"Tapi kamu yakin nggak, Dek. Kalau bunda kayak gitu Ayah kamu bakalan luluh. Jangan-jangan malah makin ngamuk lagi?" celoteh Elrima pada bayi polos yang tak tahu apa yang dikatakan bundanya itu.
Melihat Bunda El memanyunkan bibir, Ali malah terus membuka mulut sembari tersenyum. Matanya menyipit persis Rina saat tertawa.
"Ah, kamu malah ngejekin bunda, Dek. Tega banget ih, awas ya!" Elrima menjawil pelan dagu bayi yang harum minyak telon itu. Sebelumnya sang bunda lebih dulu memandikan dan mendandani Baby Ali sebelum bertemu ayahnya.
Namun, sayangnya Malik sepertinya belum siap bertemu malaikat kecil yang tak berdosa itu.
Di lantai bawah, tepatnya di kamar ujung kanan rumah. Malik baru saja menyelesaikan shalat sunnah taubat. Saat Elrima menggedor pintu, lelaki itu tengah khusyuk bersujud memohon keikhlasan hatinya setelah kehilangan Rina.
Ia mendengar omelan Elrima tentang Ali. Malik merasa menjadi Ayah yang buruk unt
"Nggak usah! Mending urus Ali aja sana!" bentak Malik tanpa sengaja meninggikan suara saking gugupnya. Ia merasa bersalah sendiri, di saat harusnya berduka, justru terpikirkan untuk tidur bersama istri keduanya. Itulah alasan kenapa Malik terus mengurung diri selama seminggu. Lelaki itu tak ingin tergoda dan semakin tersiksa perasaan bersalah pada Rina. Namun, mengingat Ali sangat membutuhkannya, Malik berusaha keluar dari kesendirian dan mencoba menjadi Ayah yang terbaik. Tak pernah terpikir pakaian Elrima akan sangat menggoda dan membuat tubuhnya menggila. "Oh, ya udah atuh, Kang. Dari kemarin juga saya yang urusin Ali. Gak usah bentak-bentak segala," kesal Elrima sambil berlalu menghentakan kaki menuju lantai bawah membawa botol susu. Persediaan susu Ali sudah habis di lantai dua, Elrima ingin mencuci botol yang lama, sekalian mengambil botol lain untuk diisi susu. Tak pernah ia sangka, Malik akan berbuat kasar hanya dengan ditawari sebuah
Posisi Sadam sudah terjepit, lelaki itu menghentikan laju mobil. Begitupun dengan mobil di depannya yang berhenti dengan jarak satu meter.Tak lama beberapa pria bertopeng perak dengan pakaian serba hitam keluar dari kuda besi yang tadi melukai kendaraan milik Sadam.Sadam yang pernah dilatih di akademi pengawal profesional, tentu punya strategi jitu dalam menghadapi situasi terjepit semacam itu. Tanpa rasa gentar, lelaki itu menyeringai dan sedikit terkikik menertawai kebodohan lawan.Sekuat tenaga Sadam menginjak pedas gas, hingga mobilnya nyaris menabrak beberapa pasukan bertopeng sampai ada yang terjengkang."See you the next time!" teriak lelaki berkulit bersih itu, disusul gelak tawa yang berubah sayup di telinga lawannya, karena incarannya sudah pergi jauh.Tak ada kemarahan di wajah si pria bertopeng emas. Sikapnya dingin seperti es yang menggelincir di permukaan kulit, tetapi mampu memberikan aura beku di sekeliling.Sat
DIGEREBEK DI TOILET MASJID"Buka hijab di sini enak kali ya?"Elrima, gadis berusia 28 Tahun yang baru hijrah itu menanggalkan hijabnya, lalu membuka tiga kancing atas kemeja oversize yang melekat di tubuh semampainya."Ekhem!" suara dehaman berat seorang lelaki sontak membuat gadis itu celingukan. Namun, ia kembali menghela napas lega karena nyatanya toilet masjid nan luas itu tak memperlihatkan orang lain selain dirinya.Kriet!Seorang laki-laki usia 40 Tahun keluar dari salah satu bilik WC. Elrima yang berada di tempat wudhu tak siap dan hanya mampu mematung sambil mempelototi lelaki dengan tubuh atletis itu. Gadis yang baru hijrah itu tak sadar jika kepalanya memamerkan mahkota indah yang lurus legam, ditambah tiga kancing kemeja yang terbuka membuat seseorang tiga langkah di depannya menelan saliva. Paripurna. Indah. Mempesona. Tiga kata yang membuat siapa saja sulit menundukkan pandangan termasuk lelaki bernama Malik itu. "Ngapain kamu di sini?!" panik Elrima sambil mencari-c
"Kang Malik digerebek warga di masjid, Mah!"Abdul berteriak kencang dari luar rumah sambil meraup udara dengan rakus karena berlari terbirit-birit dari masjid sampai rumah. "Ada apa ini teh, Abdul? Kamu jangan ngawur kalau ngomong! Malu atuh didenger tetangga," tegur Bu Santi yang baru saja keluar menghampiri sang putra, ia melirik sekilas tetangga kepo yang juga ikut keluar di sebelah rumah.Bocah berusia tujuh tahun itu merenggut karena merasa disalahkan. Lalu tangan mungilnya diseret dan diminta duduk di ruang tamu untuk menceritakan keadaan kakak iparnya."Jadi gimana, Jang?" tanya Bu Santi tak sabar, sebelumnya ia berlalu ke dapur untuk mematikan kompor karena sedang memasak."Warga teh pada bilang kalau Kang Malik melecehkan teteh-teteh di WC masjid, Mah." Abdul berkata keras mengundang seseorang yang tengah rebahan di kamar tamu untuk menguping.Dialah Rina, perempuan berusia 39 tahun yang tengah hamil besar. Seketika dadanya terasa sesak kala mendengar penuturan sang adik te
"Dengar, Pak! Saya sudah beristri dan kejadian hari ini hanya salah paham belaka. Jadi hentikan kegilaan kalian!" rutuk Malik karena sudah tak tahan lagi.Pak Hamid membeku dengan tatapan nanar. Sementara yang lainnya mulai kasak-kusuk."Tapi kamu sudah melecehkan anak saya. Sudah dicap perawan tua, saya tak mau dia dipandang sebelah mata oleh laki-laki. Saya tidak peduli Elrima dijadikan yang kedua asal tetap dinikahi," panjang lebar Pak Hamid memberikan pendapatnya dengan berbagai pertimbangan tentunya. Ia tak ingin Elrima semakin menjadi bahan gunjingan selepas kejadian ini. Mungkin juga Bi Siti akan lebih keras mengoloknya dan disangka mengikuti usulan wanita itu agar sang putri menggoda laki-laki. Tak ada seorang Bapak yang rela anaknya berbagi kasih meski statusnya seorang madu. Namun, ia takut suatu saat Elrima kembali dilecehkan bahkan bisa jadi lebih parah. Pak Hamid banyak mendengar diluaran sana korban kebejatan laki-laki yang terungkap malah semakin direndahkan, sungguh
"Pasien kritis, Dok!" seru salah satu perawat. Abdul memalingkan wajah dari paras mungil keponakannya menuju sang kakak. "Teteh!" pekik bocah itu yang mulai paham kakaknya sedang tidak baik-baik saja, sebab ia sering melihat keadaan gawat semacam ini dari sinetron yang ditontonnya di televisi. Salah satu perawat menyuruh Abdul agar keluar ruangan, tetapi anak itu bersikeras ingin melihat sang kakak yang jantungnya tengah dialiri kejut listrik. Ia memberontak karena takut setelah ini tak bisa melihat Rina lagi. Dengan sedikit dipaksa akhirnya Abdul keluar dari ruangan itu, lantas sang perawat mengunci dari dalam karena khawatir terlalu banyak orang yang tidak berkepentingan bisa memperburuk keadaan pasien."Sabar, Jang. InsyaAllah si Teteh baik-baik aja, kita do'akan semoga ia bisa melewati masa kritisnya," nasihat Bu Santi sambil sesenggukan memeluk anak bujangnya."Mah, Abdul takut Teteh meninggal kaya di tivi-tivi itu. Soalnya tadi alat yang deket Teteh bunyi nyaring. Mah, giman
"Silahkan kamu laporkan saya ke polisi, tapi siap-siap aja netizen ngamuk kalau video pelecehan itu tersebar luas," sanggah Elrima yang tak sedikitpun merasakan gentar. Kematian bertubi-tubi yang merenggut calon suaminya membuat gadis itu semakin kuat. Tak ada yang ditakutinya di dunia ini, sebab celaka tak celaka, ada masalah ataupun tidak, semua yang bernyawa pasti akan mati.Malik terperangah mendengar ucapan Elrima yang tak terlihat terintimidasi sedikitpun, tetapi ia segera menguasai suasana dengan memasang tampang dinginnya kembali. Malik Al-Faqruq memang cukup berkuasa di negeri ini. Ia adalah salah satu pengusaha muslim yang sukses tetapi tak tersorot media. Tampan, kaya dan memiliki keluarga bahagia, hidupnya seolah sempurna, tetapi ada satu hal yang menjadi kelemahan lelaki itu, yaitu sosial media. Saat ini media masa dikuasai pemerintah, bisa saja ia ikut bergabung membangun citra di layar kaca, tetapi tentu dana yang digelontorkan tak sedikit. Sementara lelaki itu tentu
"Jangan-jangan itu si Rina yang tadi dibawa ke rumah sakit," celetuk Bu Riska--salah seorang tetangga yang tadi melihat keluarga Bu Santi pergi membawa Rina yang tampak tak sadarkan diri."Rina istri saya, Bu?" tanya Malik yang merasakan dentuman di dada bersama keringat dingin bercucuran."Innalillahi, dari sirine-nya sih, itu kayaknya meninggal. Kasian banget mana lagi hamil lagi," lanjut perempuan paruh baya itu tanpa memikirkan perasaan pria di sampingnya yang tadi pertanyaannya tak dijawab.Perasaan Malik semakin tak karuan mendengar monolog dari wanita seusia Ibu mertuanya itu, langkahnya seperti terpaku dan tak siap melihat bagaimana keadaan Rina.Seolah udara tak mampu ia hirup, napas Malik rasanya sesak. Namun, tak mungkin ia diam saja tanpa berbuat sesuatu. Sampai tak lama tenaga medis keluar dari dalam ambulans untuk memindahkan mayat yang sekujur tubuhnya ditutup kain.&n