Share

III. Siasat Amun

Dalam hitungan menit saja, sekujur tubuh Augustus dibanjiri keringat dingin. Otot dan sendinya lumpuh untuk sementara sehingga Augustus hanya mampu menutup mata selagi memanjatkan doa kepada dewa-dewi yang melindungi Pax Romana. Kentara sekali kekhawatiran terlukis di wajah Livia Drusilla—istri kesayangan Augustus yang dicintainya dari awal pertemuan mereka—begitu pula putra dan putri Augustus sementara Fioretta Giulia Caesonia menghilang bak ditelan kegelapan.

Untuk seperkian detik, Julia sempat berpikir Fioretta mencuri kesempatan demi menuliskan namanya pada perkamen kampanye Pax Romana berikutnya agar ia bisa meninggalkan Roma untuk sementara. Namun, prasangka Julia salah ketika Tiberius—putra tiri Augustus—berkata, "Kuharap kembalinya Fioretta membawakan penawar."

"Ke mana Fioretta menghilang sebenarnya?" Julia pun melontarkan kalimat itu seketika. Ibunya tak mengindahkan begitu pula Cornelia, tapi Tiberius bersedia menjawab. "Kurasa dia mengetahui sesuatu. Dia mencoba mendapatkan penawar itu."

"Penawar? Ayah hanya tersayat belati."

"Dan belati biasa tak akan membuatnya mati rasa, Julia." Kekhawatiran Cornelia disingkirkan sementara untuk menanggapi ucapan Julia. Berharap gadis itu tak akan menanyakan apa pun setelah ini.

Beruntunglah Julia akhirnya terdiam dan memilih mendedikasikan waktunya untuk berdoa sementara Tiberius perlahan undur diri setelah menerima pesan melalui bisikan seorang senator. Mereka menyadari kepergian Tiberius, tapi tak seorang pun ingin menanyakannya. Dan langkah yang Tiberius ambil kini menuntunnya kepada halaman kediaman Kaisar Augustus di mana air mancur termasyhurnya menyaksikan pertikaian kecil yang membuat lebih dari selusin pria menodongkan pedang mereka.

Sepasang pria berwajah Timur Tengah berada di tengah-tengah kepungan pasukan bersenjata sementara seorang gadis yang Tiberius kenal berusaha keras membuat pasukan itu menurunkan senjata mereka.

Tiberius mengangkat tangan kanannya sehingga keributan yang tercipta diambil alih keheningan seketika. "Katakan apa maksudmu mencegah para penjaga mengambil tindakan, Fioretta?!" ucap Tiberius lantang dan Fioretta pun seketika menjawab, "Belati itu adalah sumber kesakitan kaisar. Apabila seseorang menginginkan sesuatu dari kaisar, kemudian ia menyakitinya, maka itu adalah gertakan. Aku yakin, Tiberius, Caesarion sang Firaun dari Mesir memiliki penawar yang dimaksud."

"Baik." Tiberius tak membutuhkan waktu lama untuk menerima pernyataan Fioretta. "Ambil penawarnya dan hukum Caesarion sang Firaun dan tangan kanannya atas usaha mencelakai Kaisar Augustus atau justru usaha pembunuhan?" Sepasang matanya menyipit di akhir kalimat.

"Bagaimana jika aku tak memiliki penawarnya?" tanya Caesarion. Senyuman tak menyertai seolah pernyataannya sungguh benar. "Kau akan memerintahkan mereka menghukumku? Kemudian membunuhku? Sementara Kaisar Augustus sekarat di dalam sana dan sebentar lagi menemui ajalnya. Habis sudah pewaris Romawi dalam satu malam. Setidaknya, salah satu dari kami harus bertahan hidup untuk memimpin Kekaisaran ini."

Keheningan mengambil alih sesaat. Namun, Tiberius yang masih muda tak memiliki pemikiran yang dangkal. Sehingga dengan cepat ia memutuskan. "Maka Romawi akan di bawah pimpinanku. Aku pewaris sah Kaisar Augustus. Jika kau tak memiliki penawarnya, maka hilanglah lagi nyawamu setelah ini. Bahkan kami tak akan membalsem tubuhmu untuk dijadikan mumi seperti tradisi di tempat asalmu. Tak ada penghormatan untuk seorang pembunuh kaisar."

"Kita tak akan tahu dia memiliki penawar itu atau tidak jika kita tak memeriksanya." Fioretta kembali memberikan saran sementara Caesarion segera menjawab, "Dan aku tak bersedia diperiksa oleh sekelompok penjaga bersenjata. Mereka bisa menipuku hanya untuk menusukkan pedang kotor mereka menembus tubuhku."

Fioretta pun segera memutar lehernya untuk menatap Caesarion sebelum menjawab, "Maka aku yang akan memeriksanya sendiri." Sepasang matanya kini jatuh memandang Tiberius. "Kau memercayaiku, 'kan? Tiberius?" Pemuda itu mengangguk sehingga Fioretta menembus sekelompok penjaga bersenjata itu untuk menjelajahi setiap celah pakaian sang Firaun.

Beberapa titik tempat yang biasa untuk menyembunyikan benda semacam penawar atau ramuan tak memberikan kebenaran sehingga Fioretta berkata, "Lepaskan diademmu, Firaun." Maka Caesarion melakukan perintah itu dan Fioretta masih tak bisa menemukan barang yang dicarinya.

Beralihlah gadis itu dari tubuh Caesarion ke tangan kanannya. "Siapa namamu?" tanya Fioretta yang mana membuat pria itu terkejut untuk sesaat. "Amun," jawabnya kemudian.

"Baiklah, Amun. Rupanya kau yang memiliki penawar itu bukan sang Firaun," ucapnya seraya menunjukkan sebotol kecil cairan khas ramuan yang ia dapatkan dari saku belakang celana Amun.

Amun tak tampak senang. Ia hampir merebut ulang benda itu tapi Fioretta berhasil mempertahankan si penawar dalam genggamannya. Kemudian ia menunjukkannya kepada Tiberius dari kejauhan dan berkata, "Intuisiku tak pernah salah, Tiberius."

Tiberius pun tampak puas sehingga ia menundukkan kepalanya singkat sebelum berkata, "Bawa mereka ke penjara sampai perintah Kaisar Augustus berikutnya." Para penjaga setuju dan mulai mengunci pergerakan serta memunguti senjata keduanya.

Ketika Fioretta perlahan menarik diri dari keberadan sepasang pria Timur Tengah itu, ia sempat mendengar Amun berbisik, "Jangan!" sehingga ia memutar leher untuk menatap kepergian Amun dan Caesarion yang tampak melawan. Dalam keheningan yang Fioretta rasakan, keraguan kembali tiba meski benda yang dicarinya ada di genggaman tangan. Lamunannya itu akhirnya pudar ketika Tiberius memanggil namanya dan meminta gadis itu mengikutinya.

Langkah demi langkah yang Fioretta ambil menuju Augustus kini meninggalkan jejak keraguan. Sempat ia berkata, "Bagaimana jika kita kembali memeriksa Caesarion dan Amun?" kepada Tiberius. Namun, pemuda itu hanya menjawab, "Siapa Amun? Apakah itu nama tangan kanannya?" Maka Fioretta mengangguk.

"Ayah sekarat saat ini. Tindakanmu yang satu ini akan mempercepat kematiannya." Dan Tiberius dikejutkan dengan aksi Fioretta yang memblokir jalannya. "Bagaimana jika ini—" Ia menunjukkan penawar itu. "—yang mempercepat kematian Octavianus?"

"Apa maksudmu?"

"Tadi, sebelum para penjaga menyeret Caesarion dan Amun ke penjara, Amun berbisik jangan. Bagaimana jika dia memperingatkanku soal penawar ini? Bagaimana jika benda ini bukan penawar melainkan racun?"

"Apa kau yakin itu bukan siasat Amun? Ia kemungkinan hanya tak ingin kau menemukan penawar itu karena dirinya mendukung Caesarion."

Napas yang Fioretta embuskan beserta angkatan sepasang bahu menuntunnya untuk berkata, "Entahlah, Tiberius. Tapi firasatku menjadi buruk seketika."

"Lantas, bagaimana dengan ayah? Akankah kita mengabaikannya begitu saja ketika penawar itu sudah kita miliki?"

Fioretta yang terdiam untuk sesaat, kini membuka mulut untuk mengatakan, "Bagaimana jika kita mengetesnya?" Dan Tiberius tak tampak senang dengan saran yang satu ini. "Kau ingin mencobanya?"

"Tidak." Ia menggelengkan kepala. "Bukan kita yang akan mencobanya tetapi Caesarion. Jika benda ini racun, maka dia akan mati seketika." Tak butuh waktu lama bagi Tiberius untuk mempertimbangkan saran Fioretta. Lagi pula apabila dia tak segera memutuskan suatu perkara, maka nyawa ayahnya bisa saja melayang saat itu juga.

Keduanya pun berlari menyusuri malam Roma yang anginnya tak begitu menggigit tubuh. Beberapa langkah terlampaui, akhirnya mereka tiba di tempat yang diharapkan. Cesarion dan Amun berada dalam sel tahanan terpisah. Mereka jelas melewati sel Amun di mana pria itu sempat bertukar tatap dengan Fioretta—tatapan yang meyakinkan Fioretta bahwa benda itu adalah racun. Kemudian mereka bersimpuh di hadapan sel Caesarion.

Memanggilnya untuk mendekat, Caesarion pun menampakkan batang hidung dan wajah kesalnya yang tak mendapatkan sedikit penghormatan pun. Ia mengutarakan perasaan itu dengan berkata, "Dulu, aku adalah pria yang memiliki wibawa. Dihormati seluruh Mesir. Lalu orang-orang Romawi mengambil itu semua dariku! Pantaskah Octavianus menerima penawar itu?!"

"Minumlah penawar ini, Caesarion," ucap Fioretta seketika yang mana menumbuhkan tanda tanya pada wajah Caesarion. "Jika ini sungguh penawar, maka kau tak akan mati setelah menelannya. Lakukan segera, maka kau akan bebas." Dan Tiberius yang tak setuju segera melirik Fioretta bermaksud menghardikanya.

Namun, Caesarion segera merebut ramuan itu dari tangan Fioretta sehingga Tiberius lebih penasaran dengan efek dari ramuan yang akan dicicipi Caesarion.

"Kupegang janjimu ..." Ia menggantung ucapannya dan Fioretta pun seketika menjawab, "Fioretta."

"Ya!" Dia mengangkat telunjuknya. "Fioretta. Kupegang janjimu, Fioretta. Jika aku telah membuktikan ramuan ini bukan racun tetapi penawar dan kau melanggar janjimu, apa yang kau jaminkan?"

"Dia akan menjadi pelayanmu," jawab Tiberius cepat sementara Fioretta yang tak setuju seketika mengoreksi, "Kau dapatkan Romawi Timur." Tampaknya tawaran Fioretta lebih menarik Caesarion ketimbang milik Tiberius. Maka, meskipun Tiberius tak setuju sama sekali dengan ucapan Fioretta, Caesarion tak menunggu perintah keduanya. Ia segera meneguk habis ramuan itu dan napasnya masih mengalir normal seperti biasa.

Artinya, ramuan itu adalah penawar bukan racun.

"Baiklah. Bebaskan aku sekarang atau kudapatkan Romawi Timur."

"Berikan sisa ramuannya, maka kami akan membebaskanmu," ucap Tiberius tapi Caesarion hanya mengangkat sebotol kecil ramuan kosong. "Sayang sekali ramuan itu sudah habis, setidaknya sudah kubuktikan benda ini adalah penawar. Sekarang bebaskan aku."

Kemarahan jelas mengambil alih seluruh hati Tiberius. Ingin rasanya ia mencekik Fioretta atas ide bodohnya itu. Ia juga ingin menghardik dirinya yang terbujuk untuk menyetujui saran gadis itu.

"Sekarang bagaimana?!" Emosinya yang meledak ditumpahkan kepada Fioretta seorang. "Terima kasih untuk ide bodohmu dan penawaranmu karena aku tak akan membebaskan pria yang akan merenggut nyawa ayahku!"

"Kita tak mengharapkannya menghabiskan sebotol ramuan itu!"

"Lantas, kesalahan siapa itu semua? Kau yang memberikan botol itu padanya!"

"Dia merebutnya dariku." Dan suara Fioretta melemah di akhir kalimat sementara Tiberius bersorak memanggil salah seorang penjaga.

Diperintahkanlah penjaga itu membuka sel tahanan Caesarion tapi bukan untuk membebaskan pria itu, melainkan mendorong Fioretta masuk untuk menanti keputusan senat mengenai hukuman setimpal atas perbuatan mereka—terutama kecerobohan Fioretta.

Ketika tangan seorang penjaga secara sengaja mendorong Fioretta menuju kegelapan penjara bawah tanah Romawi, Caesarion segera mengulurkan lengannya untuk mencegah tubuh gadis itu menghantam tanah. Ia pun sempat melirik penjaga tersebut selagi berkata, "Jangan kasar terhadap wanita!" Yang mana hal itu menumbuhkan atensi sengit milik Tiberius.

Membawa kekecewaan yang digerogoti amarah, Tiberius perlahan pergi dari sana. Penjaga itu pun mulai menggulatkan ujung kuncinya dengan lubang kunci pintu bertepatan dengan didorongnya Caesarion oleh si gadis yang dibelanya melalui gertakan. Beruntung tubuh Caesarion tak limbung meskipun gadis itu tak tampak peduli dan justru mengaitkan jemarinya pada jeruji besi untuk meneriakkan nama keponakan tak berhubungan darahnya.

Namun, Tiberius tak pernah kembali. Bahkan ketika Caesarion menyebelahi gadis itu untuk bertukar atensi nyalang angkara dengan si penjaga yang perlahan menarik diri menjauh.

Maka ratusan bahkan ribuan kata maaf ataupun penjelasan tak akan didengar Tiberius yang dengan penuh amarah meninggalkan lorong penjara. Semua kata yang terlontar dari bibir Fioretta terbuang sia-sia. Dan yang bisa ia lakukan hanyalah merengkuh tubuhnya sendiri dalam sudut sel tahanan selagi menanti hari pengadilan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status