Share

Bab 0002

Embun pikir hanya dirinya yang menginginkan parfum edisi terbatas itu, nyatanya antrian di toko parfum lumayan mengular. Gadis itu mencoba menghitung urutan, dia heran melihat orang-orang di barisan depan dan berpikir jam berapa mereka datang, padahal pusat perbelanjaan itu baru buka pukul sepuluh pagi.

“Kita nikmati saja,” gumam Embun sambil menggoyangkan pundaknya. Dengan santai gadis itu duduk bersila hingga membuat orang-orang terheran. Toko itu seharusnya buka tepat saat pusat perbelanjaan buka, tapi karena peluncuran produk parfum edisi terbatas, pihak toko memutuskan membukanya pukul sebelas siang. Melihat Embun yang santai duduk lesehan, beberapa orang yang mengantri akhirnya melakukan hal yang sama.

Dua puluh menit kemudian, toko pun dibuka. Orang-orang yang duduk termasuk Embun langsung berdiri. Mereka diminta masuk ke dalam toko sesuai barisan, pihak toko lantas memberi pengumuman bahwa setiap orang hanya boleh membeli satu botol parfum saja.

Gurat kekecewaan nampak jelas di wajah calon pembeli. Beberapa dari mereka bahkan protes dan mencoba memprovokasi yang lain, tapi tidak dengan Embun. Gadis itu menyombongkan diri dan tersenyum miring. Keputusannya untuk tidak membeli parfum edisi terbatas itu di jasa titip ternyata tepat. Embun semakin jemawa, berpikir bahwa prasangkanya tentang beberapa hal di hidupnya tidak akan pernah meleset.

Setelah sabar menunggu giliran sampai lah Embun di antrian terdepan. Ia menoleh pelayan toko yang tiba-tiba saja mendekat. Pelayan itu memberitahu orang yang mengantri tepat di belakangnya, bahwa parfum edisi terbatas itu sudah habis. Meski kecewa dan sempat marah-marah, orang yang berbaris di belakang Embun hanya bisa pasrah lalu membubarkan diri, dan lagi-lagi Embun bersorak kegirangan di dalam hati, dewi keberuntungan seperti terus berpihak kepadanya. Hingga saat dia hampir meraih botol parfum edisi terbatas yang tinggal satu-satunya di toko itu, sebuah tangan menyambarnya lebih dulu. Embun pun terkejut dan menoleh.

“Hai, that is mine dude!” ucapnya. Embun yakin tukang serobot itu berjenis kelamin laki-laki melihat dari jam tangan yang dikenakan.

Pelayan toko juga kaget. Mereka menyenggol lengan satu sama lain mendapati siapa yang merebut jatah parfum itu dari Embun. Pria itu mengeluarkan sebuah kartu. Dan seperti tersihir, pelayan toko itu malah meraihnya.

“Hei … apa orangtuamu tidak pernah mengajarimu sopan santun?”

Embun dengan berani menarik lengan pria itu agar menoleh ke arahnya. Awalnya dia berniat melihat seperti apa wajah pria yang seenak jidatnya merebut parfum jatahnya. Namun, pada akhirnya Embun malah terperanga. Rain. Ya Rain. Cowok yang enam tahun lalu dia tinggalkan begitu saja kini berdiri tepat di hadapannya.

“Bungkus untukku!” titah Rain ke pelayan toko tanpa mengalihkan pandangan dari wajah Embun. Sorot matanya begitu tajam dan dingin. Ia menerima parfum itu dan keluar dari toko. Tanpa mengeluarkan satu patah kata pun, dan tanpa menyapa Embun yang masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.

“Mbak,”panggil pelayan toko. Mereka sampai harus memanggil Embun berulang kali karena gadis itu membeku. “Mbak, maaf! tapi Mas yang tadi … “

Pelayan toko itu terdiam mendapat pelototan tajam dari Embun, gadis itu benar-benar marah karena baru saja mengalami sesuatu yang paling dia benci dalam hidupnya, yaitu ketidakadilan.

“Kenapa kalian memberikan parfum yang seharusnya menjadi milikku ke dia?” bentak Embun murka. “Apa hal seperti ini wajar terjadi di negara kalian, Ha!”

Pelayan toko itu ketakutan, bahkan salah satu dari mereka merasa tenggorokannya kering dan tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Keduanya mengamati penampilan Embun dari atas sampai bawah. Wajah gadis itu tidak terlihat seperti orang asing, tapi kenapa bertanya seolah tidak tahu kebiasaan yang terjadi di negara 62. Mereka pun hanya bisa meminta maaf dan menjelaskan bahwa Rain salah satu pemilik kartu VVIP di pusat perbelanjaan itu. Keistimewaan anggota VVIP, mereka bisa menggunakan kartu itu untuk membeli apapun di sana, intinya setiap toko yang berada di pusat perbelanjaan itu harus memberikan barang yang diinginkan oleh anggota VVIP karena mereka memiliki dana tertinggal layaknya saldo uang elektronik di sana.

“Di mana aku bisa mendapatkan kartu seperti itu?” tanya Embun yang masih belum bisa meredam amarah. Meski begitu, dia sebenarnya sedang berusaha menutupi perasaan karena pertemuan tak terduganya dengan Rain barusan.

“Rain, dia- apa dia tidak mengenaliku? Apa mungkin aku semakin cantik hingga dia tidak sadar itu aku?”

_

_

Rain masuk ke dalam mobil dan meletakkan tas kertas berisi parfum yang dia rebut dari Embun tadi. Sementara Embun bingung memikirkan apa mungkin Rain tidak mengenalinya, pria itu malah yakin seratus persen bahwa yang dia temui tadi memang lah Embun-gadis yang pernah sangat dia cintai tapi mencampakannya begitu saja. Rain mencengkeram erat kemudi-geram, gadis yang sudah menghancurkan hatinya tiba-tiba saja muncul dalam kondisi baik-baik saja, dan malah terlihat semakin mempesona.

“Sejak kapan dia kembali ke Indonesia?”

Rain menyandarkan punggung dan sejenak menutup mata. Mengingat bagaimana saat remaja dulu dia begitu tergila-gila pada Embun. Hingga gadis itu meninggalkannya begitu saja tanpa alasan yang jelas dan bisa dengan mudah dia pahami. Embun bahkan menghilang bak di telan bumi.

Memilih untuk tidak memikirkan Embun lagi. Rain membawa mobilnya pergi dari pusat perbelanjaan. Namun, tak dia duga saat berbelok di tikungan parkiran, sebuah mobil menabrak bagian belakang mobil yang dia kendarai. Tubuh Rain bahkan sampai mengayun ke depan karena dia lupa memakai sabuk pengaman. Ia pun bergegas turun dari mobil, mendekat ke arah pintu pengemudi mobil yang menabraknya dan ingin memaki.

“Turun!” perintah Rain dengan raut muka kesal. Ekspresi keterkejutan nampak jelas di wajahnya saat si pengemudi mobil menurunkan kaca jendela.

“Kamu.” Rain membuang muka, apa yang ada di dalam hatinya sekarang jelas hanya dia yang tahu.

“Sorry,” lirih pengemudi mobil yang tak lain adalah Embun. Gadis itu kemudian menjulurkan kepala untuk melihat bagian belakang mobil Rain yang baru saja dia tabrak.

***

“Rain,” panggil Embun saat mereka berdua keluar dari kantor polisi. Rain bergeming seolah menganggap Embun mahkluk tak kasatmata.

Setelah perdebatan sengit di parkiran pusat perbelanjaan tak menemui jalan tengah, Rain menggelandang Embun ke kantor polisi yang berada tidak jauh dari sana. Pada akhirnya, petugas menerima niat baik Embun untuk memberikan ganti rugi perbaikan mobil, tapi Rain menolaknya mentah-mentah.

“Rain, aku tahu kamu pasti mengingatku. Aku yakin kamu tidak mungkin melupakanku.”

Teriakan Embun sukses membuat langkah kaki Rain terhenti. Meski begitu, Rain masih tidak mau menjawab. Sekadar menoleh menatapnya pun enggan. Tak patah semangat, Embun kembali meneriaki pria itu.

“Rain, berikan aku nomor ponselmu! Atau berikan nomor rekeningmu aku akan memberikan ganti rugi. Aku benar-benar tidak sengaja,” cerocos Embun yang sepertinya harus menelan pil pahit. Rain sama sekali tak peduli, pria itu bahkan masuk ke dalam mobil dan membanting pintu. Menginjak pedal gas dalam-dalam dan pergi menjauh dari halaman kantor polisi.
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Dendam kesumat si Rain
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
rain dendam banget ya sama embun
goodnovel comment avatar
Mbak Lina
sedih banget ya mbun
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status