Share

Diperistri Pak Rain
Diperistri Pak Rain
Penulis: Adinasya Mahila

Bab 0001

“Pertemuan seperti apa yang kalian inginkan, seandainya diberi kesempatan bertemu lagi dengan seseorang yang sangat kalian rindukan?”

“Aku? Em …. kalau aku menginginkan pertemuan yang romantis. Di mana aku dan dia sedang berada di sebuah ruangan, dan orkestra dari penyanyi yang paling aku sukai baru saja selesai digelar. Kami masih duduk di kursi masing-masing saat semua penonton sudah keluar dari ruangan itu. Hingga beberapa menit kemudian, kami tanpa sengaja berdiri bersamaan. Dia menatapku dan aku pun menatapnya. Tanpa mengeluarkan suara kami saling melempar senyum, lalu tiba-tiba saja lagu orkestra favoritku kembali berkumandang. Manis bukan?”

BRAK

Suara gebrakan meja meruntuhkan khayalan seorang gadis yang sedang duduk di bangku kayu berwarna cokelat dengan bau pelitur yang masih sedikit menyengat. Gadis itu hanya bisa melihat dari samping wajah pria yang sejak datang bersamanya terus saja marah-marah.

“Dia sengaja menabrakkan mobilnya Pak, tidak bisakah Anda garis bawahi se-nga-ja. Berapa kali saya harus menjelaskan supaya Bapak mengerti?”

Salah satu ruangan di kantor polisi itu berisik meskipun hanya satu orang yang kini sedang berbicara. Pria muda dengan kemeja putih tergulung sampai siku nampak berkacak pinggang. Ia tidak mau duduk kembali meski petugas sudah berulang kali memintanya.

“Dia kesal karena tidak mendapatkan barang yang dia inginkan, dia sengaja mengejar saya dan menabrakkan mobilnya.”

Seorang gadis mengedipkan matanya berkali-kali, kepalanya seolah berputar mengingat kenangan terakhirnya bersama pria yang sedang marah-marah ini.

Aksara Rain Prawira. Ya, Rain. Pria berumur dua puluh empat tahun yang menjabat sebagai direktur pemasaran di PG Factory yang merupakan perusahaan milik orangtuanya sendiri itu terlihat murka. Sementara, seorang gadis yang dia gelandang ke kantor polisi beberapa menit yang lalu nampak duduk diam dan terus memandanginya.

“Mbak ada KTP?” tanya polisi ke Embun yang melamun. Ia tersentak kaget, matanya bertubrukan dengan mata Rain, tapi pria itu seketika membuang muka seolah tak sudi melihat wajahnya.

Embun pun mengeluarkan sebuah kertas dari dalam tas yang sejak tadi dia pangku, meski terlihat cuek Rain diam-diam mencuri pandang ke arahnya meskipun hanya menggunakan ekor mata.

“KTP saya belum jadi Pak,” jawab Embun ragu.

“Lihat ‘kan Pak! saya yakin dia juga belum punya SIM,” ketus Rain dengan sorot mata penuh amarah.

Embun mengerucutkan bibir, dia mencoba membalas tatapan sinis Rain dengan kedipan mata genit. Tanpa berniat mengingkari masa lalu, dia sadar sudah mematahkan hati pria itu. Embun yang awalnya merasa sangat percaya diri jika bertemu lagi dengan Rain menjadi berkecil hati.

Beberapa jam yang lalu

Suara kucuran cairan dan aroma kopi yang menyeruak memanjakan indera penciuman seorang gadis cantik, tubuhnya ramping, rambut panjangnya dengan bagian bawah bergelombang dia ikat sembarangan. Ia membawa secangkir kopi yang dia buat dan berjalan menuju sisi ruangan.

Embun membuka korden jendela kamarnya yang berada di lantai dua belas sebuah hotel bintang lima. Sudah dua minggu ini gadis bernama lengkap Embun Sky Jordan itu tinggal di salah satu kamar di hotel itu. Sebagai anak pengusaha terkenal, wajar baginya mendapat sebuah kemewahan. Salah satunya adalah hotel yang dia tempati sekarang.

Kamar hotel itu menjadi tempat tinggal bagi Embun, dia bahkan memiliki pantry lengkap dengan sebuah kompor listrik. Bukannya tidak mampu membelikan rumah atau apartemen, orangtuanya bahkan memiliki rumah di kota itu, tapi bukan Embun namanya jika memiliki keinginan seperti manusia biasa, dia memang ingin tinggal di sana.

“Bu, kakek bilang kamu tidak mengunjunginya lagi sejak pertama kali datang ke Indonesia. Apa yang kamu lakukan? Mereka semua mencemaskanmu, mami sudah bilang kamu tinggal saja di rumah kakek atau di rumah paman. Kenapa malah memilih tinggal di hotel?”

Embun tersenyum kecil dan menatap ponsel di nakas yang baru saja dia geser tombol hijaunya. Jojo-sang mami menelepon dan memberondongnya dengan banyak pertanyaan. Gadis itu melirik angka di sudut benda berbentuk persegi panjang itu. Sekarang hampir pukul sepuluh pagi, itu berarti sang mami sedang meneleponnya sekitar jam dua siang waktu Australia.

“Mami tidak tidur siang?” tanyanya santai.

“Tidak usah menanyakan hal lain ke Mami!”

Bentakan Jojo malah membuat Embun geli, dia meletakkan cangkir kopinya di atas meja lantas duduk dengan santai di sofa. Kini, dia meraih ponsel, mematikan mode pengeras suara lantas menempelkan benda itu ke telinga.

“Aku sibuk mengurus beberapa dokumen penting. Mami tahu ‘kan seperti apa birokrasi di sini?” Embun membela diri. Beberapa detik tak mendapat respon dari sang mami, Embun pun kembali berucap,”Mi, aku sedang berpikir. Bagaimana kalau aku mencalonkan diri sebagai presiden? Aku ingin mengubah tatanan negara ini.”

“Halu!” sembur Jojo. Di seberang sana wanita itu menggelengkan kepala mendengar ocehan sang putri yang menurutnya mengada-ada. Suara tawa Embun membuatnya sedikit lega. Namun, Jojo tiba-tiba menggigit bibir bawah, dia ragu ingin menanyakan sesuatu ke putrinya.

“Bu, apa kamu sudah bertemu dengan Mama Rea dan Bening?”

Karena pertanyaan itu, tawa seketika sirna dari bibir Embun. Sejak enam tahun yang lalu Embun seolah memutus tali silaturahmi. Dia sakit hati dengan Rea-wanita yang melahirkannya dan Bening-saudara kandungnya.

“Belum, karena aku belum ada waktu,” jawab Embun. Ia takut terkena omelan Jojo. Meski ibu sambungnya itu tahu dia kembali ke Indonesia untuk mengelola bisnis hotel sang papi, tapi jelas Jojo juga ingin Embun memperbaiki hubungan dengan Rea dan Bening.

Jojo sadar pasti berat untuk Embun. Ia bahkan harus terus memantau perkembangan mental putri tirinya itu. Pasalnya enam tahun yang lalu saat masih duduk di bangku SMA, Embun pernah mengalami kejadian yang sangat menyedihkan. Ia begitu terpukul mengetahui fakta perihal kelahirannya. Embun terlahir karena perkosaan yang dilakukan Axel-papinya ke Rea, dan satu hal yang membuat jiwa Embun semakin terguncang adalah pengakuan Rea, bahwa dia sama sekali tidak mengharapkan kehadirannya.

Sebelum mengetahui sejarah kelahiran mereka yang memiliki satu ibu tapi berbeda ayah. Bening-saudara kembarnya begitu menyayangi Embun, hingga seorang pria hadir dan membuat rasa persaudaraan itu memudar. Kecemburuan Bening dan kelabilan jiwa remaja membuat gadis itu menjadi jahat, rasa iri menggerogoti hati, dan berujung melukai. Salah satu hal yang membuat Embun sangat terluka adalah ucapan Bening, gadis itu berkata menyesal dilahirkan sebagai saudara kembarnya.

“Bu, bagaimanapun Rea mama kandungmu dan Bening adalah saudaramu, kamu bukan anak kecil lagi. Bisa ‘kan kamu mengesampingkan ego?” ucap Jojo hati-hati, dia tidak ingin menyinggung perasaan sang putri. “Bu, Mami yakin, Bening juga pasti merindukanmu,” imbuhnya.

Ya, selama enam tahun ini Embun menutup diri, dia sama sekali tidak mau berhubungan dengan keluarga ibu kandungnya. Embun berlagak tak peduli tapi diam-diam mencari tahu tentang kehidupan mereka.

“Em … mungkin lusa aku akan mencoba menemui mereka,”jawab Embun datar, sekadar melegakan hati sang mami.

“Lalu Rain, apa kamu sudah bertemu dengannya?”

Embun terdiam saat Jojo menyebutkan nama itu. Rain, Ya, Rain. Sosok yang sebenarnya paling ingin dia temui melebihi keinginan bertemu dengan mama dan saudara kandungnya sendiri.

“Sudah,” lirih Embun.

Jojo menegakkan punggung, dia begitu antusias mendengar jawaban sang putri hingga bertanya lagi. “Bagaimana dia sekarang? Apa dia semakin tampan? Apa dia sudah punya pacar atau malah dia sudah memiliki istri?”

“Kalau itu aku tidak tahu, karena aku hanya mencarinya di gulugulu, aku melihat profilnya di internet.”

Jojo menekuk bibir kesal, dia jauhkan ponselnya dan mengepalkan tangan ke depan layar. “Dasar!”

“Aku tahu Mi, Rain bekerja di perusahaan papanya, dia menjabat sebagai direktur di sana.”

“Apa kamu berniat menemuinya?” tanya Jojo penasaran.

Embun terdiam cukup lama, hingga pengingat di ponselnya berbunyi. Hari itu sebuah toko parfum merek kesukaannya meluncurkan koleksi parfum edisi terbatas. Dia berniat mendapatkannya, meski banyak jasa titip bertebaran, dia ingin membelinya sendiri. Sayangnya hanya ada satu toko yang menjual merek parfum itu di Indonesia, dan Embun berniat mendapatkannya dengan usahanya sendiri.

“Ya, ya Mi, aku pasti akan menemuinya.” Embun berdiri mengambil baju ganti dengan tergesa-gesa, dia mengapit ponsel di antara telinga dan pundak, meminta izin ke Jojo untuk mengakhiri panggilan karena dia harus buru-buru menuju pusat perbelanjaan di mana toko parfum itu berada.

“Hati-hati! dan jangan lupa minum obatmu!” teriak Jojo sebelum Embun mematikan panggilan, dan melempar ponselnya ke atas ranjang.

Komen (6)
goodnovel comment avatar
GANESA Putry
bagus banget
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Keren pokonya mah
goodnovel comment avatar
Liz Kusnandar
yeeayyy... akhirnya Bubu Rain, diboyong jg kesini... maaciiw Ka Na... terlopelope
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status