Share

Bab 7. Annabelle dan kelicikannya

“Wah, wah, lihat ini!” Suara Annabelle terdengar nyaring ketika Victoria dan Katherine melewati ruang tamu.

Tatapan Annabelle sinis dari atas rambut hingga ujung sepatu Victoria. Berlipat tangan dengan bersandar di pinggiran sofa, Annabelle berlagak seperti nyonya rumah yang siap menghakimi pembantunya.

“Setelah tadi teman sampahmu ini bertindak barbar padaku, lantas sekarang kalian mau pergi begitu saja, hah?!” Annabelle melirik sekilas pada Katherine dengan tatapan merendahkan.

Kedua ujung bibir berlipstik merah menyala milik Katherine terangkat. Melepas gandengannya dari lengan Victoria, Katherine maju selangkah di depan Annabelle yang mulai bersiaga. Khawatir kalau-kalau Katherine akan menyerangnya lagi.

“Wah, wah, lihat ini!” Katherine mengulangi perkataan Annabelle tadi. “Seorang sampah berlagak seperti nyonya rumah?! Wah, dunia benar-benar sudah gila!”

Rahang Annabelle mengetat. Terlebih, tatapan berkali-kali lipat yang Katherine lemparkan dari ujung rambutnya hingga kaki. Tatapan mengintimidasi dan merendahkan. Seketika, Annabelle merasa kikuk.

“Saya peringatkan kau, gadis kecil ... Jangan coba-coba mencari masalah dengan saya. Kau tidak mengenal saya. Tapi, saya mengenalmu!” ucap Katherine dengan seringai lebar.

Annabelle yang tidak terima dirinya dipojokkan, mencoba angkat bicara. Meski dia cukup merinding dengan tatapan Katherine. Kalau hanya Victoria, Annabelle yakin mampu menghadapinya. Tapi, rupanya tidak untuk Katherine.

“Ka – kau tahu apa tentangku! Kau hanya membual!” balas Annabelle angkuh. Matanya melotot pada Katherine, seakan dia ingin menggertak Katherine dengan itu.

Tertawa mengejek si Katherine, melihat tingkah angkuh Annabelle yang dibalut rasa rendah diri menghadapi Katherine. Dari dulu, Katherine memang cukup mudah membaca gelagat seseorang.

Seperti yang dia lakukan setelah Victoria mengenalkan Liam padanya, sehari setelahnya.

“Dia terlihat tenang dan ramah, tapi sepertinya ambisius,” ucap Katherine kala itu pada Victoria yang tengah menyeruput capuccino pesanannya.

“Itu karakter yang cukup bagus, bukan? Di dalam dunia kerja,” jawab Victoria membela sang calon suami. “Jujur saja, dia bilang padaku bahwa dia ingin menggapai mimpinya menjadi kepala rumah sakit di usia muda.”

Katherine mengetuk-ngetuk kuku dengan tampilan nail art yang cantik. “Ya, kau benar! Memang tidak masalah. Tapi, kalau berlebihan, rasanya tidak baik. Karena, dia mungkin akan melakukan segala cara untuk mencapai ambisinya.”

Victoria mengerutkan kening kala itu. Yang dia pikirkan, Katherine hanya khawatir saja jika Liam akan mencampakkan dirinya seperti yang dilakukan ayahnya dulu. Kata Katherine, buah jatuh tidak jauh dari pohon. Bisa saja Liam mewarisi gen selingkuh dari sang ayah.

“Ada-ada saja kau, Kath!” Victoria mengibaskan tangan di depan Katherine, dengan tawa renyah menyembur dari bibirnya.

“Liam itu tinggal bersama ibunya setelah kedua orang tuanya berpisah, karena sang ayah yang kedapatan selingkuh. Liam bahkan membenci ayahnya karena melakukan hal menjijikkan begitu. Tidak mungkin dia menjilat ludahnya sendiri, bukan?”

Katherine hanya mendengus kasar. Karena, bagi Katherine, selingkuh itu biasanya membawa karma. Jika sang ayah pernah berbuat demikian, kemungkinan anaknya juga.

“Aku tetap pada pendiriannya, Vic. Aku tidak suka kau jadian dengan Liam. Masih banyak pria lain di luar sana yang bisa kau jadikan suami, daripada si Liam. Jangan termakan kata-kata lembut dan sikap ramahnya. Apalagi pekerjaannya. Terkadang, semua hanya menipu di awal,” panjang lebar Katherine menasihati Victoria.

Waktu itu Victoria hanya tertawa saja dengan semua kekhawatiran Katherine. Pikirnya, Katherine cuma cemburu karena sang sahabat sudah diambil orang. Katherine jadi kehilangan teman shopping dan berbagi cerita. Padahal, meski sudah menikah, Victoria masih berhubungan baik dengan Katherine.

Tapi, kini semua terjadi seperti yang Katherine katakan. Seakan terjawab semua yang pernah dikhawatirkan Katherine. Apalagi, Liam melakukan perselingkuhan dengan alasan yang tidak masuk akal.

Karena Victoria tak menarik? Lalu, kenapa dulu Liam tidak melirik wanita lain yang lebih menarik dari Victoria? Atau, tidak melirik Katherine? Kenapa malah mengambil Victoria, lantas sekarang menjadikan alasan kekurangan fisik sebagai alasan dia mencari wanita lain? Sungguh ironis!

“Ja – jangan berani macam-macam denganku!” Annabelle mengacungkan telunjuknya, ketika langkah Katherine semakin mendekati wanita itu. Katherine tahu, Annabelle sedang ketakutan padanya saat ini.

Jemari cantik Katherine mencengkeram dagu Annabelle, membuat wanita itu hanya bisa melotot pada Katherine.

“Jangan mengancamku, jalang kecil! Kau tidak tahu kau berhadapan dengan siapa!” Ancaman Katherine tidak pernah main-main. Tatapannya menusuk mata Annabelle, seakan menembus hingga ke jantungnya yang mulai saling memburu.

Katherine menghempaskan wajah Annabelle, lantas berbalik dengan angkuh dan menggandeng lengan Victoria.

“Oh, ya! Katakan pada majikanmu bahwa aku dan Victoria sedang jalan-jalan. Dan, malam ini Victoria akan menginap di rumahku. Besok aku akan mengantarnya pulang,” ucap Katherine, sempat membuat kening Victoria mengerut.

Jujur saja, Victoria tidak tahu jika Katherine punya rencana seperti itu. Tapi, Victoria tidak membantahnya di hadapan Annabelle. Itu hanya akan membuat wanita itu senang melihatnya berdebat dengan Katherine.

Annabelle hanya bergeming dalam ketakutan, mendengar apa yang diucapkan Katherine. Sesaat kemudian, Katherine dan Victoria sudah melangkah pasti meninggalkan ruang tamu, menuju ke mobil Katherine di pekarangan.

Sepeninggal Katherine dan Victoria, Annabelle menyentuh dan menggerakkan rahangnya yang terasa nyeri akibat cengkeraman Katherine.

“Dasar wanita kurang ajar! Dia pikir dia siapa sampai berani berbuat begini padaku! Dia bahkan mengancamku?! Kau lihat saja, aku akan membalas semua perbuatanmu!” umpat Annabelle dengan tatap penuh dendam.

Annabelle membalikkan tubuh dan memasuki kamar tidur, dimana Liam tengah tertidur pulas. Segera Annabelle membanting kasar tubuhnya, membuat Liam terbangun.

“Sayang, ada apa? Kenapa wajahmu cemberut begitu?” tanya Liam sambil menguap lebar.

Annabelle memasang wajah penuh amarah, dengan kedua tangan terlipat di dada. “Aku akan membalas apa yang sudah wanita itu lakukan padaku!”

Liam mengerutkan kening. Jiwanya belum sepenuhnya terkumpul, membuat dia seakan lupa pada kejadian siang tadi. Annabelle mendengus kasar melihat wajah Liam yang penuh tanya.

“Itu , temannya istrimu!” lanjut Annabelle.

Liam menggaruk kepalanya, lantas memeluk Annabelle. “Sayang, kalau soal Katherine, sudahi saja dendammu. Jangan cari masalah lagi dengannya, ya!”

Dengan kasar, Annabelle mendorong tubuh Liam. Matanya memicing. “Apa kau takut padanya?!”

Liam memijit batang hidungnya. “Bukan begitu. Hanya saja, keluarga Katherine adalah keluarga yang cukup terkenal dan terpandang ... Mungkin, kau mengenal atau pernah dengar tentang keluarga Watson.”

Seketika, kedua mata Annabelle membulat. Mulutnya bahkan menganga. “Maksud – maksudmu, Katherine itu si Katherine Watson? Putri semata wayang Tuan Bernard Watson?”

Liam hanya menjawab dengan anggukan, yang mampu membungkam Annabelle. Sesaat, Annabelle menyesal ketika dia elah mengancam Katherine.

Tapi, tunggu dulu!

Sebuah ide licik justru tiba-tiba terlintas di kepala kecil Annabelle.

“Wah, wah! Justru ini menarik dan akan menguntungkan diriku!” ucap Annabelle dengan seringai licik, sambil menatap Liam yang bertanya-tanya apa maksud Annabelle.

“Apa maksudmu, sayang? Apa kau merencanakan sesuatu?” selidik Liam.

Annabelle memperhatikan kuku-kukunya yang belum dipoles nail art terbaru. Dia baru sadar ketika tadi melihat kuku-kuku cantik milik Katherine.

“Ya, aku punya rencana menarik untuk menjatuhkan perempuan itu. Dan rencanaku adalah ....”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status