Seketika mobil mewah Chan harus terpental akibat dorongan truk tronton dari arah berlawanan akibat kesalahannya sendiri karena menerobos lampu lalu lintas.
Suara benturan antar dua kendaraan tersebut mengejutkan ratusan warga yang berada di pusat kota tersebut. Seluruhnya terpaku melihat keadaan lalu lintas yang semakin kacau akibat kejadian ini, ditambah hujan yang masih deras.
Terlebih ada asap dari kap mobil masih tetap mengepul meski terguyur hujan, menjadikan langit siang itu menjadi semakin gelap keabu-abuan. Tak perlu menunggu waktu yang lama, sirine mobil patroli dan ambulans menyeruak ke seluruh penjuru kota.
Seluruh petugas turun tangan untuk mengevakuasi para korban dan meminta agar para warga yang berpartisipasi untuk segera menepi karena keadaan di sekitar kejadian perkara belum kondusif, masih bisa berpotensi kebakaran akibat benturan dua kendaraan ini. sejauh ini, korban yang telah berhasil di evakuasi telah tewas. supir truk dan koleganya. Hanya tinggal satu korban di dalam sana yang terampit tempat stirnya. Chan?
Seorang wanita dengan masker yang menutupi setengah wajahnya berusaha memasuki celah, berusaha untuk menyelamatkan satu orang yan tersisa itu.
"Nona, apa yang anda lakukan? ini sangat berbahaya." tukas salah seorang petugas sambil meraih satu lengan wanita berambut panjang itu.
"Aku harus menyelamatkannya, aku yakin dia masih hidup." ucapnya seraya berkedip meneteskan cairan bening yang telah berada di pelupuk matanya.
"Ini sudah tugas kami. kami akan segera menyelamatkannya." kalimat petugas tersebut membuatnya berpikir ulang.
"Baiklah. Selamatkan dia, aku tidak punya banyak waktu."
Sang petugas hanya mengangguk dan segera melaksanakan tugasnya, tanpa tau apa arti terselubung dari ucapan perempuan tersebut.
Beberapa petugas menyingkirkan puing-puing dari remuknya kendaraan tersebut, lalu menarik sosok berbalut kemaja putih garis-garis yang berlumuran darah di bagian kepalanya. namun saat korban berhasil di keluarkan, tim medis segera memeriksa denyut nadi di tangannya, bersamaan dengan berlarinya wanita tadi di bawah derasnya hujan.
"Dia masih hidup!" ucap salah seorang tim medis. dengan sigap, tim yanglain segera membawa Chan ke dalam ambulancs milik rumah sakit Wooridul, Daegu.
"Chan-ah!" teriak wanita itu sembari terisak menarik pergelangan tangan satu dari tim medis tersebut.
"Apa anda kerabatnya?" tanyanya iba melihat wanita tesebut terus menangis.
"T-tidak, tapi aku mengenalnya."
***
Kejadian tadi begitu membumi. Rumah Sakit Wooridul telah mempersiapkan segalanya demi menampung korban kecelakaan tersebut. Namun, hanya satu korban saja yang masih hidup. Park Chan, ia segera di larikan ke rumah sakit tersebut. wanita tadi turut berlaarian mengantar pria itu hingga ruang instalasi darurat.
"Mohon maaf, Anda tidak bisa masuk ke dalam, sebaiknya anda cukup menunggu disini!" pinta salah seorang perawat laki-laki.
"Tapi bagai---."
"Jangan khawatir, kami akan segera menanganinya." Kalimat terakhir perawat tersebut bagai cambuk baginya. perawat itu berbalik arah dan menghilang untuk masuk ke ruangan yang sangat tertutup itu.
Chan telah menggunakan seragam pasien. Nampak banyak luka yang menghiasi kepalanya, itu membuat Dokter Rose memutuskan untuk melakukan scan. Kemudian tubuhnya di bawa masuk ke dalam alat besar ct scanner. Karena kepala adalah bagian yang paling rawan jika sedikit saja terluka.
Dokter Rose bersiap untuk meneliti dan memeriksa melalui komputernya yang telah tersambung dengan ct scanner tersebut. Rose terlihat begitu cerdas dengan kacamata yang bersarang di matanya.
Dokter muda berusia 28 tahun yang memiliki nama asli, Seo Ji-Hyun ini terkenal dengan IQ superior yang dimiliknya. Ia hanya orang dari kalangan biasa yang bisa lulus dengan predikat cumlaude di universitas sungkyunkwan. Sempat melakukan pertukaran pelajar di Australia juga dan sekarang sedang dalam masa residensi tahun ketiga departemen bedah saraf.
Dari sana pula, ia mendapatkan panggilannya, Rose. karenanya berparas menawan nan anggun bak sekuntum bunga mawar, dengan pribadi yang hangat.
***
Rose keluar ruangan untuk berbincang beberapa hal mengenai tindakan selanjutnya untuk kepentingan pasien tersebut pada sang wali ataupun keluarga.
"Kemana wali Tuan Park?" matanya terus menerawang ke segala arah.
Seseorang berlari kecil menghampiri Rose, "Tadi saya menyuruhnya untuk menunggu di sini."
"Mungkin saja, tengah mengurus adminstrasi." tambah Perawat Shin. "Saya akan mencarinya."
"Baiklah, aku masuk dulu, ya!" Rose berbalik menuju ruang instalasi sambil memasukkan tangannya ke kantung jas putih yang dikenakannya.
Ia memerintahkan beberapa perawat untuk segera memasangkan infus pada Chan. Sesekali Rose menatap wajah pasiennya yang belum sadarkan diri itu, kemudian menatap layar komputernya lagi sambil mendengus kasar dan memijat keningnya pelan. seperti banyak beban ditambah menatap hasil scan otak milik Chan bersama dokter senior, Dokter Gyeon.
Di sisi lain, tanpa Rose tau ponsel berwarna rose gold yang ia tinggalkan di ruang kerjanya telah menyala-nyala, tanda ada panggilan masuk. di saat seperti ini, Rose tidak mungkin membawa benda pipih tersebut ke ruang instalasi.
***
Pemirsa, kecelakaan hebat yang terjadi di pusat Kota Daegu antara truk dengan mobil sedan tadi pagi menewaskan dua orang dari tiga korban. Sementara korban selamat merupakan Park Chan, CEO LEYO Studio. Dan sekarang dilarikan ke Rumah Sakit Wooridul, Daegu.
Berita kecelakaan tersebut telah menyebar luas ke seluruh penjuru korea selatan. terlebih ada sosok ternama yang menjadi korban di sana. wanita berambut panjang yang diikat itu menatap televisi yang berada di rumah sakit, mendengarkan seorang reporter menyampaikan kabarnya dengan tegas seraya menunduk menimbang banyak hal.
"Sebentar lagi keluarganya datang." Wanita pemilik kulit putih bersinar dari balik maskernya itu berdiri untuk segera beranjak dari tempat duduknya. Namun belum sampai lima langkah, ia harus terhenti.
"Permisi." Seorang perawat wanita membungkukkan setengah badannya, kemudian di susul oleh wanita itu. "Apa anda wali dari tuan Park Chan?"
"Aah~" Dengan segala pertimbangan ia mengangguk.
"Mari ikut saya untung mengisi data diri." pinta sang perawat ramah sembari menunjukkan jalan untuk wanita yang masih setia dengan masker hitamnya, bersamaan dengan keributan yang baru saja menyeruak di lobi rumah sakit.
Banyak wartawan yang mengikuti Park Sung-Kyun berjalan beserta Steave Jo di sampingnya. Sung-Kyun yang lebih sering di sapa Bibi Park ini adalah Bibi dari Chan.
Ia segera mencari ruangan instalasi tempat dimana Chan berada. sementara puluhan wartawan tertahan di depan lobby, dan tidak di perkenannkan untuk memasuki rumah sakit, karena akan sangat mengganggu.
Meskipun Chan dinyatakan selamat dalam tragedi tersebut, ada beribu rasa panik yang tergambar dari air wajah Bibi Park.
"Permisi." Steave menyapa seorang perawat yang lewat, di sambung dengan tundukannya sebagai rasa hormat. "Dimana ruang instalasi?"
"Ah.. Tuan Chan masih belum sadarkan diri namun sudah berada di ruang khusus, mungkin anda bisa menemui dokter yang menanganinya." jelas Perawat Shin.
"Baik, dokter siapa?" timpa Bibi Park tak ingin membuang waktu
"Dokter Gyeon Min-Hyun, namun karena beliau ada operasi terjadwal, ibu bisa menemui Dokter Rose di ruangan Dokter Gyeon. Dokter residen senior."
Keduanya memutuskan untuk berpencar. Steave menuju ruangan dimana Chan di rawat, sementara Bibi Park bersama Perawat Shin, melangkah menuju ruangan kerja Dokter Gyeon yang jaraknya tidak terlalu jauh dari ruang perawatan Chan.
Tok tok tok!
Perawat Shin membuka pintu dan membawa Bibi Park ke hadapan Dokter Rose bersamaan dengan Rose yang berdiri dengan kedua sudut bibir yang terangkat sambal membungkukkan badannya. lalu memberi anggukan kecil pada perawat shin untuk memperbolehkannya meninggalkan ruangan.
Rose menyodorkan tangan kanannya sebagai isyarat untuk mempersilakan Bibi Park untuk segera duduk. Ia mengangguk seraya menarik kursi dengan sebelah tangannya.
"Bagaimana keadaan keponakan saya?" Tanya Bibi Park cemas.
Rose menarik kedua sudut bibirnya seolah memberikan sedikit ketenangan untuk wanita berkepala lima ini "Keponakan ibu baik-baik saja. tapi saya butuh untuk membicarakan sedikit, mengenai kelanjutan penanganan Tuan Chan".
Bibi Park terlihat seksama mendengarkan Rose bertukas, "Apa itu?"
@ddablue_
Steave menarik napasnya sedalam yang ia bisa, kemudian menghembuskannya perlahan, embun yang di hasilkannya menggambarkan betapa abstrak pikirannya saat ini, terlebih melihat koleganya sendiri yang terkapar tak berdaya di atas ranjang di sebuah ruangan mewah yang terdapat di rumah sakit tersebut.Pria tinggi berparas menggemaskan itu terduduk di samping ranjang Chan, "Hal konyol apa lagi yang kau perbuat?"Steave menggeleng kepalanya samar. Ia telah bertahun-tahun berada di samping Chan, bahkan sejak mereka masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, tak ayal jika steave memahami betul sikap keras kepala Chan."Permisi."Seorang perawat wanita dengan setelan seragam berwarna ungu mua datang dengan membawa pirantinya, membuat Steave mengalihkan pandangan tepat pada sosoknya."Saya akan mengganti infus Tuan Park Chan." sambung perawat yang di ketahui dari nametagnya bernama Song Min-Ah."Ah, ya.. silakan." Steave mempersilakan sang perawat untuk masuk menyelesaikan tugasnya.Perawat
"Untuk itu saya akan pikirkan lagi dan perlu juga untuk dibicarakan oleh dokter pembimbing proposal saya. Lagipula untuk pasca operasi ini, Tuan Chan masih harus menetap disini." Ada bimbang dalam benak Rose. Disisi lain ia ingin menghabiskan waktunya di rumah sakit ini demi fokus menyelesaikan ujian terakhirnya."Aku kebetulan mengenal Direktur Kang dengan baik. Aku juga sempat berbicara dengannya. Tenang saja. Pasti akan ada keringanan. Kau juga sangat cerdas. Aku harap kau akan menerimanya, karena Chan butuh bimbingan ekstra untuk mental dan kesehatannya dan hanya Chan satu-satunya penerus perusahaan, aku tidak mau perusahaan mendiang ayahnya jatuh pada tangan orang lain. Aku yakin, kau bisa melakukannya." Tambah Bibi Park banyak menaruh harapan, mengingat banyak kerabat yang menginginkan LEYO Studio.Namun Rose masih butuh waktu untuk memikirkan itu. Menjadi seorang dokter pribadi? Sepertinya sangat sulit untuk Rose, meskipun akan ada keringangan dan kemudahan.Terlebih jika ia ha
"Chan-ah, Bibi disini, Nak." Bibi Park berucap seraya berkedip yang menjatuhkan bulir air matanya. Chan menggeleng kencang, entah apalagi yang ada di dalam benaknya. Dengan segala kekacauan yang tengah melandanya, ia melepas infus yang bersarang di punggung tangannya dengan sangat kasar. Bibi Park menejrit histeris seraya memegangi dadanya yang sangat pengap dan terus berusaha menarik nafas sekuat tenaga meski terasa berat. Rose dan residen juniornya yang baru saja membuka pintu ruangan tersebut terperanjat menyaksikan Bibi Park yang begitu lemah, sontak keduanya menghampiri wanita itu yang ditemukan kejang-kejang tersungkur di lantai. Dokter residen muda itu menyandarkan tubuh Bibi Park ke bahunya, sementara Rose menghubungi dokter spesialis paru-paru untuk segera datang ke ruangan tersebut. Tapi Chan tidak peduli dengan keadaan bibinya yang memiliki penyakit astma itu. Sekarang ia justru menurunkan kakinya untuk beranjak dari ranjangnya. Bahkan ia memaksa kakinya yang belum bisa
"A-apa Ailin yang dimaksud adalah kekasih Tuan Chan?" Selidik Rose dengan kemungkinan lain."Dia lebih dari kekasih. Chan bisa menganggapnya sebagai ibu ataupun kakak." Bibi Park menghembuskan napasnya perlahan sebelum melanjutkan kalimatnya lagi."Mereka sudah saling mengenal sejak Chan duduk di bangku SMA. Tepatnya Ailin satu tahun lebih tua darinya. Sampai pada Ailin yang masuk menjadi trainer musisi di LEYO Studio. Tepat di hari debutnya, tiga bulan lalu, dia menghilang. Semua bagai cambuk bagi Chan."Rose mendengus kencang. "Aku yakin itu sangat berat bagi Tuan Chan" Ia bisa membayangkan betapa rapuhnya pria tersebut. Sebab, Rose juga memiliki sosok yang sama berartinya seperti posisi Ailin pada Chan."Untuk membuatnya lupa tentang masa lalu.. itu diluar kuasaku. Tapi aku akan berusaha untuk membuatnya lebih baik." Sambung Rose lebih bersemangat. Karena memang itu tujuannya menjadi seorang dokter. Menyelamatkan orang-orang dari penyakitnya.Ada lega dari air muka bibi park yang te
Rose sempat memejamkan matanya sebelum cairan bening tersebut melucur dengan liar. Tapi semua itu jauh dari usahanya. Air mata mengalir dengan sangat cepat melintasi pipinya.Di saat lagu telah berakhir, keduanya melepas jemari dari tuts piano. Tapi Chan mengulangi lagi lirik terakhir lagu tersebut tanpa dentingan piano. Hanya ada suara bass yang mampu menyayat hati Rose.Pria itu benar-benar membuat suasana menjadi sangat sendu dengan kemampuan bernyanyi dan bermusiknya.Mata Chan terbelalak saat menemukan ada air yang menetes dari pelupuk mata Rose, "Kau menangis?""Ah.. benarkah?" Rose buru-buru menyeka air matanya, "Mungkin aku terlalu menghayati."Rose berusaha keras agar Chan tidak menanyainya lebih jauh seputar masa lalunya. Jika ia mengetahui apa yang tersembunyi, pasti Chan akan menggila dan merasa bersalah. Lalu, akan semakin sakit.Rose tidak ingin membuat orang lain menyalahkan dirinya sendiri. Karena itu adalah tipikal seorang Park Chan."Permainanmu sangat indah, Noona."
Chan memandangi danau buatan yang ada di pinggir taman rumah sakit tersebut. Angin yang berhembus terasa begitu sejuk. Air yang tenang dengan udara yang segar. Semua ini menjadi pemandangan yang ia cari selama ini. Selama hidupnya, ia tak pernah merasakan makna dari ketenangan yang sesungguhnya.Sejak kecil, ia telah menggeluti dunia hiburan sebagai artis dan model cilik. Semakin bertambah usia, semakin meraup kepopuleran yang luar biasa.Terlebih saat ia berkarir sebagai penyanyi dan musisi. Meskipun saat ini, ia tidak lagi aktif dalam dunia hiburan, bukan berarti ia harus berhenti dari sorotan media.Justru sekarang namanya jauh melambung dengan menggandeng selebriti ternama korea selatan sebagai pemegang saham terbesar dalam bidang entertainment. Rasanya, tak ada kesempatan untuk bisa duduk tenang menikmati hidupnya.Apa iya hidupnya akan secepat itu? Bahkan Chan belum sempat memaknai apa itu kehidupan. Rasanya seperti sebuah mimpi. Terbangun dalam keadaan sakit dengan penyakit yang
"Apa?! D-dokter Pribadi untuk Park Chan?!" Rose cukup tersentak mendengar penuturan Dokter Gyeon. "T-tapi.. kenapa harus saya? Saya masih harus menyelesaikan tahun terakhir masa residensi ini dengan baik." "Bagaimana dengan dokter lain?" Rose masih terus mencari kemungkinan lain. "Dokter lain siapa? Sejak awal yang ikut menangani Park Chan adalah Aku dan Kau. Juga ada beberapa dokter ortopedi yang membantu menangani patah tulang setelah operasi." Dokter Gyeon berusaha menjelaskan, "Dan penyakit yang diderita Park Chan baru ketahuan setelah kejadian nahas itu." "Hanya kita yang menangani Glioblastomanya sejak awal." tambahnya lagi, "Kau tau kan, banyak pasien lain yang menungguku? Aku tidak bisa merangkap sebagai dokter pribadi yang setidaknya harus fokus pada satu pasien." Rose mendengus bertenaga, "Saya ini masih residen! Lalu, apa saya harus menunda ujian proposal saya?" "Kita sudah bahas ini. Direktur, juga aku sebagai pembimbingmu... habiskanlah masa residenmu dengan mearwat P
Bibi Park sudah bisa kembali beraktifitas. Sesekali ia menghubungi Steave yang berkutat menggeluti perusahaan seorang diri. Namun, rupanya LEYO Studio masih tetap eksis dengan para artisnya yang semakin menguasai dunia hiburan Korea Selatan meski tanpa kepemimpinan CEO Chan.Semua staf memahami itu. Kini Steave tengah mempersiapkan lomba festival musik.Bibi Park melangkah menuju ruang rawat Chan. Membuka pintu dan mendapati keponakannya yang tengah melamun menatap dinding-dinding putih ruangannya."Chan." panggil Bibi Park sambil menarik satu kursi di samping keponakannya itu, lalu terduduk disana."Bibi? Apa kau baik-baik saja. Bagiamana dengan Bibi? Aku mengkhawatirkanmu." balas Chan yang telah terbangun dari lamunannya sambil berusaha untuk duduk."Tidak apa-apa." Bibi Park menahan pergerakan Chan agar ia tidak perlu bangkit, "Aku hanya kelelahan.""Maafkan Aku." kata Chan lirih. "Aku membuatmu kacau."Bibi Park merekahkan senyumnya. Mengusap kepala keponakannya itu lembut, "Sangat