Share

3. Lebih Kacau

Steave menarik napasnya sedalam yang ia bisa, kemudian menghembuskannya perlahan, embun yang di hasilkannya menggambarkan betapa abstrak pikirannya saat ini, terlebih melihat koleganya sendiri yang terkapar tak berdaya di atas ranjang di sebuah ruangan mewah yang terdapat di rumah sakit tersebut.

Pria tinggi berparas menggemaskan itu terduduk di samping ranjang Chan, "Hal konyol apa lagi yang kau perbuat?"

Steave menggeleng kepalanya samar. Ia telah bertahun-tahun berada di samping Chan, bahkan sejak mereka masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, tak ayal jika steave memahami betul sikap keras kepala Chan.

"Permisi."

Seorang perawat wanita dengan setelan seragam berwarna ungu mua datang dengan membawa pirantinya, membuat Steave mengalihkan pandangan tepat pada sosoknya.

"Saya akan mengganti infus Tuan Park Chan." sambung perawat yang di ketahui dari nametagnya bernama Song Min-Ah.

"Ah, ya.. silakan." Steave mempersilakan sang perawat untuk masuk menyelesaikan tugasnya.

Perawat Song menarik selang yang sudah sejak tadi bersarang di punggung tangan Chan, lalu meraih selang yang baru. menggantungkan infus di tiang khusus.

"Kapan Chan akan sadarkan diri?" Tanya Steave di tengah kesibukan Perawat Song.

Ia berbalik tepat setelah menyelesaikan tugasnya, "Yang saya tau Tuan Chan memerlukan tindak lanjut dari pengobatannya."

"Jadi dia masih butuh rangkaian perawatan lagi?" tanya Steave melebarkan matanya.

Karena jika masih ada rangkaian pengobatan lain, ini mungkin akan berlangsung lama yang membuat Steave harus super ekstra dalam mengatur perusahaannya. Jangankan Chan sakit, bahkan ketika dia waraspun, Steave juga harus mengeluarkan banyak tenaga dan pikirannya.

Perawat Song mengiyakan, "Untuk selanjutnya sudah diatur Dokter Gyeon dan Dokter Rose, juga tim lainnya." kemudian ia membungkuk, tanda ia harus segera mengerjakan tugas yang lain dan berakhir pada pintu yang ditutupnya pelan.

Steave berkacak pinggang menatap Chan yang terbaring lemah di atas bangkar, "Aiish.. kau ini menyusahkan saja."

***

"Sepertinya penyakit ini di sebabkan oleh trauma dan konsumsi obat penenang yang berlebih dan genetik." ungkap Rose sembari memeriksa hasil scan yang ia lakukan tadi. "Jadi, sebelum adanya kejadian ini, Tuan Park Chan sudah menderita penyakit ini."

Bibi park menarik satu nafasnya panjang. Menyadari satu yang pasti bahwa ayahnya Chan juga menderita penyakit yang sama, "Iya. Tapi apa harus sampai dioperasi? Separah itu?"

Chan memang sering sekali mengkonsumsi obat penenang melebihi dosis, jika terbelunggu suatu masalah.

"Glioblastoma salah satu jenis kanker ganas yang tumbuh di otak atau sumsum tulang belakang. Kanker ini dapat dialami siapa saja, tetapi lebih sering terjadi pada orang dewasa dan lansia." Rose berusaha menjelaskan dengan baik. Meski belum mendapat gelar spesialis, ia sudah sangat handal, karena kecerdasannya di atas rata-rata.

"Dan apa yang dialami Tuan Chan belum terlalu parah, alangkah lebih baik untuk melakukan operasi, demi mencegah penyebarannya." tukas Rose.

"Apa dengan dioperasi, Chan bias sembuh total?" Bibi park masih sangat mempertimbangkannya.

"Belum nyonya. Selama masa penyembuhan, Tuan Chan harus rajin kontrol ataupun rawat jalan agar bisa mendapatkan perawatan intensif di rumah." ucapan Rose membuat Bibi Park semakin pening.

Bagaimana bisa sesorang seperti Chan bisa menjalani kontrol rutin? terlebih dia sangat keras kepala. Bibi Park masih terus menimbang pikirannya hingga menciptakan detik-detik yang hening diantara keduanya.

Selang bebrapa detik, Bibi Park menatap bola mata Rose, "Lakukan operasi dulu, untuk selanjutnya aku akan pikirkan lagi".

***

Rose bersiap dengan baju dan celana senada dengan warna ungu terong. Menjadi asisten Dokter Gyeon.

Operasi akan diadakan 15 menit lagi, kemudian, ia merogoh lokernya untuk mencari maskernya, namun yang ia sentuh justru benda pipih yang menyala-nyala. Rose membulatkan matanya, melihat ada panggilan dengan nomor yang tidak di kenal sebanyak 18 kali.

Siapa itu? Ia mengusap layar ponselnya sembari membuka beberapa pesan yang masuk, salah satunya dengan nomor si penelpon itu.

Ji-Hyun Noona, aku sangat ingin berbicara denganmu, tapi aku tau kau sangat sibuk. Jadi aku hanya meninggalkan kotak di recepcionist, dan jika ada kesempatan, aku janji akan menemuimu pada waktu yang tepat.

Yook Min-Jae.

"Yook Min-Jae?" Rose seperti tidak asing mendengar nama itu. lalu ia menaruh ponselnya dan beralih untuk mencari lagi maskernya. Karena ia harus bersiap sebelum operasi dimulai

***

Selama proses operasi berlangsung, Bibi Park begitu harap-harap cemas seraya berjalan kesana kemari dengan mengepalkan tangannya ke dada.

"Bibi!"

Teriakan itu menghentikan pergerakan wanita yang masih menawan di usia yang lebih dari setengah abad. Steave berlari menghampirinya seraya menggenggam sesuatu.

"Apa yang kau bawa?" Tanya Bibi Park melihat ada benda yang terampit di antara jemarinya.

Steave menyodorkan sebuah majalah, "Bukan kah itu Dokter Rose yang menangani Chan?" selidik Steave memastikan sambil menunjukkan seseorang yang terpamapang di bagian cover majalah tersebut.

Dokter residen bedah saraf tahun ketiga dengan IQ superior, dr. Rose akan menjadi perwakilan dokter residen Korea Selatan dalam perkumpulan ikatan dokter dunia yang akan di selenggarakan di Den Haag, Belanda dalam periode dua tahun ke depan.

Seketika Bibi Park beradu pandang dengan Steave yang sekarang justru mengerutkan keningnya setelah membaca artikel tersebut. Steave berusaha menerka apa yang ada di pikiran wanita setengah abad berambut pendek tersebut.

"Mungkin ini yang terbaik." Gumam Bibi Park seraya mengais beberapa Pikirannya.

***

Chan sudah bisa di bawa ke ruangannya. Ia di bawa oleh beberapa perawat menuju kamar VIP yang di pilih Steave untuknya. Sementara Rose melepas masker dan sarung tangannya di kamar mandi seraya membersihkannya, lalu sesekali menatap wajahnya sendiri ke cermin, sambal mendengus kasar.

Hari ini ia berhasil dalam operasinya dan rasanya terlalu lelah untuk melakukan aktifitas apapun stelah berkutat melawan alat-alat tajam di sana.

"Rose" panggil Dokter Gyeon. Tanpa ini itu, Rose segera membungkukkan setengah badannya.

"Sepertinya wali dari Tuan Chan ingin berbicara denganmu. Mereka menunggu di depan ruang kerjamu."

"Baik, Dok." Rose menunduk lagi dan berlalu untuk kembali ke ruang kerjanya.

Nampak Bibi Park dan juga Steave telah menunggu di depan ruangan. Seketika Rose mempersilakan keduanya untuk masuk.

"Aku sudah memutuskan untuk kedepannya." Ucap Bibi Park mantap, membuat Rose melebarkan kedua matanya.

"Aku akan mengambil rawat jalan." Sambung Bibi Park lagi, karena tidak memungkinkan bagi seorang Chan untuk kontrol secara rutin ke rumah sakit, itu akan sangat menyulitkan dia dan pekerjaannya.

"Baiklah, berar---."

"Aku mau Dokter Rose yang menangani Chan selama rawat jalan." Timpa Bibi Park memututskan kalimat Rose. dalam artian sebagai dokter pribadi. Bibi Park telah mempertimbangkan seluruhnya, terlebih ada dorongan dari artikel yang membahas tentang biografi seorang Dokter Rose. Dia bukan sembarang dokter, dia dokter luar biasa. Semua itu membuat Bibi Park yakin jika Rose bisa menangani Chan.

"Y-ya?" Permintaan Bibi Park berhasil membuat Rose kehilangan akal.

Dokter pribadi? Ia bahkan masih harus menyelesaikan tesis dan segala kewajiban lain sampai mendapatkan gelar dokter spesialis. Dan tahun ini adalah tahunnya Rose berjuang lebih keras. Apa ia harus menundanya?

Drrrt drrt..

Steave merogoh kantung celananya untuk meraih ponsel yang singgah di sana. Membuka pesan yang baru saja masuk. "Jweseong haeyo. Saya harus kembali sekarang, ada rekaman hari ini" .

Bibi Park mengindahkannya, lalu memandangi punggung steave hingga ia benar-benar keluar dari ruangan. Rose menarik satu nafas panjang.

"Bagaimana Dokter Rose?" Tanya Bibi Park meminta kepastian.

@ddablue_

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status