Share

Bab 2. Inspeksi

“Neng Zee ngapain sih tiap hari ke mall?” Joni si tukang parkir hampir selalu menanyakan pertanyaan yang sama saat didatangi gadis itu. Sudah nyaris sebulan ia melihat Zee mondar mandir di mall.

Dulu Zee malah ikut membantunya memarkirkan mobil-mobil yang keluar masuk. Tapi Joni melarang. “Nanti saya yang kena skors, Neng. Tukang parkir di mari harus pakai seragam.” Ia khawatir ditegur atasannya jika melihat Zee ikut memarkirkan mobil-mobil tamu. Sejak itu Zee berhenti memarkirkan mobil. Ia sadar tamu pasti tak nyaman jika dilayani tukang parkir layaknya di pinggir jalan. Tapi ia masih sering nongkrong ke tempat Joni di saat-saat tertentu.

“Neng….!” Joni mengagetkan Zee yang sedang celingukan mencari Rai, pengawalnya yang menyebalkan itu.

“Inspeksi.” Ia menjawab singkat.

“Yaelah si Neng. Inspeksi segala. Kayak pejabat aja.” Joni tertawa mendengar jawaban Zee yang  lucu.

“Inspeksi Kang Parkir. Biar gak kerja sembarangan.” Zee tertawa menanggapi komentar Joni.

Sekilas matanya menangkap sosok Rai sedang berbicara dengan satpam di dekat pintu masuk.  Mata mereka berserobok. Buru-buru ia membuang pandangan. Ia merasa menang karena laki-laki itu patuh mengikuti perintahnya untuk menjauh lebih dari tiga ratus meter.

“Saya serius Neng. Tiap hari saya liat Neng bolak-balik, bolak balik. Kayak setrikaan aje.” Joni masih penasaran dengan kehadiran Zee. Kadang ia melihat gadis itu asik berbincang dengan satpam. Kapan tau ia lihat Zee sedang bercanda dengan cleaning service.

“Kalo saya perhatiin, Neng ini mestinya anak orang kaya.” Joni memberi penilaian setelah mengamati penampilan Zee yang menurutnya keren abis.

“Noh liat dah. Semua yang Neng Zee pake tampak mahal semua.” Ia mempermainkan uang ribuan di tangannya, sambil matanya seskali berpindah dari Zee ke mobil-mobil yang keluar masuk.

“Syet dah. Kaya dari mana? Pakaian gue compang camping begini. Apanya yang mahal?” Zee menunjukkan celana jeans belelnya pada Joni.

"Bagusan juga seragam kamu, Jon." 

Laki-laki itu tertawa senang. Merasa tak berjarak dengan gadis tomboy cantik itu. Joni lebih muda dari Zee, namun tampak lebih tua dari umurnya. Zee selalu bicara informal dengan para pekerja di level bawah agar mereka merasa nyaman saat bersamanya. Terlebih lagi, ia tidak ingin mereka mengetahui siapa dirinya. Ia pun sudah mewanti-wanti papa dan top management mall agar tidak membocorkan identitasnya.

“Jadi Neng ngapain di mall ini tiap hari?” Joni masih penasaran.

“Mak gue jualan di food court. Tugas gue ngabisin makanan Emak kalo gak laku.” Zee menyeringai jail padanya.

Joni tampak geli mendengar jawaban Zee. “Nah, kalo gitu Neng boleh berbagi tugas sama saya dah. Kalo gak abis, bawa aja makanannya di mari. Saya bantuin.”

“Iya nanti ya. Sekalian bagiin buat Udin dan Mamat.”

“Eh, beneran, Neng?” Joni tampak girang. "Lumayan banget itu, menghemat uang makan saya."

“Iyalah. Masa gue bo’ong.” Zee menyeringai.

“Wah semoga jualan Emak hari ini gak laku ya Neng.”

“Hush. Doa tuh gak boleh yang jelek. Tetap doain laku, biar nanti tambah banyak duit Emak, biar bikin makanan lebih banyak. Biar makin rajin juga bagi-bagi rejekinya.”

“Eh, iya. Maap ya Neng. Semoga dagangan Maknya Neng Zee laku. Tapi sisain buat Joni yak.” Joni memandang Zee sambil cengegesan.

Zee menepuk pundak Joni. “Nah gitu dong. Ya sudah, nanti gue bawain ya. Cabut dulu.” Ia pamit pada Joni yang tampak senang mendengar janji Zee. Bagi Joni dan pekerja rendahan di mall itu, menghemat sekali uang makan berarti kesempatan langka yang membuat mereka sangat bahagia. Apalagi harga-harga makanan di sekitar mall tidak ada yang murah.

“See you Neng. Terima kasih yak.” Ia melambaikan tangan sekalian pamer bahasa Inggris yang pernah diajarkan Zee.

Zee tersenyum memberi dua jempol ke arah Joni.

“See you, Jon. Good Job.”

Joni tampak sumringah dengan seulas senyum tersungging di wajah hitamnya yang sering terkena sinar matahari.

Rai, sang pengawal tak pernah melepas pandangannya dari kedua anak muda itu. Ia takjub melihat betapa santai sang gadis berbincang dengan tukang parkir. Berkali-kali ia melihat mereka tertawa. Zee tidak tampak canggung sedikit pun saat berinteraksi dengan tukang parkir itu. Ia malah terlihat riang dan tertawa senang.

Rai tak habis pikir, bagaimana mungkin anak seorang pemilik mall mewah yang kaya raya mampu bergaul dan tidak menunjukkan sedikitpun arogansi saat bersama pegawai rendahan. Sebaliknya ia tampak sangat membaur, seakan seumur hidup terbiasa berada di antara kaum marginal. Meskipun gadis itu sangat menjengkelkan saat di dekatnya, tapi ia kagum dengan kerendahan hatinya.

“Gadis unik.” Ia bergumam, sambil melangkah mengikuti Zee yang berjalan ke arah samping mall. Kali ini ia menjaga jarak, takut Zee kabur lagi dan membuat ia kewalahan mencarinya. 

Zee melangkah dengan gerakan cepat seperti biasa. Ia bermaksud melanjutkan inspeksi ke bagian belakang mall yang jarang dikunjungi para pengelola. Ia memutar melalui samping mall. Ia lebih suka mengambil jalur-jalur yang tidak biasa dilalui pengunjung. Terkadang ia menemui para pekerja yang jarang terlihat dari luar, dan mengajak mereka berbincang. Ia senang mendengar cerita para pekerja di mall itu. Para supir yang tengah menunggu majikan, atau sopir dan kenek mobil box yang tengah mengaso. Selalu saja ada cerita menarik saat ia berbincang dengan mereka.  

Tiba-tiba sebuah teriakan mengagetkannya.

"Zee...! Hei.... Zee....!"

Ia mencari sumber suara. 

Dari kejauhan Dena, sahabat masa kuliahnya berlari mengejar Zee. Ia menghentikan langkah dan mengernyitkan kening, heran melihat Dena ada di mall dan terengah-engah mengejarnya. 

"Astaga... ternyata beneran elu, Zee. Tadi gue pikir gue salah liat." Dena memegang tangan Zee dan menatap sahabatnya itu dengan nafas masih memburu.

"Ngapain Na? Kok ada di sini?"

“Pertanyaan yang sama buat lu. Ngapain sih Zee? Tadi gue liat lu ngobrol sama tukang parkir. Tapi gue gak yakin. Gue mau brenti tapi mobil gue diklasonin mobil belakang. Terpaksa cari parkir dulu. Mana lagi penuh gini. Tadi gue lari-larian ngejar ke tempat lu nongkrong, eh elunya malah jalan ke sini.” Wajah Dena tampak masih memerah.

Zee memeluk sahabatnya. “Duh kasian amat sahabatku. Gue gak liat, Na. Sorry ya.”

“Iya. Gak apa-apa. Tapi lu mau kemana kok lewat sini?” Dena menatap Zee penuh selidik.

“Mau ke dalam. Tapi nyasar ke sini.” Ia tersenyum jail ke arah Dena.

“Hish.. ada-ada aja. Yuk, lewat depan aja.” Dena menarik tangan Zee.

Rai menghentikan langkah ketika Zee dan teman perempuannya berbalik menuju ke arahnya. Ia pura-pura sibuk memainkan ponsel ketika Zee dan gadis cantik berpenampilam modis dan anggun itu melewatinya.

Zee mendelikkan mata ke arah Rai dan berlalu pura-pura tidak mengenalnya.

Rai balas melototkan mata ke arah Zee, dan tersenyum ketika mendengar pembicaraan kedua gadis itu.

“Gue kangen banget sama lu, Zee. Gue telpon gak pernah diangkat sih.”

“Masak sih? Gue lagi sibuk cari kerja.” Zee menjawab sekenanya.

Kedua gadis itu berjalan menjauhinya. Ia kembali geleng-geleng kepala memandang kedua gadis yang tampak benar-benar bertolak belakang di lihat dari sudut manapun.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status