Share

Bab 0004

Embun duduk di meja kerja yang berada di kamarnya, matanya menatap layar laptop tapi pikirannya jelas tidak pada pekerjaan itu. Ia memikirkan tentang pertemuannya dengan Rain siang tadi, merasa bahwa Rain sangat berbeda dengan Rain yang dulu.

Embun mendesau, “Ayolah Bu, apa yang kamu harapkan? Enam tahun sudah berlalu bahkan setiap detik saja sikap dan sifat manusia bisa berubah-ubah.”

Menopang pipi, Embun mencoba kembali fokus dengan apa yang dia kerjakan yaitu memeriksa laporan tahunan hotel. Di kota yang Embun tinggali sekarang papinya memiliki dua buah hotel. Sky Hotel yang berdiri sejak puluhan tahun yang lalu, sampai sekarang masih dikelola oleh papinya, dan rencananya hotel itu akan diberikan ke adik laki-lakinya-Sky. Sementara hotel yang sekarang dia tempati adalah hotel yang baru saja dibeli papinya sekitar lima tahun yang lalu karena hampir bangkrut. Hotel itu direbranding dan diberi nama ‘B Hotel’ dan Embun sekarang bekerja sebagai general manager di hotel itu.

Embun menjatuhkan pundak, bukan karena pusing mengamati deretan angka pada layar laptop, akan tetapi karena wajah Rain terus saja melintas di dalam pikirannya. Akhirnya Embun pun memilih keluar dari kamar. Dengan sandal model kelinci dan dompet di tangan, dia berniat pergi ke minimarket yang ada di seberang hotel untuk membeli makanan.

Jam menunjukkan pukul tujuh malam saat Embun tiba di lobi, dia terlihat begitu santai menggunakan piyama tidur dan cardigan panjang selutut berwarna hitam. Gadis itu tak hentinya mengukir senyum saat melewati lobi karena sapaan hangat dari para staffnya.

Melihat banyaknya mobil yang masuk secara bersamaan ke dalam hotel, Embun yang hampir keluar dengan isengnya berjalan mundur dan kembali masuk. Ia berhenti di depan meja resepsionis kemudian bertanya,” Apa ada pesta malam ini?”

“Iya Bu. Ah … Mbak Bu, itu …. “ Resepsionis yang Embun tanya terlihat salah tingkah karena bingung memanggilnya dengan sebutan apa.

“Panggil saja aku Bubu, oke.” Embun mengerlingkan mata, dia meletakkan dompetnya diketiak agar bisa membetulkan ikatan rambutnya. Namun, sampai di depan pintu dia iseng berbalik lagi dan membuat para staffnya terkejut.

“Kalian mau kopi? Apa merek kopi botol yang enak di Indonesia?” tanyanya dengan senyuman lebar. Jelas tawaran Embun mendapatkan penolakan dari para staffnya, mereka merasa sungkan dengan kebaikan hatinya.

Embun berjalan santai menuju luar hotel disusul seorang satpam yang berlari. Satpam itu berniat membantu menghentikan kendaraan agar dia bisa dengan aman menyebrang. Namun, tak disangka Embun malah meminta satpam itu untuk ikut dengannya sampai ke minimarket.

“Bapak ambil keranjang! silahkan ambil kopi, makanan ringan, atau apa pun yang disukai temana-teman. Aku tahu ada pesta malam ini jadi kalian pasti harus bekerja lebih keras,”ucap Embun.

“Tidak usah Bu, merepotkan.”

“Ah … ayolah Pak, atau anggap saja ini pengganti oleh-oleh karena aku datang ke hotel tidak membawa apa-apa,” bujuk Embun.

Satpam yang awalnya sungkan pada akhirnya menuruti permintaan Embun, meninggalkan gadis itu yang tiba-tiba saja terpaku melihat deretan susu kotak yang tertata rapi di rak. Embun ingat pernah berbagi susu semacam itu dengan Rain dulu, mereka bahkan tidak sungkan memakai satu sedotan yang sama.

“Bu Embun, saya sudah.” Ucapan satpam yang datang bersamanya tadi membuat Embun tersadar, dia menengok keranjang si satpam yang sudah terisi penuh dengan minuman dan makanan.

“Ah … iya, Bapak bisa membawanya ke kasir. Bilang saja saya yang akan membayarnya,” jawab Embun ramah.

Beberapa menit kemudian, Embun kembali menyeberang menuju hotel. Semua staff yang berada di sana secara bergantian mengucapkan terima kasih. Merasa apa yang diberikannya tidak seberapa, Embun menggoyangkan telapak tangan kanannya, memberi isyarat agar mereka tidak terlalu sungkan.

“Terima kasih, terus bekerja keras dan selalu kompak ya!” titahnya.

Embun tertawa menuju lift lalu memencet tombol untuk naik ke lantai atas. Sambil menunggu pintu lift terbuka, dia menyesap kopi kaleng yang baru saja dia beli. Wajahnya berseri mendapati rasanya enak. Ia bahkan sampai membaca merek kopi itu untuk bisa diingat.

Embun masih memandangi kaleng kopi itu saat pintu lift terbuka. Hingga dia kaget melihat seorang gadis berada di dalamnya. Gadis itu juga menatap ke arahnya dengan ekspresi sama-kaget.

“Bening.”

“Embun.”

Gadis itu keluar dari dalam lift sedangkan Embun memilih langsung masuk ke dalam, Embun hanya terdiam melihat punggung gadis itu menjauh hingga beberapa saat kemudian tepat bersamaan dengan pintu lift yang tertutup, gadis yang ternyata benar adalah Bening itu menoleh.

“Dia Embun ‘kan?”

***

Embun menempelkan kartu yang merupakan kunci kamarnya dengan air muka datar, dia yakin bahwa gadis yang berpapasan dengannya tadi adalah Bening. Rasa benci seketika menyelimuti hatinya, seolah sudah tidak ada lagi rasa kasih sayang yang tersisa untuk saudara kembarnya itu.

Terduduk di tepian ranjang, Embun mengingat setiap ucapan Bening yang menyakitkan. Ucapan yang membuatnya merasa sebagai aib yang seharusnya tidak diketahui oleh banyak orang. Bahkan dia meninggalkan cinta pertamanya juga karena itu. Ia merasa tidak pantas berhubungan dengan Rain. Rasa rendah diri membunuh kepercayaan dirinya, hingga butuh waktu lama bagi Embun untuk bisa bangkit kembali.

"Sepertinya mereka semua hidup dengan baik."

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
Semangat Bu
goodnovel comment avatar
Mbak Lina
ayolah Bu.... buka lembaran baru... biar tenang hatimu..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status