Share

Dua Garis Biru

“Selamat ya, bu, pak… Hasil pemeriksaannya positif, hari ini genap 4 minggu. Sebentar lagi kalian akan menjadi orangtua…”

 

Sarah menelan saliva-nya perlahan, tiba-tiba saja kerongkongannya terasa kering. Sang ibu mertua tidak berhenti berucap syukur, dan juga terus-menerus memeluknya dengan sayang. Sementara Bagas tidak berkomentar apapun.

 

“Tolong berikan perawatan yang terbaik untuk menantu dan cucu saya ya, dok.”

 

Sang dokter hanya tersenyum tipis sebelum menjawabnya dengan tegas, “Tentu saja, bu.”

 

Sarah takjub dengan betapa mudahnya seorang manusia berubah perilaku. Meskipun ibu mertuanya tidak pernah berbuat kasar padanya, tapi dia juga bukanlah seseorang yang melimpahkan kasih sayang pada Sarah. Oleh karena itu, saat ibu mertuanya tiba-tiba menghujaninya dengan perhatian berlebih, itu membuatnya kewalahan.

 

“Sarah, ibu sudah buatkan makanan. Kata dokter, ini bagus untuk ibu hamil.”

 

“Sarah, kamu mau susu yang ini, atau yang ini?”

 

“Sarah, kamu nggak boleh kecapean. Semua pekerjaan rumah serahkan saja ke Rayya.”

 

Belum surut rasa terkejut Sarah atas semua perlakuan baik dari sang ibu mertua, dia pun dikejutkan oleh perilaku Bagas yang lain dari biasanya.

 

Jika Bagas selalu saja tampak dingin dan mengerikan kepada Sarah, tapi belakangan ini perilakunya tampak tidak biasa. Dia selalu menginginkan Sarah di sisinya, bahkan bila hal itu mengorbankan kenyamanan Rayya, sang istri pertama.

 

“Kenapa kita perginya bertiga, Mas?”

 

Sarah hanya mampu terdiam saat Rayya melihatnya dengan tatapan yang marah, serta mengajukan protes kepada Bagas yang sedang tenang menyetir.

 

“Kita ke rumah sakit dulu, Sarah perlu jenguk ibunya.”

 

Rayya mendengus dengan kesal. “Kalau dia mau ke rumah sakit, kenapa harus sama kamu? Dia mengganggu waktu kita berdua, Mas!”

 

“Ray, dia sudah jadi bagian dari keluarga kita.”

 

Walau Sarah bisa mendengar perdebatan kembali terjadi antara Rayya dan Bagas, tapi di lubuk hatinya yang terdalam, ada setitik rasa syukur atas perhatian yang diberikan sang suami.

 

Mendadak, ponsel Sarah bergetar. Manik indah wanita itu memperhatikan pesan yang tertera di layar ponselnya.

 

Nak… Sayang… Perusahaan Ayah baru saja tandatangan kontrak proyek pembangunan jalan tol lintas Sumatera. Dan juga, kata dokter keadaan ibu mulai berangsur-angsur membaik. Alhamdulillah, semoga ini jadi awal yang baik untuk keluarga kita ya, nak…

 

Sarah tersenyum, ada kebahagiaan yang menyelimuti hatinya saat membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh sang Ayah.

 

Dengan tangan mengusap perutnya, Sarah berujar dalam hati, ‘Ini semua berkatmu, Nak. Kamu adalah bintang keberuntungan Ibu.

 

***

 

“Dasar sialan!”

 

Ketika hampir semua orang di rumah pergi, tiba-tiba saja dari arah belakang, Rayya menjambak rambut Sarah. Rasanya sakit sekali, sampai-sampai perempuan itu hampir menangis kesakitan.

 

“Sakit, Mbak… Tolong lepaskan…”

 

Rayya meludahi wajah Sarah. “Dasar penipu ulung!”

 

Sarah terkejut, dia merasa dipermalukan secara luar biasa dengan apa yang dilakukan oleh Rayya. Seumur hidupnya, dijambak, diludahi, tidak pernah ia alami. Baru kali ini saja, setelah ia mengenal Bagas dan keluarganya ini.

 

“Aku tidak pernah kurang ajar, mbak… Aku salah apa?”

 

Rayya melepaskan jambakannya pada rambut Sarah, lalu bergantian menunjuk-nunjuk wajah Sarah. Wajahnya merah padam. “Kamu bikin perjanjian sama ibu, kan? Kamu menjebak Bagas untuk menikahimu, agar semua keuangan keluargamu membaik dan ibumu bisa segera dioperasi, kan? Dasar licik!”

 

Sarah yang masih menangis, kemudian hanya mampu menggelengkan kepalanya. “Tidak seperti itu, Mbak… Bukan seperti itu kenyataannya…”

 

Rayya melemparkan foto-foto ke wajah Sarah. Semua foto berserakan di atas lantai, sebuah potret dirinya dan Retno beberapa jam sebelum pesta perayaan dimulai.

 

“Jangan banyak alasan, Sarah! Saya tau ini semua akal-akalan kamu, kan? Kamu tau kalau ibu sangat menginginkan seorang cucu. Jadi kamu menghalalkan segala cara agar ibu setuju dengan semua rencana kamu itu. Dasar perempuan sundal!”

 

Rasanya, Sarah ingin membalas semua kalimat menyakitkan yang ditujukan kepadanya itu. Tapi, energinya sudah habis terkuras. Dia merasa lemas sekali. Dia memutuskan untuk tidak membalas semua tuduhan Rayya.

 

“Lihat ya, Sarah. Saya akan berikan semua bukti ini kepada Mas Bagas. Biar kamu diceraikan olehnya!”

 

Rayya berjalan cepat menuruni tangga, tapi karena terburu-buru dia terpeleset. "Ah!"

 

"Rayya!" Sarah berteriak, dengan sigap meraih tangan Rayya, berusaha menyelamatkan wanita itu. Akan tetapi, kala kedua netra mereka saling bersitatap, Sarah bisa melihat pancaran mata Rayya berubah gelap.

 

Detik berikutnya, Sarah bisa merasakan tarikan kuat dari sisi Rayya pada tangannya, menyebabkan dirinya ikut terjatuh dan terguling di tangga. Benturan keras pada perut menyebarkan rasa sakit ke seluruh tubuhnya, dan saat dia mencapai anak tangga terakhir, kepalanya terantuk keras dan mulai berdarah.

 

“Astaghfirullah!” Sebuah teriakan terdengar dari salah satu sisi ruangan, membuat Sarah yang tergeletak di lantai tak berdaya menggeser pandangannya. "Rayya! Sarah!" teriak seorang wanita yang parasnya sedikit buram di pandangan Sarah.

 

"To ... long," pinta Sarah, napasnya tersengal-sengal. Merasakan cairan mengalir keluar dari pangkal pahanya membuat air mata luruh membasahi wajah wanita itu. 'Anakku ... selamatkan anakku ....'

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Ummi Kultsum
menarik dan episodeny sedikit,enak di baca
goodnovel comment avatar
Efi Maifida Salim
cerita menarik tapi harus bayar...........
goodnovel comment avatar
Yunita Soviyanti
ceritanya menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status