kantor, dia di suruh mengepel lantai satu. Namun karena cukup banyak orang yang bulak balik di sana membuat pekerjaan tak sudah-sudah.Orlando yang sedang menunggu kedatangan sang tuan mudanya, melihat hal itu dan segera membantu Neneng yang terlihat sangat kesusahan. Sedangkan gadis Sunda itu, kaget saat ada tangan yang menggantikan memegang ember itu, saat ia melihat siapa orangnya, matanya melebar seperti tak percaya. Apa ia sedang bermimpi? Pria tampan dengan rahang tegas itu membantunya, sekarang senyuman mengembang lebar lalu ia menutup mulutnya karena malu. Sedangkan Orlando merasa apa yang ada di tangannya itu tak terlalu berat, tapi kenapa wanita ini begitu terlihat susah, atau memang ingin simpati semua orang, ia melihat Neneng yang ia tau teman Safira. Sekarang gadis itu menatapnya tanpa berkedip. "Kamu kenapa?""Eneng teh kayak mimpi aa bantu Eneng," u
Langkah besar Dexter membuat masuk kedalam tempat yang penuh dengan sorotan lampu juga musik yang amat kencang, semua orang yang ada di sana bersorak juga berjoget untuk menghilangkan stress yang mereka alami atau sekedar bersenang-senang.Beberapa wanita yang tak sengaja berpapasan dengan Dexter, memasang wajah tertarik dan bahkan ada yang memegang tubuhnya dengan senyuman menggoda, tapi Dexter tak merespon. Dia terus melangkah maju, menuju seseorang yang saat ini sedang duduk sambil memegang gelas yang berisi wine yang merah memikat, sesekali tangan lentiknya berputar-putar membuat wine itu mengikuti arah tangannya. Rambut panjang terurai menyamping, tak lupa anting panjang berwarna silver yang terlihat di lapisi berlian itu menambah kesan elegan dari yang memakannya. Dexter menatap datar orang itu dan duduk di depannya membuat si wanita tersebut terkejut. "Ka-kapan kamu datang?" tanya Angelina, dia tak sadar karena asik melamun mencerna apa yang dikatakan Dexter kemarin. "Baru
Beberapa tahun silam dimana saat Dexter masih kecil, dia telah memperlihatkan tingkah yang aneh, dimana saat ini kedua orang tuanya baru saja pulang dan sengaja ingin melihat putra mereka, yang mereka dengar kerap kali menyakiti hewan peliharaan yang mereka belikan atau kadang membunuhnya.Terlihat saat ini Dexter kecil yang duduk membelakangi mereka dengan tubuh kucing di depannya. "Dexter sayang! Mama sama papa pulang!" Ketika anak itu berbalik alangkah terkejutnya ia melihat kepala kucing itu sudah terpisah dari tubuhnya, tangan Dexter juga berlumuran darah lengkap dengan pisau dapur yang ia pegang. Saat itu Dexter masih berumur 7 tahun, dan dokter bilang Dexter memilih gangguan mental karena depresi yang di alami, kurangnya perhatian membuat dia bisa melihat apapun lalu mencontohnya. Sejak itu Dexter selalu meminum obat dari dokter, walau ia tak mau ibunya selalu saja memaksa, membuat Dexter kesal juga marah. Sebelum wanita itu tak pernah peduli padanya dan ketika datang denga
Keesokan paginya Dexter berjalan turun kebawah dengan satu tangan memegang ponsel dan satu lagi memegang penyangga tangga, sedangkan Safira yang hampir tak bisa tidur karena memikirkan majikannya, malah melihat pria itu yang tampak biasa' saja seperti tak terjadi apa-apa. "Mas udah gak apa-apa?" tanya Safira yang penasaran. "Seperti yang kamu lihat! Aku bilang jangan khawatir!" ujar Dexter yang duduk di kursinya, dengan mata yang masih mantap layar ponsel di tangannya. "Gimana gak khawatir sih mas, orang mas aja keliatan pucet gitu. Lagian mas abis dari mana sih?" Tak lama Dexter meletakan ponselnya, Safira kira pria itu kesal, namun ucapannya malah membuat dia yang kesal. "Mau tau aja atau mau tau banget?" "Ih mas Dexter ini, ditanya bener-bener malah balasnya gitu," ucap Safira yang kesal, namun Dexter hanya tersenyum mendengarkannya, senyuman yang terkadang di perlihatkan itu membuat detak jantung berdebar cepat, intinya ketampanan dari pria berkacamata itu sangat memukau apal
"Si-siap ngapain mas?" tanya Safira yang masih berpikir jernih, kalau Dexter hanya sedang menggodanya. "Siap untuk menikah?" tanya Dexter yang sekarang menuangkan air putih ke gelas, dan itu membuat Safira menelan air ludahnya susah payah karena tak tau lagi harus bagaimana mana. Intinya ia senang juga terkejut tapi ia takut kalau pria itu hanya bercanda dengannya dan dia akan sedih setelah itu. Safira tertawa bodoh, dia memakan masakannya dengan wajah yang sudah memerah. "Mas, lagi bercandakan? Masa mas mau nikah sama saya? Nanti pacar mas gimana?" Dexter sejujurnya mulai muak dengan semua ini, tapi ia juga harus memikirkan tentang kondisi Safira, jika wanita itu kenapa-kenapa setelah ia bicara tentang hubungan mereka, maka bisa saja amnesia bertambah parah. "Buruan kita harus ke kantor!" ujar Dexter yang kembali melanjutkan makan tanpa berpikir tentang menjawab bertanya Safira, tentu saja gadis itu merasa kalau ia salah bicara hingga Dexter marah padanya. "Mas marah ya?" "Tid