Share

Kecurigaanku Terhadap Jessica

“Hah? Apa maksudnya, Bang?”

“Kayaknya bukan polisi,” selidik Bang Rozi.

Tanpa pikir panjang, aku bergegas menghampiri orang yang dimaksud bang Rozi, setelah memastikan memang benar ada orang mencurigakan di depan pintu masuk gedung.

“Ayo kita bicara!” aku menepuk bahu pemuda itu, memegangnya erat agar dia tidak kabur.

Dia terkesiap kaget, terdiam sejenak, lalu berlari kencang. Aku pun langsung mengejarnya.

“Hey! Berhenti!” teriakku.

Aku ingat, dia adalah orang yang malam itu mengamatiku dari dalam mobilnya. Aku menduga dialah pelaku penculikan ini.

“Apa yang kau lakukan pada istriku?” tanyaku dengan napas terengah-engah saat dia berhenti di atas atap gedung tua.

“Aku juga sedang mencari senior!” sentaknya.

“Senior?” ulangku.

Pria bertubuh kurus itu malah tertawa mengejek.

“Dasar brengs*k! Kamu sudah menculik orang tapi masih berani tertawa!” hardikku.

Spontan aku pun menghadiahinya dengan pulukan, tapi dia melawan dan berhasil mengelak.

“Jangan kamu mengira semua orang bajingan sepertimu! Kak Elena tau semuanya! Bahkan siapa selingkuhanmu,” ucapnya.

“Seorang wanita mengejar pria beristri, bukankah sudah jelas niatnya? Dia pasti punya tujuan lain,” pria itu mendekatiku sambil terus mengintimidasi.

Seketika aku teringat kata-kata Jessica yang terus menanyakan uang warisan istriku.

“Kenapa kau berada di depan rumahku kemarin malam? Kenapa kau mengikutiku!” hardikku sambil menarik kerah bajunya.

“Kenapa kau menjadikanku kambing hitam? Apa motifmu mendekati wanita bersuami?” aku terus menuduhnya.

“Aku mengawasimu karena khawatir dengan kondisi seniorku. Lagi pula kau lebih mencurigakan dari pada aku!” pria bertopi hitam itu menyeringai.

“Disaat hidup dan mati istrimu belum diketahui, kau masih saja berani menemui selingkuhanmu,” cibirnya.

Pria itu mendorong tubuhku hingga tersungkur. “Katakan apa yang kau rencanakan dengan selingkuhanmu itu!” bentaknya.

“Kaulah yang telah membunuh Kak Elena. Dia sempat bilang, jiwanya seakan mati meskipun raganya masih hidup,” lirihnya.

Aku tak terima dengan tuduhannya itu. “Jangan mengarang cerita brengs*k! kau jadikan curhatan istriku sebagai rencanamu kan? Dengan begitu aku yang akan terlihat bersalah!” aku semakin meraung kesal dan kembali menarik kerah bajunya.

“Cih, kau sama sekali tak pantas menjadi suami Kak Elena!” pria itu berdecih, lalu menepis tanganku dan beranjak pergi.

“Oya, satu lagi,” pria itu berbalik badan.

“Malam itu, bukan hanya aku yang mengikutimu,” ucapnya.

Ser! Jantungku berdesir, aku terduduk lemas saat menyadari siapa orang lain yang mengikutiku malam itu. Ternyata Jessica.

***

Malam hari setelah kulihat restoran tutup, aku mengikuti Jessica sampai ke kosannya. Dia terkejut ketika aku menepuk bahunya saat hendak membuka pintu.

Dengan sigap aku segera masuk ke dalam karena takut ada yang melihat. Jessica langsung memelukku.

“Gimana kalo ada yang lihat, kamu masih berani datang kesini?” senyuman manis terulas di bibirnya.

Refleks, aku mendorong tubuh Jessica karena masih dalam keadaan panik setelah bertemu pria yang mengaku sebagai junior istriku tadi.

Aku menatap manik mata Jessica, “apa kita bakalan aman?”

“Masih perlu kujelaskan? Selama masalah istrimu berjalan sesuai rencana, kita akan baik-baik saja.” Jessica berujar sambil berganti pakaian.

‘Lanjutkan sesuai rencanamu?’ batinku.

“Jess, kenapa kamu ngikutin aku?” selidikku.

“Ya pasti karna khawatir lah!”

“Apa kau takut aku tidak menjalankan rencana dengan baik?”

Jessica tersenyum, menatapku lekat. "Aku percaya sama kamu, tapi aku gak nyangka bakalan jadi kacau begini.”

“Kau masih bisa tersenyum? Sementara aku akan jadi pelakunya!” kesalku.

“Tenanglah, Sayang! sekarang fokusnya bukan itu, tapi… apakah kita akan mendapat uang 10 Milyar atau mendapat warisan. Apa kau mau aku mengaturnya lagi?” ujarnya sambil membelai pipiku.

“Kalau dia kembali hidup-hidup, berarti kita gagal. Bisa dibilang kita perlu rencana lain untuk mendapatkan uang 10 Milyar itu,” sambungnya.

Aku terpaku menatap wanita betubuh mungil ini, dia sangat berambisi terhadap uang itu. Seketika aku teringat dengan ucapan pria bertopi tadi siang, Jessica jelas punya niat lain.

“Kenapa penculiknya minta uang 10M? kebetulan jumlah uang yang sedang kubutuhkan dan juga uang warisan milik Elena.”

Jessica tersenyum lagi, ”mungkin saja penculiknya adalah si rentenir?”

“Orang yang tau aku membutuhkan 10 milyar, selain aku dan rentenir itu…” aku menjeda ucapanku sembari mendekatinya.

Jessica balas menatapku tajam, dia tertawa menyadari aku sedang mencurigainya, “kalau aku penculiknya, ngapain aku repot-repot meracik racunnya?”

Aku menarik tangan Jessica saat dia hendak menjauh dari hadapanku.

“Apa yang sebenarnya terjadi?” desisku.

“Kamu ingin kembali menjadi suami yang baik? Percuma saja, semua sudah terlambat,” seringaian licik kembali terulas.

Aku bergeming sejenak, pikiranku menuduh Jessica sebagai pelakunya.

“Syukurlah, seseorang sudah maju untuk menyelesaikan rencana yang kita buat, dan juga kita gak bisa menghindar, karena kita juga kaki tangan,” desisnya.

“Kalau aku jadi Elena, aku pasti berpikir untuk mati, bahkan malu untuk menyebut diriku sebagai istri." Jessica tertawa meledek.

Karena muak dengan sikap Jessica, aku pun pergi dari kosannya. Berjalan kaki menyusuri kota dengan langkah gontai.

Tring!

SMS pemberitahuan dari penagih hutang kembali mengancam, aku mendesah berat, teringiang kata-kata Jessica saat aku beranjak pergi tadi.

“Mendapatkan uang 10 Milyar adalah kesempatan terbaik, atau jangan-jangan kamu berharap istrimu kembali hidup-hidup? Dan menyerahkan uang itu pada si penculik?” cibirnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status