Share

02 Crazy Solution

Liana harus memutar otaknya, bagaimana dia bisa bertemu dengan pria dengan cepat agar bisa dibawa ke pernikahan Alea. Tidak mungkin Javas, karena orang tuanya tahu, hubungan Liana dan Javas sudah seperti kakak adik, belum lagi kebenaran kalau Javas sudah memiliki kekasih.

Meskipun Liana ingin tidak datang ke pernikahan adiknya, dia selalu memikirkan apa yang diperintahkan oleh orang tuanya, seakan pikirannya sudah disetting untuk datang bersama seorang laki-laki dan memeperkenalkan pada orang tuanya itu menjadi kalimat wajib yang harus dia kerjakan.

"Mikirin apa kamu?" Seorang pria masuk ke dalam apartement nya tanpa permisi itu sudah biasa, selain anak buahnya, pria ini juga mendapat akses bebas di sini.

"Mau tahu saja." Liana tampak lebih santai dari pada yang kalian bayangkan diawal. Karena Liana punya prinsip, penampilan akan menunjangnya untuk bersikap lebih kejam lagi.

"Bilang saja padaku, mana tahu aku bisa bantu." Pria bernama Cakrawala Janardana itu adalah teman dekat Liana. Cukup dekat dan hanya sebatas teman bagi Liana.

Liana mengubah duduknya, dia tampak dalam mood yang buruk, apa lagi belum ada kabar dari pria yang punya utang waktu itu. Pikirannya terbagi ke sana ke mari, dia ingin hidup santai sejenak saja sepertinya sulit, tekanan yang ada disekitarnya malah memperburuk harinya.

"Aku harus mencari pacar untuk datang ke pernikahan Alena," ucap Liana. Jujur saja, dia bingung. Kreteria laki-laki yang orang tuanya inginkan sangat tinggi, apa lagi melihat latar belakang calon suami Alena yang seorang anak konglomerat dan juga pengusaha sukses, semakin menyulitkan Liana untuk mencari pasangan hidup.

Setidaknya yang orang tuanya inginkan pasti harus setara dengan calon suami Alena. Banyak orang kaya di sini, tapi pasti mereka tidak punya waktu untuk mengurusi masalah Liana.

Selama hidup, Liana selalu kalah dengan Alena. Alena yang cantik, Alena yang pintar, Alena yang karirnya bagus, Alena yang segalanya baik, orang tua mereka selalu membangga-banggakan Alena dan Liana hanya gadis yang harus mengikuti semua perintah dan arahan orang tuanya.

"Ooh, masalah kamu setiap tahun selalu sama, selalu tentang cari pacar, padahal kamu sudah pernah pacaran dulu," ucap Cakra.

"Jangan membahas masa lalu bodoh itu, aku malas mendengar namanya saja," ketus Liana.

"Ya sudah, aku akan mencarikan kamu pacar, mungkin bisa kamu bawa ke rumah orang tua kamu," usul Cakra.

"Tidak mau, laki-laki pilihan kamu itu aneh-aneh. Sekali lihat saja, mereka pasti sudah tau kalau itu adalah orang tidak jelas seperti kamu," sindir Liana.

"Lalu bagaimana?" Cakra sudah biasa menanggapi sindiran ataupun kata kasar yang keluar dari mulut Liana, dia sudah bertahun-tahun dengan Liana dan semuanya terasa datar, tapi tetap saja ada sisi lain yang membuat Cakra bertahan menjadi teman untuk Liana.

"Apa aku tidak datang saja ke nikahan Alena ya?"

"Ini pernikahan adik kamu sendiri, apa kata orang kalau kamu tidak datang."

"Mereka juga tidak pernah tahu kalau Alena punya kakak yang tidak berguna sepertiku." Liana menghela nafas untuk dirinya sendiri, kenapa tuhan menciptakan Liana tanpa kelebihan apapun selain cantik.

"Kalau begitu datang saja sebagai tamu undangan, ya kamu harus cari pacar yang penting."

"Kalau itu, aku juga maunya begitu, kau tidak perlu susah berpikir karena aku sudah tahu. Masalahnya mencari pasangan yang perfect, seperti yang orang tuaku inginkan itu susah dicari, dimana ada orang kaya, baik, tampan, penyayang, bertubuh bagus yang mau orang kasar sepertiku?"

Cakra pun diam, dia yang laki-laki saja merasa tidak ada pria sempurna seperti yang Liana cari, kalau laki-laki brengsek itu banyak, termasuk Cakra salah satunya.

"Akhirnya memang aku akan kalahlagi dari Alena..." ucap Liana pasrah.

"Kenapa kamu tidak mencari pacar bayaran saja. Terus kamu bisa atur dia dengan uang kamu, buat dia jadi orang yang perfect seperti yang kamu bilang itu." Cakra pergi ke dapur setelah menyelesaikan dialognya.

Wanita yang beberapa bulan lagi itu akan berusia 30 tahun itu kembali ke rutinitas biasanya, menjadi salah satu kepala bagian dari apa yang ditugaskan oleh Papanya.

"Bagaimana? Sudah ada kabar dari dia?" tanya Liana pada seorang anak buahnya.

"Belum ada, sepertinya dia mencoba kabur."

"Cari dia. Jangan sampai dia lepas. Atau kepala kalian akan bolong aku buat." Liana memang cukup kejam saat bekerja. Dia tidak akan segan untuk mengakhiri hidup seseorang yang melawannya.

Anak sulung dari 2 bersaudara itu sebenarnya adalah anak yang pintar, hanya saja dia tidak suka belajar. Dia lebih suka melakukan aksi-aksi dari pada mempelajari teori.

Lalu tuan Ronald yang melihat potensi putri sulungnya itu pun mengarahkan, Liana diajari seni bela diri dari berbagai belahan dunia. Dia mendapat beberapa gelar di beberapa cabang seni bela diri.

Jangan heran bila wanita itu memukul orang akan sulit berhenti, ditambah tempramennya yang buruk juga ikut andil dalam kekejaman prilakunya itu.

Seorang laki-laki bertekuk lutut di hadapan Liana. Wajahnya juga sudah lebam, beberapa lebam lama dan banyak lebam baru di wajahnya. Sudut bibirnya pun sudah pecah dan meninggalkan darah.

"Again and again. Liar!" Liana tampak santai di kursinya.

Pria itu tampak pasrah dengan apa yang mereka lakukan. Dia yakin ini akan berakhir jika dia mati. Lihat saja semua pukulan yang dilakukan anak buah Liana pada tubuhnya, dia yakin bukan hanya luarnya saja yang lebam, pasti ada beberapa tulangnya yang bergeser atau retak di dalam sana.

"Tampaknya kamu memang ingin dijual." Kekeh Liana. Wanita itu mendekati si pria.

Wanita itu berjongkok, menarik dagu si pria hingga Liana dapat melihat wajah pria itu.

"Kamu cukup tampan, hargamu pasti mahal."

Liana menepuk pipi pria itu dengan pelan, tandanya dia ingin bermain-main.

"Name?"

"Sakhala Poldi," ucap pria itu lemas.

Liana menggerakan tangannya, memberi isyarat agar anak buahnya pergi dari ruangannya.

"Bangun!" Liana kembali ke kursinya. Membiarkan tissue pada pria itu.

"Bersihkan lukamu."

Sakha terdiam setelah menangkap gulungan tissue yang dilempar wanita sadis di depannya itu. Bagaimana dia bisa berubah setelah mendengar nama Sakha. Apa ada magic dinamanya sampai-sampai wanita itu bersikap baik padanya.

"Cepat bersihkan atau saya akan menambah luka kamu." Nada ancaman itu sukses membuat Sakha sadar.

"I... Iya." Sakha menurut.

Sakhala Poldi, seorang pria yang terlibat hutang karena keluarganya menggunakan namanya saat mengambil pinjaman dari debt collector seperti orang di hadapannya. Dia pun harus keluar dari pekerjaannya untuk mendapat dana pensiun dini untuk membayar utangnya.

Kehidupannya semakin sulit saat keluarga Rodriguez mengusik hidupnya. Sakha pikir hutang keluarganya sudah lunas, tapi ternyata. Ada 1 lagi yang tidak Sakha ketahui. Berkat utang-utang itu, masa depan yang Sakha tata dan direncanakan itu hancur.

"Kamu cuma pegawai kantor biasa... Pantas saja tidak bisa bayar utang." Wanita itu melihat ke dalam ipadnya. Sepertinya melihat latar belakang Sakha.

"Aku dijebak oleh keluargaku. Aku bahkan tida tahu uang itu buat apa." Sakha harus membela diri walaupun itu tidak akan merubah apapun.

"Itu bukan urusan saya." Perkataan Liana sukses membuat Sakha terdiam. Dia juga tidak bisa melakukan apa-apa. Ini adalah tempat paling menyeramkan yang pernah Sakha datangi.

"Ada cara lain untuk meringankan utang kamu," ucap Liana, wanita itu meletakan ipadnya dan mulai menatap lawan bicaranya.

"Cara apa?" tanya Sakha. Takutnya dia akan dijadikan salah satu korban penjualan organ tubuh manusia. Sakha baru tahu ada tempat menyeramkan seperti ini.

"Kamu harus jadi pacar saya." Tissue yang Sakha pegang itu terjun jatuh ke lantai. Apa dia tidak salah dengar, kenapa harus jadi pacar, apa wanita itu gila?

"Maksudnya?" Sakha jelas tidak mau, siapa yang ingin punya pacar psikopat seperti wanita ini.

"Saya akan mengurangi setengah dari utangmu jika kamu mau menjadi pacar pura-pura saya."

Otak Sakha berputar untuk berpikir. Benar, pasti tidak ada yang mau dengan wanita psikopat sepertinya makanya dia harus menyewa pacar. Dia memang cantik tapi atitudenya sangat jelek, itu yang terpikir oleh Sakha tentang wanita di depannya ini.

"Berapa lama aku harus menjadi pacarmu?" tanya Sakha.

"Saya akan memberitahukan kontraknya jika kamu bersedia."

Ini memang mudah, hanya perlu menjadi pacar pura-pura wanita itu. Tapi, wanita ini bukan wanita biasa seperti yang lainnya, dia pasti sudah kehilangan akal sehatnya. Hari-hari Sakha pasti akan berubah menjadi neraka.

Namun jumlah utangnya akan berkurang setengah, dan itu akan mengurangi bebannya. Tidak apa-apa, ini hanya sementara, Sakha yakin dia bisa.

"Tapi aku difasilitasi kan? Soalnya aku udah gak punya apa-apa lagi," ucap Sakha. Sesekali bersikap tidak tahu malu dia rasa boleh-boleh saja.

"You got it."

•••

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status