Share

Di Jadikan Pembayar Hutang

"Si.. Siapa kalian?" Tanyaku gugup, sungguh aku merasa sangat takut sekali.

"Kamu tak perlu tau siapa kami, tugasmu disini hanyalah melayani kami berdua!" Pria itu mendorong tubuhku keranjang.

"Kamu disini di jadikan jaminan oleh Andrean, dia kalah taruhan, jadi kamulah bayarannya," Ujar lelaki yang satunya.

"Apa..!" Itu nggak mungkin, Andrean nggak mungkin seperti itu," Kataku, seraya meraih ponsel yang ada di atas nakas.

"Biarkan dia menelpon, paling mau menghubungi si Andrean." Ucap teman lelaki yang hampir mendekatiku.

Aku mencoba menghubungi Andrean, namun nomornya tidak aktif. Aku jadi yakin, Andrean telah menjebakku.

"Sekarang kamu percaya kan, Andrean telah menyerahkan kamu malam ini untuk kita." Ucap pria itu.

"Bram, kamu duluan saja, biar aku jadi penontonnya!"

"Baiklah Pras!"

"Ayo sayang mari kita bersenang-senang!"

"Jangan! tolong aku, aku mohon jangan lakukan itu," Ucapku mengiba pada mereka.

"Jangan coba-coba menolak, kalau tidak ingin kita berbuat kasar padamu. Aku hanya ingin menikmati tubuhmu, bukan menyiksamu, jadi menurut lah! Kalau tidak, aku akan menyakitimu." ancamnya.

Karena takut akhirnya aku hanya pasrah membiarkan Bram menikmati tubuhku, aku hanya bisa menangis pilu, sungguh aku tak menyangka Andrean bisa sekeji ini padaku.

Aku keluar meninggalkan hotel tempat Andrean membawaku kemarin, entah kemana sekarang aku harus pergi. Aku berjalan tak tentu arah, hingga terdengar suara mobil berhenti di depanku. Rupanya aku hampir tertabrak, karena sedang kalut, aku tak menyadari kalau aku berjalan ditengah jalan.

"Kamu nggak apa-apa?" Tanya seorang wanita yang keluar dari mobil tersebut.

"Aku tidak apa-apa," jawabku.

"Sepertinya kamu sedang ada masalah? "Kalau mau pulang, nanti saya antar, mau kan?" tanya wanita itu.

"Aku nggak tau mau kemana Mbak, aku bingung!" Ucapku.

"Apa kamu mau ikut pulang bersamaku? "Untuk sementara kamu bisa tinggal di rumahku. Kenalin, namaku Mayang, panggil saja Mbak Mayang." Ujarnya.

"Aku Ayyara Mbak." Balasku.

Karena tak punya tujuan akhirnya aku memilih untuk ikut mbak Mayang kerumahnya.

"Ini rumahku Ara, aku hanya tinggal berdua dengan ART, suamiku kerja di luar kota, pulangnya sebulan sekali.

" Ra, kalau Mbak boleh tau, kamu sepertinya sedang ada masalah? Ceritakan sama mbak, siapa tau mbak bisa bantu?" Ucapnya.

Apa mungkin aku harus menceritakan semua kejadian yang kualami sama mbak Mayang.

"Ara sepelik apapun masalahmu, kalau kamu mau bercerita setidaknya itu bisa membuatmu sedikit lega,"

"Mbak benar, Ara akan cerita semua sama Mbak," Ucapku.

Kemudian kuceritakan semua kejadian yang menimpaku, semuanya tanpa terkecuali, aku tak dapat menahan rasa sakitku ketika kuceritakan semua pada mbak Mayang, air mataku jatuh bercucuran.

"Tega sekali pacarmu itu Ra. Orang seperti dia seharusnya di beri pelajaran." ucap Mbak Mayang geram.

"Ara, apa tidak sebaiknya, kamu pulang ke orang tuamu?"

"Tidak Mbak, mereka sudah tidak perduli padaku,"

"Baiklah, untuk sementara, kamu boleh tinggal disini,"

Mendengar perkataan mbak Mayang aku merasa senang, untuk sementara mungkin lebih baik aku tinggal disini, aku tidak mau ketemu Andrean lagi.

Seminggu berlalu, sejak kejadian itu, aku tinggal di rumah mbak Mayang, setiap hari mbak Mayang kerja, aku hanya diam dirumah.

"Mayang belum pulang Mbak?"

Degh.

Jantungku berdetak kencang, suara itu, sepertinya aku tidak asiing. Karena penasaran kucoba menoleh, "Itu kan lelaki yang waktu itu, ya Tuhan kenapa dia ada disini."

"Ara, ini mas Bram, papanya Alvin," ucap Mbak ART itu.

Lelaki itu terkejut melihatku, sama seperti aku juga tadi terkejut melihatnya. Namun aku mencoba bersikap biasa, seolah-olah aku tak mengenalnya.

"Aku Ara mas, sepupunya mbak Mayang,"

Pesan mbak Mayang, kalau nanti papanya Alvin pulang, aku harus mengatakan, kalau aku sepupunya, supaya suaminya tidak melarangku, tinggal di sini.

"Aku Bram. Selamat datang ya, semoga kamu betah tinggal disini." Ucapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, mungkin dia tak suka aku disini atau justru dia malah senang aku disini.

Entahlah, lelaki yang bernama Bram itu, lelaki yang telah menjadikanku pelampiasannya, dan itu ternyata suaminya mbak mayang. Ya Tuhan, orang sebaik mbak Mayang, kenapa harus punya suami brengsek seperti mas Bram, batinku.

Aku segera berlari masuk kekamar, pikiranku kacau, aku takut bila aku terus disini, pasti Bram akan mengulangi perbuatannya, atau kalau tidak dia pasti akan mengatakan pada Andrean kalau aku berada disini. " Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Aku harus segera pergi dari sini secepatnya," Saat kubuka pintu hendak keluar, aku dikejutkan oleh mas Bram, yang sudah berdiri dibalik pintu, dengan tatapan mata yang tajam.

"Kamu mau kemana?"

"Maaf mas, aku mau keluar sebentar," Ucapku seraya menunduk.

"Kamu jangan coba-coba kabur, kalau tidak mau, aku laporkan pada Andrean!"

Mendengar ucapannya hatiku terasa hancur, baru saja aku merasa aman, sekarang bahaya besar malah mengancamku. Ibarat peribahasa, keluar dari kandang harimau, masuk ke mulut buaya, itulah nasib yang kini menimpaku.

"Mas, biarkan aku pergi, tolong jangan ganggu aku lagi!" Ucapku mengiba.

"Kalau mau aman tetap disini!"

Mas Bram mendorongku masuk kembali kekamar , kemudian dia mengunci pintu.

"Mas, aku mohon tolong biarkan aku pergi," Pintaku.

"Kamu akan lebih aman disini, aku janji aku takan memberitahu pada Andrean, asalkan kamu mau melayaniku!"

Mas Bram kembali melakukan aksinya, sebisa mungkin aku meronta, agar jangan sampai dia menyentuhku. Namun apalah dayaku, kekuatan mas Bram jauh lebih besar, dan dia melakukannya lagi.

Aku hanya bisa menangis, merasa jijik dengan diriku, aku benci dengan keadaanku, aku harus segera pergi dari sini secepatnya.

"Pakai bajumu! rapikan kembali tempat tidurmu! Ingat! bersikaplah biasa saja, aku nggak mau sampai Mayang curiga," Ancam Bram, sebelum keluar dari kamar.

***

"Ara, kamu didalam kan?"

Kudengar suara mbak Mayang memanggilku.

"Iya Mbak, maaf aku ketiduran."

"Kamu sudah bertemu mas Bram kan?" tanyanya.

"Iya Mbak, sudah, tapi sepertinya mas Bram keluar lagi mbak,"

"Iya tadi mas Bram telepon, katanya lagi di rumah temannya, ya udah kamu lanjut istirahat aja, mbak mau mandi dulu!"

"Maafkan aku mbak, karena suamimu aku jadi berbohong padamu." ucapku dalam hati.

Setelah malam tiba, aku menunggu waktu yang tepat, untuk segera pergi dari rumah ini, aku menunggu sampai mbak Mayang dan mas Bram tidur.

"Sepertinya mereka sudah tidur, aku harus secepatnya pergi dari rumah ini," gumamku.

Aku berhasil keluar rumah, tanpa ketahuan. Aku berjalan menyusuri jalan, entah kemana aku harus pergi. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara sepeda motor, berhenti tepat di depanku, dan aku sangat terkejut melihat orang yang kini berada di depanku.

"Akhirnya, kita bertemu lagi,"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status