"Ada apa Mas?"Mas Adi hanya melirikku saja, aku jadi takut, jangan jangan terjadi sesuatu sama papa."Papa Ra.""Papa kenapa Mas?" Mas Adi malah tersenyum, aku jadi bingung dibuatnya."Kok malah senyum sih Mas." Aku jadi kesal dibuatnya."Kamu tuh, orang Mas belum selesai ngomong, udah main potong aja. Tadi yang telepon Papa, Papa bilang sekarang lagi kerumah Nenek, Papa lagi jemput Mama."Kali ini mas Adi sepertinya serius."Yang bener Mas?" "Iya sayang, kamu nggak usah panikan kenapa?"Ujar mas Adi sembari mengacak rambutku.Mendengar kata kata mas Adi, aku merasa bahagia sekali, aku senang karena papa baik baik saja. Lebih senang lagi, karena papa sedang jemput mama, sebentar lagi, keluarga kecilku dapat berkumpul kembali, aku sudah tak sabar, ingin melihat mereka bersatu kembali."Mas, kita sarapan yuk!"Karena panik, memikirkan papa, aku sampai lupa untuk sarapan, kasihan mas Adi, pasti sudah sangat lapar."Yuk!" mas Adi seperti sangat bersemangat."Maaf ya Mas, gara gara aku,
Drrrrrtttt.Kudengar posnselku berbunyi saat berada dikamar mandi."Ra, ada telepon dari om Andri nih?" Ucap mas Adi dari balik pintu."Sebentar Mas!"Om Andri telepon? Pasti ada yang penting. Jangan-jangan, ini soal penyelidikan itu. Apa om Andri sudah berhasil, menyelidikinya, dan sudah tahu siapa orang itu?"Mana Mas?" Mas Adi memberikan ponsel yang dipegangnya padaku."Hallo Om." sapaku ramah."Arra, Om sudah mengetahui siapa orang itu." Ucap Om Andri dari seberang sana."Serius Om?"Mendengar yang om Andri katakan, aku sangat senang. Sebentar lagi, aku akan melihat wajah orang yang menghancurkan hidupku melalui Andrean."Sekarang dia sudah Om sekap dirumah." Ucap om Andri tegas."Apa Om! Disekap?"Aku masih bingung dengan maksud om Andri."Iya Ra, kamu segera kesini ya!""Iya Om, sebentar lagi Arra kesitu."Berarti om Andri telah menangkapnya, tapi kenapa tak langsung membawanya kekantor polisi. Apa om Andri ingin aku melihatnya dulu. Tapi siapa sebenarnya orang itu? aku jadi pe
"Mas, aku takut,""Arra bertahan ya?"Samar kudengar suara mas Adi, namun perlahan menghilang."Arra bangun sayang, kamu pasti kuat sayang."Kudengar pelan suara mas Adi. Perlahan kubuka mata ini, kurasakan tangan mas Adi menggenggam tanganku, kutatap wajahnya, ada raut sedih disana, ada air mata menetes dipipinya."Mas." panggilku lirih."Arra, kamu sudah sadar sayang."Mas Adi mencium tanganku lembut."Apa yang terjadi Mas? apa kandunganku baik baik saja?"Kali ini, aku sudah tak merasakan kram diperutku, apa jangan jangan, tidak aku tak mau itu terjadi."Sayang, kandungan kamu baik, anak kita baik baik saja Ra.""Tapi..."Tapi apa Mas?" Mas Adi menggantung kata katanya, membuatku jadi panik."Tapi, kamu kenapa curang, nggak kasih tau Mas, dari kemarin kemarin."Mas Adi tersenyum seraya membelaiku sayang."Maksud kamu apa Mas?"Mas Adi membuatku bingung."Dokter bilang, usia kandungan kamu sudah lima minggu, tapi kok baru kasih tau Mas kemarin."Ucap mas Adi, sambil mengacak acak r
Namaku Ayyara, umurku baru genap dua puluh tahun. Aku masih duduk di bangku kuliah. Aku adalah anak tunggal, dan kedua orang tuaku sangat menyayangiku.Semula hidupku selalu bahagia, karena tidak kurang suatu apapun, papa dan mama selalu memanjakan ku, segala apa yang kupinta, mereka selalu memberikan padaku. Namun belakangan ini, papa dan mama sering bertengkar, entah apa penyebabnya.Saat pulang kuliah, sayup-sayup kudengar suara papa berkata, "Sejak kapan kamu selingkuh dengan lelaki itu? aku tak menyangka Rani, kamu tega mengkhianatiku!""Pa, semua yang kamu tuduhkan itu tidak benar Pa, tolong percaya Mama," Kudengar mamaku menghiba."Semua buktinya sudah jelas. Apa kamu masih mau menyangkal?" kudengar papa kembali membentak mama.Praaang...! Entah barang apa lagi yang dibanting papa, karena khawatir dengan mama, akupun menghampiri mereka."Ma, Pa, tolong jangan bertengkar lagi, Arra pusing dengernya, apa tidak bisa diselesaikan baik-baik!" Kataku mencoba menasehati mereka."Ara
"Si.. Siapa kalian?" Tanyaku gugup, sungguh aku merasa sangat takut sekali."Kamu tak perlu tau siapa kami, tugasmu disini hanyalah melayani kami berdua!" Pria itu mendorong tubuhku keranjang."Kamu disini di jadikan jaminan oleh Andrean, dia kalah taruhan, jadi kamulah bayarannya," Ujar lelaki yang satunya."Apa..!" Itu nggak mungkin, Andrean nggak mungkin seperti itu," Kataku, seraya meraih ponsel yang ada di atas nakas."Biarkan dia menelpon, paling mau menghubungi si Andrean." Ucap teman lelaki yang hampir mendekatiku.Aku mencoba menghubungi Andrean, namun nomornya tidak aktif. Aku jadi yakin, Andrean telah menjebakku."Sekarang kamu percaya kan, Andrean telah menyerahkan kamu malam ini untuk kita." Ucap pria itu."Bram, kamu duluan saja, biar aku jadi penontonnya!""Baiklah Pras!""Ayo sayang mari kita bersenang-senang!""Jangan! tolong aku, aku mohon jangan lakukan itu," Ucapku mengiba pada mereka."Jangan coba-coba menolak, kalau tidak ingin kita berbuat kasar padamu. Aku h
"A.. Andre kamu...?"Aku sangat terkejut ternyata orang di depanku adalah Andre."Kemana aja kamu Ara?"Plaak."Aku tidak menyangka Ndre, kamu tega menjadikan aku taruhan, dasar laki-laki bia*ab, aku tak sudi ketemu kamu lagi."Aku berlari pergi meninggalkan Andrean, aku benar-benar muak melihat lelaki itu."Ara tunggu!"Andrean berhasil mengejar ku, dan mencengkeram tanganku."Berani kamu pergi dariku, maka aku tak segan untuk mengirim video kamu, bersama kedua temanku waktu itu, ke orangtuamu." ancam Andrean.Deg. Mendengar ucapan Andrean, jantungku serasa berhenti."Kamu mengancamku Ndre, setelah semua yang kamu lakukan padaku, apa kamu tidak puas!" Bentaku pada Andrean."Sudahlah Ara, ikut aku sekarang, atau video ini aku kirim ke orangtuamu!" Ancamnya seraya menunjukan video menjijikan itu.Terpaksa aku mengikuti kemauan Andre, aku tidak mau kalau Andre benar-benar mengirim video itu ke mama dan papaku, aku tak mau mereka kecewa."Aku akan ikut kamu Ndre, tapi kamu harus janji,
"Bagaimana keadaanmu?" tanya seorang pria berbaju putih."Apa yang kau ingat?" Tanyanya lagi."Aku tidak ingat apa apa," Jawabku."Syukurlah, kamu sudah sadar?" seorang wanita cantik berambut panjang, mendekat ke arahku. "Siapa namamu Dek," tanyanya. Aku hanya menggeleng pelan."Bagaimana ini Dok?" Tanya wanita itu lagi."Mungkin karena benturan keras di kepalanya membuat amnesia, tapi itu sifatnya sementara.""Jadi aku kenapa Dok?" Tanyaku bingung."Kamu mengalami kecelakaan, karena benturan di kepala membuat kamu amnesia," Tegas wanita itu."Untung saja kandungan kamu tidak apa-apa," Ucapnya lagi."Ya sudah, saya permisi dulu," Ucap pak Dokter seraya berlalu pergi."Apa aku sedang hamil kak?" Tanyaku bingung."Iya, kamu sedang hamil. Dokter bilang, usia kandungan kamu baru empat Minggu.""Namaku Ayunda, panggil saja aku Kak Ayu, kamu tertabrak mobilku saat di jalan, aku yang membawamu kesini. Karena kamu belum ingat apapun, aku akan membawamu pulang, untuk sementara aku panggil
"Katakan, apa syaratnya sayang?" Evan tersenyum menyeringai. "Aku minta, hutang kak Ayu lunas." "Baiklah sayang. Aku bebaskan hutang Ayu. Ayolah!" Evan menarik tanganku, sepertinya dia sudah tidak sabar. "Tunggu! Aku mau buat surat perjanjian, aku tidak mau kamu menagihnya kembali, di lain hari," pintaku. "Haah, baiklah. Kamu siapkan segera suratnya. Aku segera menyiapkan surat itu, sampai selesai. "Evan, kamu tanda tangan disini!" tunjukku pada selembar kertas yang sudah tertera materai. "Sudah kan sayang. Sekarang kita bersenang senang," ujarnya. "Simpan ini Kak!" Aku menyerahkan surat perjanjian itu. Kak Ayu menerimanya dengan berurai air mata. ***"Dinda kamu sudah siap?"Aku yang baru selesai berhias bergegas menghampiri kak Ayu."Sudah kak, ayo kita berangkat sekarang!"Begitulah kehidupan yang aku jalani saat ini, menjadi pemuas nafsu para lelaki hidung belang, entah berapa lelaki yang telah menyentuh tubuhku, dan entah sampai kapan ini semua akan berakhir