Share

Bab 5. Let's Play The Game

Rai memacu mobil dengan santai. Meski marah ia berusaha tetap tenang. Saat ini ia tak ingin kemana-mana. Tujuannya cuma satu. Pulang. Hari ini ia merasa sangat konyol karena berhasil dikecoh dengan mudah oleh seorang anak perempuan. Ia, Raihan si Jagoan, dibuat tampak bodoh gara-gara gadis kecil dengan tinggi tak sampai sedadanya yang bidang. Jika Dre tahu, anak itu pasti tertawa puas atas segala penderitaannya.

“What? Lu dikibulin bocah?” Seketika wajah jail Dre terbayang di depan matanya.

“Lu harus lebih manusiawi sama cewek. Peran pangeran berhati dingin itu udah gak jaman. Nyesal lu gak sempat senang-senang di masa muda bersama cewek-cewek cantik.” Dre yang playboy cap kampak selalu berusaha mengajak Rai masuk ke dunianya yang hingar bingar dan sering gonta ganti cewek. Tapi Rai tak tertarik dengan gaya hidup Dre yang hedon. Ia lebih suka menghabiskan waktu berlatih dan melatih karate di dojo milik salah seorang sahabatnya.

“Ganteng-ganteng es batu.” Dre memberi ia julukan yang sangat kurang ajar. Tapi Rai tak pernah bisa marah pada sepupu yang sejak kecil selalu menjadi sahabat terbaiknya.

Sekarang, jika anak itu tahu ia dikecoh dengan mudah orang seorang gadis tomboy, Dre akan tertawa terpingkal-pingkal. Belum ada sejarahnya Raihan Sukmadilaga diperlakukan semena-mena oleh perempuan. Apalagi oleh anak ingusan usia dua puluh satu tahun.

“Dimana harga diriku.” Tanpa sadar ia bergumam sendiri.

Sepanjang jalan ia merenung tentang perjalanan yang membawanya hingga berakhir menjadi seorang pengawal tak diinginkan.

Ia juga tak pernah membayangkan akan berlarian kesana kemari mengintai seorang gadis tomboy yang membuat ia nyaris kehilangan harga diri. Jika bukan karena taruhan konyol sang ayah, ia sudah meninggalkan pekerjaan bodoh itu.

“Papa taruhan kamu tidak akan bisa mengalahkan Zee.” Sepatah kata yang membuat darahnya mendidih seketika.

“Memangnya anak itu sehebat apa?” Pertanyaan yang dijawab dengan tawa lebar oleh Sam, sang ayah.

“Kamu harus mencari tahu sendiri. Dan jadi pengawal dia adalah cara paling efektif.” Laki-laki itu menggoda anak kesayangannya.

“Menjadi pengawal?” Ia menatap laki-laki yang ia panggil Papa dengan wajah tercengang.

“Aku kuliah di luar negeri hingga master, hanya untuk menjadi pengawal?” Ia memastikan sang ayah sedang tidak mabuk atau dalam pengaruh obat.

“Bukan sembarang pengawal.” Sang ayah balik menatapnya dengan senyum lebar.

“Dia calon istri kamu.”

“What? Calon istri?” Ia makin terhenyak heran.

“Sejak kapan keluarga kita menjadi kolot dan ikut campur dalam perjodohan?”

“Kamu kenal dulu aja. Anaknya cantik dan unik.” Sang Papa tetap menampakkan muka gembira. Ia mengenal Rai dan yakin anak itu akan menyukai Zee, putri sahabatnya sejak masa muda.

“Lagipula kenapa ayahnya gak sewa pengawal profesional aja sih? Bikin susah aja.” Ia tidak habis pikir dengan orang tuanya.

“Sudah sejak kecil dia dikasih pengawal. Tapi gak ada yang bertahan lebih dari tiga bulan. Dan dia pemegang DAN Tiga Karate, lho.” Ayahnya menambahkan info yang membuat kuping Rai berdiri tegak. Ia mulai tertarik.

“Dan Tiga Karate dan diberi pengawal?” Baginya semakin terdengar aneh gadis yang akan dijodohkan dengannya.

“Dan dia tidak menyukai apapun bentuk kemewahan.” Sang ayah menambahkan info yang kian membuat Rai makin penasaran dengan gadis itu.

“Kedengarannya anak itu kok tidak normal.” Ia menyeletuk yang membuat sang ayah tertawa terpingkal-pingkal.

“Hush, anak orang dibilang tidak normal. Pokoknya kamu kenalan dulu aja. Jadi pengawal dia cara paling efektif untuk mengenalnya. Nanti urusan perjodohan terserah, setuju apa tidak, Papa serahkan ke kamu.” Ayahnya mengedipkan mata ke arah Rai dengan senyum tak pernah lepas dari wajahnya.

“Atau Papa ajak kamu taruhan, berani gak?

“Taruhan apaan?”

“Kalo kamu mampu bertahan enam bulan jadi pengawal Zee, Papa mau pensiun. Kamu yang ambil alih semua usaha kita.”

Rai terpana. Tak menyangka sang ayah mempertaruhkan perusahaan kebanggaannya hanya demi seorang gadis.

“Papa bercanda? Aku gak salah dengar nih?”

Seringai sang ayah dan cara ia mengajak taruhan benar-benar membuat Rai merasa dilecehkan.

“Papa serius. Papa ingin istirahat, jika kamu memang mampu menghadapi Zee.”

 “Demi seorang gadis, Papa mau kehilangan perusahaan?” Ia menatap tak percaya laki-laki berusia lima puluh delapan tahun yang masih gagah itu.

“Bukan sembarang gadis, Rai. Zee gadis istimewa.” Sang ayah kembali melemparkan senyum lebar untuk menggodanya.

“Percaya lah. Kamu gak akan menyesal menjadi pengawalnya.”

Akhirnya ia menerima taruhan itu, bukan karena ingin mengambil alih perusahaan, tetapi lebih kepada ego yang tersentil atas tantangan sang ayah. Harga diri dan egonya meronta. Ia ingin tahu gadis seperti apa yang akan ia kawal dan ingin dijodohkan dengan seorang Rai Sukmadilaga. Apa hebatnya gadis itu sehingga ia yang harus menjadi pengawalnya. Ia merasa adrenalinnya meluap membayangkan betapa melecehkan tantangan sang ayah.

“Para orang tua memang konyol dan tidak masuk akal.” Ia bergumam sehingga membuat Sam Sukmadilaga tertawa terpingkal-pingkal.

“Kalian anak muda memang harus belajar banyak.” Ia membalas dengan wajah ceria.

“Tapi Papa senang kamu berani menerima taruhan.” Ia melanjutkan dengan tetap menahan rasa geli melihat ekspresi anaknya yang tampak kesal.

“Papa juga gak percaya kamu tidak mampu menundukkan seorang anak perempuan yang bakal menjadi calon istrimu kelak.” Ia tak henti-henti mengucapkan kata-kata yang justru membuat Rai bertekad ingin membalas gadis yang telah membuatnya merasa sangat dilecehkan.

Dan di sinilah ia sekarang. Memburu seorang gadis tomboy yang benar-benar berperilaku di luar dugaannya. Diperlakukan semena-mena dan dikecoh dengan mudahnya. Meski sangat kesal dengan ulah Zee, tapi ia pun tidak mau kalah taruhan.

“Perjalanan baru dimulai.” Ia bertekad membuat gadis itu takluk dalam genggamannya. Apa kata dunia jika ia, Raihan Sukmadilaga, gagal menjadi pengawal seorang bocah perempuan meski hanya untuk enam bulan saja.

“Urusan calon istri, itu nomor sekian. Toh tak ada kewajiban aku harus menerima.” Ia merasa jauh lebih tertantang untuk memenangkan taruhan dengan ayahnya. Ia harus membuktikan bahwa seorang Rai tak semudah itu menyerah hanya karena  perlakuan dan reputasi seorang gadis tomboy.

"Jangankan satu gadis tomboy. Dikasih sepuluh gue gak bakal kalah. Kamu akan bertekuk lutut pada Rai Sukmadilaga, Nona Lizzy. I Promise you!" Ia menyeringai dengan penuh percaya diri.

“You wanna play a game, let’s do it then. And I will teach you how to become a good girl.”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status