Share

Godaan Jessica

“Dia keluar!” teriak salah seorang reporter.

Hari ini para detektif mengawalku bekerja. Hal itulah yang dimanfaatkan para reporter yang sejak kemarin sudah memadati rumahku. Lontaran pertanyaan tak terbendung. Kelap kelip cahaya kilat dari kamera terus menghujaniku, mereka seakan tak hentinya memotret. Aku pasrah saja, menunjukkan wajah sedih di depan mereka.

“Chef Bastian! Apa istri anda masih hidup?”

“Tolong berkomentar sedikit, Chef!”

“Apa anda tahu di mana keberadaan istri anda sekarang?”

Aku berhenti sejenak saat akan memasuki mobil, lalu menghadap ke kamera milik salah satu dari mereka.

“Tentu saja istri saya masih hidup.” Aku membuat suaraku terdengar optimis. Kemudian, dengan pandangan yang memohon, aku kembali berujar. “Jika ada sedikit jejak tentangnya, sangat bisa untuk menemukannya. Untuk itu, saya mohon bantuan kalian semua!”

“Apa yang diminta penculik untuk menebus istri anda?”

“Apa sudah ada perkembangan dari penyelidikan polisi?”

Mereka terus bertanya, aku tak menghiraukannya lagi. Lalu masuk ke dalam mobil dengan tubuh gontai. Mereka kompak menyerukan namaku sambil mengejar mobil kami. Aku menarik napas lega saat para wartawan itu tidak lagi terlihat.

Sampai di restoran, kedua detektif itu terus mengawasiku. Aku sedikit canggung untuk bekerja, dan terlebih lagi tidak bisa fokus. Pikiranku melayang-layang entah ke mana.

“Kalian akan bosan di sini kalau hanya terus memperhatikanku.”

Detektif Toni hanya mengangguk, menandakan tidak masalah jika harus lama menungguku selesai bekerja.

Seolah mengerti kerisihanku, Jessica kemudian datang dan menawarkan makanan kepada para detektif itu dengan begitu ramah. “Apa kalian berdua mau makan sesuatu? Menu-menu di sini sangat enak.”

Setelah menatap Jessica beberapa detik, aku lalu naik ke lantai dua untuk mengambil hasil laporan penjualan. Setelah mendapatkan filenya, aku pun menuju ruangan pribadiku. Tak lama setelah aku duduk di kursi kerja, Jessica berlari menghampiriku sambil membawa minuman. Dia tersenyum semringah sambil menyerahkan gelas minuman itu padaku.

Aku yang sedang parnoan karena sering tiba-tiba berhalusinasi tentang Elena pun terperanjat kaget. “Kamu ngegetin aja!”

“Suami yang malang, mengharap sang istri tercintanya kembali dengan selamat. Mengharukan sekali.” Ledekannya berbanding terbalik dengan seringaian di wajahnya. “Selamat!” Jessica mengulurkan minuman itu kepadaku.

Aku langsung panik. Mataku memelotot kaget, takut ada yang mendengar, lalu bergegas menutup pintu dan menguncinya.

Jessica terlihat bingung dengan tindakanku. Sekali lagi, dia bertanya. “Bolehkan aku ngucapin selamat sama kamu?  Jangan khawatir, cuman kita berdua disini kok.”

Kembali ia menyodorkan minuman itu padaku. Kuambil minuman yang disodorkannya, lalu berujar lemah. “Penculiknya minta tebusan sebanyak sepuluh milyar. Menurutmu itu siapa?”

“Memangnya itu penting? Asalkan hasilnya sama, sudah cukup kan?” Jessica tersenyum penuh kemenangan. “Kamu bisa melepaskan diri dari pernikahan yang merisaukan ini, dan masih bisa mempertahankan bisnismu. Aku pun jadi tak perlu menghadapi istrimu lagi, sangat bebas dan menyenangkan bukan?” sambung Jessica tertawa puas.

Aku menatapnya dengan setangah hati. Aku menyadari tindakanku ini sangat jahat, mengikuti jejak Jessica yang ingin menghancurkan istriku. Sejenak aku berpikir, apa dia benar mencintaiku atau ada maksud lain?

“Tapi kalau benar-benar terjadi sedikit kesalahan ….” Aku mulai berpikir.

“Gak akan ada masalah.” Dia lalu mendekat dan membuka sebutir kancing kemejaku. Aku sontak menolaknya, mendorong tubuhnya refleks. “Kenapa? Apa kamu benar-benar khawatir sama istri kamu? Aduh, Sayang! Kamu gak usah khawatir, keberuntungan sedang berpihak padamu sekarang!”

Jessica mendekat lalu merangkul bahuku. Seringaian kembali muncul di wajahnya. Tiba tiba saja, dia membuka blezernya, menampilkan dadanya yang hanya tertutup  tanktop. Kemudian dia duduk di pangkuanku sambil mengecup bibirku dengan begitu sensual.

“Jess, apa yang kamu lakukan!” hardikku. Aku kesal, Jessica tidak bisa melihat kondisi. “Jess, jangan gila kamu! Gimana kalau kita ketahuan? Situasinya sedang begini ….” kesalku sambil terus menolak tubuhnya yang terus memelukku.

“Kalau gitu biar sekalian ketahuan aja!” Dia malah tertawa centil.

Aku benar benar putus asa melihat tingkah Jessica.

Wanita itu terus menggodaku. “Mereka masih makan, masih ada waktu sampai mereka selesai.”

“Jess, jangan gila kamu!” sentakku.

Jessica terus mencumbuku dengan penuh hasrat. “Jarang jarang kita bisa kayak gini, aku suka situasi yang menegangkan kayak sekarang.”

Aku hanya pria normal biasa. Sekuat apa pun aku menolak, jika terus digoda. Tubuhku sudah tak bertenaga lagi, sementara Jessica terus mencumbuiku. Aku hanya bisa menerimanya dengan pasrah. Satu desahan lolos dari bibirku. “Jess, bukan gak boleh … argh ….”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status