Share

S3: Eruptions of Jealousy (18+)

(Emily Stewart:)

'Aku tak tahu mengapa sekali lagi, atau mungkin lebih tepatnya, untuk ketiga kalinya, kubiarkan Earth memasuki kamar tidurku. Bahkan menerobos masuk ke 'ruangan pribadi'-ku, relung maha suci seorang wanita yang seumur hidupku hanya pernah dimasuki Xander. Dan juga Earth, belum terlalu lama terjadi, di Evertown. Di kamar sewaanku, di gudang M's Brew..

Keduanya begitu berbeda. Xander memang kekasihku, namun ia tak pernah benar-benar memberiku perasaan dan gairah seperti yang Earth selalu limpahkan kepadaku.

Mungkin aku pernah mencintainya, namun dengan pedih kusadari, cintaku kepadanya bukan cinta yang sesungguhnya. Hanya tempatku singgah sebagai tempatku kabur dari masa silamku. Dia memang baik dan tampan dan juga segala-galanya yang semua wanita idamkan. Penerimaanku terhadap dirinya saat aku masih sendiri semakin berasa hanya sebagai pengisian kekosongan hatiku.

Sebuah pelarian belaka? Bahkan aku tak merasa sungguh-sungguh kehilangan atau rindu!

Sedangkan terhadap Ocean, aku begitu menyukai mulusnya kisah pendekatan kami. Ia yang pertama menyelamatkan hidupku dan mengenalku dengan sangat baik. Ia mungkin sangat pantas menjadi cinta pertamaku. Ramah, tampan, elegan dan memikat.

Tentunya sebelum kejadian di atas piano di aula malam itu, di mana Ocean berubah total menjadi sosok yang bahkan kurasa lebih kasar dan kejam daripada Earth! Belum terjadi apa-apa, namun aku kehilangan sebagian besar perasaanku!

Sejak itulah aku menjauhi keduanya, paling tidak, tak ingin diriku terseret dalam kutukan Zeus dan dendam Hannah. Sepeninggal Lilian, semua malah bertambah runyam!

"Mengapa kau melamun, Emily?" tanya Earth sambil membelaiku perlahan. Kami baru saja pagi itu diam-diam bercinta. Berarti ini kali ketiga.

Pemuda itu masih terbaring bersamaku tanpa sehelai benangpun menutupi, terlentang di atas ranjangku. Aku tersandar di lengannya yang panjang namun berisi. Kubiarkan tangannya yang asyik bermain-main di tubuh bagian atasku, di kedua puncak bukit kenikmatanku yang menggelap dan mengeras, seolah mengiyakan jemari Earth menyentuh sesukanya. Sementara tentu saja, perbuatannya itu menimbulkan reaksi biologisku yang tak mampu kutepis. Earth selalu membuatku tak mampu berkelit. Seorang pecinta ulung. Ia tahu aku menikmati perbuatannya dan ia selalu siap 'melayaniku'.

"Kau diam saja, melamunkan Ocean atau Guru Muda itu?" Tuduhnya tiba-tiba sambil meremas milikku di bawah telapak tangannya seolah-olah begitu cemburu tanpa sebab yang jelas.

"Ti-ti-tidak. Aku hanya sedang berpikir, bagaimana bila kita kembali lagi ke Evermerika saja?" Remasan Earth terasa nyaris menyakitkan, namun aku tak bisa berkata bila aku tak suka, "Jauh-jauh kemari namun malah Lilian terbunuh dan bertemu dua gadis tak jelas yang tak juga membuatku tenang. Lebih baik kita mulai hidup baru saja. Kita pasti bisa."

"Kaukira aku seorang pengecut? Kaukira aku semudah itu tak menepati janji? Kita tunggu dahulu kehadiran kakakmu di sini! Bila ia jelas telah meninggal dunia, kita bisa kembali ke Evermerika. Bila belum ada kabar, kita tunggu hingga ia kembali! Ocean harus melihatku berbahagia! Dia harus tahu tentang kita!"

Dan bersama dengan kegeraman Earth itu, sekali lagi ia menindihku erat-erat di bawahnya. Seakan tak diizinkannya aku bangkit untuk selamanya. Diberinya aku erupsi yang takkan pernah selesai, membanjiriku dengan semua yang ada di dalam dirinya.

Panas dan membara. Ingin kuhindari, namun aku tak bisa!

Tentunya, tak selamanya kami begini. Sebuah panggilan dari luar menyentakkan keduaan kami.

"Emily, kau sudah bangun?"

Sky!'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status