Share

Bab 0005

“Mau ke mana Rain?”

Rain hanya melirik lantas kembali menatap pantulan dirinya di depan cermin, dia sibuk mengancingkan kemeja saat ibundanya masuk ke dalam kamarnya. Tak mendapat jawaban, Bianca memilih meraih tangan putra kesayangannya, membantu Rain mengancingkan ujung lengan kemeja.

“Kamu mengadakan pesta lagi?” Bianca menaikkan dua alis mata mendapat anggukan kepala dari Rain. “di mana?” tanyanya kemudian.

“B Hotel.”

“Rain ngomong itu gratis, nggak bayar lho! pelit banget sih. Seperti yang selalu mama bilang, kamu boleh bersikap dingin ke orang lain tapi tidak ke Mama, ada apa lagi hari ini sampai kamu begini?” cerocos Bianca.

Rain tersenyum tipis, tanpa bicara didaratkannya sebuah kecupan di pipi sang mama. “I love you, Ma.”

Bianca tertawa lantas menghela napas. Dia pandangi wajah putranya yang kini sudah dewasa. Menurutnya Rain juga sudah pantas untuk menikah, tapi putranya itu selalu berkata bahwa menikah tidak ada dalam prioritas hidupnya lima tahun ke depan, sama persis seperti dirinya saat akan dijodohkan dengan suaminya dulu.

Setelah memastikan penampilannya, Rain pun beranjak dari kamar meninggalkan sang mama sendirian, hingga wanita yang melahirkannya itu mengingat sesuatu dan tergesa mengejarnya.

“Rain! Ingat, jangan sampai mabuk, jangan menerima minuman apa pun dari orang lain.”

Tanpa menoleh Rain menaikkan ibu jari tangan kanannya, membuat Bianca lagi-lagi menghela napas. Dulu Rain sangat cerewet sama seperti dirinya, sang putra mulai berubah dingin dan tak banyak bicara sejak patah hati.

“Haruskah aku menerima tawaran itu? sebucin-bucinnya Skala, ternyata lebih bucin anaknya,” gerutu Bianca yang tak sadar kalau sang suami sudah berdiri tepat di belakangnya.

“Siapa yang bucin? tawaran apa?" Tanya Skala.

Bianca tersentak dan seketika memasang ekspresi kesal, dipukulnya lengan sang suami kemudian wanita itu mengelus dada.

"Kencan buta untuk Rain, aku tidak ingin anakku yang tampan itu mendapat julukan ji-e-wai alias gay."

"Kamu terlalu berlebihan, ini bukan zaman purba untuk apa kencan buta?" Skala menggelengkan kepala dan bergaya mencibir istrinya.

"Oh ... begitukah? Jadi menurutmu saat pertama kali kita bertemu adalah zaman purba? kalau begitu seharusnya kamu diberi julukan T-rex." Bianca balas mencibir kemudian berlalu pergi.

"Hei ... mau kemana?"

"Ke kamar Cloud."

***

Enam tahun yang lalu

“Rain, apa kamu akan terus seperti ini hanya karena Embun si anak haram itu?”

Rain sama sekali tidak peduli, dia meninggalkan gadis bernama Aura begitu saja tanpa berniat membalas ucapannya saat mereka berpapasan di koridor sekolah. Gadis yang cintanya dia tolak beberapa waktu yang lalu.

“Rain!”

Aura berteriak karena Rain mendorong kasar tubuhnya sampai membentur tembok. Cowok itu meletakkan tangan di sisi kepalanya dan menatap dengan sorot mata tajam.

“Sekali lagi kamu sebut namanya, aku tidak akan segan-segan membuat perhitungan denganmu,” ancam Rain.

Bening yang tanpa sengaja melihat sikap kasar Rain menjadi takut, tubuhnya bahkan terhuyung, terlebih Rain melewatinya begitu saja tanpa menyapa. Ia tahu bahwa Embun sudah pindah dari sekolah mereka. Saudara kembarnya itu bahkan kembali ke Australia tanpa berpamitan dengan sang Mama.

“Rain,” sapa Bening saat Rain melewatinya. Namun, cowok itu sama sekali tidak menoleh ke arahnya.

Perasaan bersalah dan penyesalan seketika menyelimuti hati Bening. Ia bahkan hanya terdiam tanpa bisa membalas, saat Aura yang baru saja mendapat perlakuan kasar dari Rain menghampiri dan mendorongnya sampai terjengkang.

Tidak ada lagi Embun yang tiba-tiba datang menolongnya dengan cara menjambak rambut Aura dari belakang. Pundak Bening bergetar, air matanya tumpah. Dia benar-benar menyesali perbuatan dan setiap perkataannya yang menyebut saudaranya itu seharusnya tidak lahir ke dunia.

“Maaf Re, tapi Embun tidak ingin berbicara dengan siapa-siapa. Aku tidak bisa memaksanya.”

Suara Jojo di seberang panggilan terdengar jelas oleh Bening. Dia meminta mamanya mencoba menghubungi keluarga Embun saat tahu saudara kembarnya itu pergi, Bening benar-benar ingin meminta maaf dan menyesal.

“Lagi pula sepertinya cukup kalian menyakitinya sampai seperti ini, meski aku bukan orang yang melahirkannya, tapi aku bisa merasakan betapa hancurnya putriku dan ini juga menyakitiku.”

Suara parau dan tarikan napas berat dari Jojo membuat Rea sampai menitikkan air mata.

“Biarkan dia menenangkan diri, biarkan dia kembali seperti dulu sebelum mengenal kalian. Aku mohon jangan ganggu kehidupan kami, bukankah ini yang kamu inginkan?”

Bening meremas lutut, dia menunduk dalam. Rasa penyesalannya semakin menggunung. Embun menyayanginya dengan tulus, tapi hanya karena kecemburuan yang ada pada dirinya, dia tega menyakiti satu-satunya saudara kandung yang dia punya.

***

“Maaf, apa Mbak melihat gadis yang memakai cardigan hitam yang naik lift tadi?” Bening mendekat ke resepsionis, menanyakan tentang Embun dan berharap mendapat informasi tentang saudara kembarnya itu.

“Iya, bagiamana ya Mbak? Apa ada masalah?”

Bening nampak berpikir. Ia sendiri bingung jika benar yang dilihatnya tadi adalah Embun, lalu apa yang harus dia lakukan saat bertemu nanti.

“Ah … nggak, Cuma wajahnya mirip dengan teman saya,” jawab Bening lantas memilih pergi setelah mengucapkan terima kasih. Ia menuju parkiran mobil karena ketinggalan sesuatu dan hendak mengambilnya.

Bening merasa khawatir, dia tidak siap menerima perubahan yang terjadi dalam hidupnya jika Embun kembali hadir seperti ini. Meskipun dia sadar berhutang permintaan maaf pada saudaranya itu.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
ga seharusnya rea mengucapkan kata" yang menyakiti hati embun
goodnovel comment avatar
Devi Pramita
emang sedikit keterlaluan sikap mama rea dan bening sih...mau gimana pun kan embun anak kandungnya walau tak diharapkan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status