Share

Cinta Maid Belok Kanan
Cinta Maid Belok Kanan
Penulis: Lia Dee

Majikan Terbaik

“Bos, sakit, Bos!”

“Kamu berisik banget sih, Sof!”

Aku tidak bisa berbuat apa-apa saat Daniel menarik tanganku untuk membersihkan luka di jariku. Gara-gara dia datang tiba-tiba, aku yang tengah memotong sayuran pun kaget dan tergores pisau.

“Kuliah kamu udah selesai?” tanya Daniel kemudian.

Dia adalah majikanku. Dulu, aku sempat cuti kuliah karena tidak memiliki biaya, sedangkan aku hanya seorang yatim piatu sejak SMP.

Aku tinggal bersama paman dan bibi yang juga serba kekurangan. Tapi berkat Daniel, aku dapat melanjutkan kuliahku lagi.

Dia mencabut masa cutiku ditengah-tengah semester. Aku beruntung bisa melanjutkan kuliahku yang hanya tinggal dua semester.

​“Udah Bos. Hari ini saya pulang cepet. Soalnya, dosen yang masuk siang nggak bisa dateng. Bos juga tumben jam segini udah pulang?”

Biasanya Daniel pulang kantor jam 05.00 sore hari.

​“Aku lagi pengen kerja di rumah.”

Daniel membuka jas dan mengendorkan dasi di lehernya.

Daniel memang punya wewenang untuk keluar masuk kantor sesukanya. Tapi dia selalu disiplin, dia berangkat dan pulang tepat waktu. Mungkin itu sebabnya dia bisa sukses di usia muda.

Sambil sesekali melirik Daniel yang bekerja di meja makan, aku kembali memasak. Luka kecil di jariku tidak mengganggu sedikit pun, karena sudah terbiasa berurusan dengan pisau seperti ini. Tidak sampai lima belas menit kemudian, masakanku pun selesai.

​“Bos, mau makan?” Aku meliriknya sambil menuangkan makanan yang baru saja matang ke piring.

​“Emangnya udah selesai masaknya?"

“Udah, Bos.”

“Boleh deh. Saya ganti baju dulu.”

Aku mengangguk.

Daniel menutup laptop, lalu berjalan menuju kamarnya, sementara aku menata makanan di atas meja mini bar. Menyiapkan piring dan sendok, juga menuangkan air untuk Daniel.

Selagi Daniel masih di atas, aku buru-buru mencuci alat-alat masak yang sudah aku gunakan. Aku tidak mau Daniel melihat dapurnya berantakan.

“Udah, Sof?“

Daniel sudah keluar dari kamarnya dengan kaos hitam bertuliskan hard worker. Dia selalu manis dengan kaos hitamnya.

“Udah, Bos.”

Aku mengeringkan tanganku dengan tissue setelah selesai mencuci piring. “Selamat makan. Semoga masakannya enak ya, Bos.” Aku berjalan menjauhinya.

“Sofi.” Daniel memanggilku.

Aku menoleh ke arahnya.

“Kamu gak ikut makan?”

Kring.. Kring...

Ponselku berbunyi sebelum aku sempat menjawab Daniel.

“Izin angkat telepon dulu, bos,” ucapku.

Daniel mengangguk. Aku mengambil ponselku di atas meja ruang tamu dan menjawabnya.

“Hallo, Bang Salman?" sapaku.

Ternyata teman kuliahku. Seorang teman laki-laki yang selalu memperhatikanku. Aku tidak menyukainya, tapi aku tetap berusaha menghargainya.

Terkadang, aku merasa dia terlalu mengganggu. Karena perlakuannya terlalu berlebihan. dia seringkali membuatku malu di kampus.

“Hallo juga, Sofi. Maaf ganggu.” Suara Salman dari seberang.

“Enggak kok, Bang. Ada apa, Bang?”

“Aku tadi liat, kamu berangkat kuliah naik taxi?”

“Iya, Bang. Kenapa?” jawabku sedikit acuh tak acuh.

“Gak apa-apa. Kamu besok berangkat kuliah naik taxi lagi?”

“Iya, Bang.”

“Mau bareng aku, gak? Nanti aku samperin kamu. Kebetulan aku ngelewatin rumah kamu.”

“Hah? Rumah? Dari mana Bang Salman tahu tempat tinggalku?”

Aku kaget. Karena tidak ada teman yang tahu di mana aku tinggal dan apa pekerjaanku selain Rena, teman kuliahku sekaligus sepupu Daniel. Dia juga yang mengenalkan aku pada Daniel.

“Kemaren aku liat kamu turun dari taksi di depan rumah. Kamu tinggal di situ, kan?”

Aku terkejut mendengar Salman bak stalker. Jangan bilang kalau laki-laki itu mengikutiku sampai rumah Daniel?

“Maaf, Bang. Aku... Aku bareng kakakku.” Aku gelagapan menjawab tanpa berfikir panjang.

Biarlah. Dengan siapapun aku berangkat ke kampus, sendirian sekalipun, tak apa. Yang penting kali ini aku punya jawaban untuk meghindarinya.

“Oooh.. Ya udah deh, kalo gitu!”

Salman langsung menutup ponselnya tanpa pamit. Nadanya kesal. Tidak seperti awal pembicaraan tadi yang sopan dan lembut.

Aku meletakkan ponselku dan menatap majikanku yang tengah makan dengan perlahan.

“Siapa yang telepon?” tanya Daniel tanpa menolehku.

“Temen, Bos.”

Aku duduk di sofa ruang tamu. Menyandarkan tubuhku di sofa tersebut.

“Oooh... Mau apa dia?”

“Ngajak ke kampus bareng besok.” Aku menoleh ke arah Daniel, tapi dia tetap tidak mau menoleh.

“Terus kamu mau?”

Aku merasa Daniel mulai cerewet.

“Enggak, Bos.” Jawabku singkat.

“Bagus, deh.”

“Hah? Kenapa bagus, Bos?” tanyaku heran.

“Gak apa-apa," Daniel menjawab dengan cepat, lalu menyuap makanan lagi. "Dah tuh duduk! Temenin saya makan. Biar nggak kosong tuh perut! Biar nggak masuk angin!” Dia menunjuk kursi di sampingnya.

Aku masih enggan mendekatinya.

“Gak apa-apa, Bos. Saya makan nanti aja. Bos makan aja.”

Aku beruntung. Mendapatkan majikan seperti Daniel. aku tidak pernah dianggap rendah, meski aku hanya seorang maid. Tidak hanya soal kuliah, hal-hal sepele seperti ini pun dia sangat baik.

“Saya udah kenyang. Cepet makan. Abis itu mandi. Biar nggak bau asep!” ucapnya kemudian sambil meletakkan sendok dan garpunya. Aku bisa melihat ujung bibirnya sedikit naik.

Mataku menyipit, tidak percaya Daniel mengatakan itu.

“Masa sih, Bos?” Aku mencium bajuku, aku tersinggung dengan ucapan Daniel.

“Saya bercanda! Nggak usah diambil hati. Cepetan makan! By the way, makasih buat masakannya.”

Daniel tersenyum sambil membungkukkan badannya. Begitu menyenangkannya pekerjaanku, semua dihargai dan mendapatkan bonus terima kasih.

“Saya mandi dulu deh, Bos.” Aku masih tersinggung dengan Daniel.

“Udah, cepetan makan!”

Daniel menatapku tajam, membuatku secara otomatis menghampirinya, lalu duduk di sebelah Daniel.

Aku mulai menyendoki makanan di depanku, sedangkan Daniel pergi menuju sofa sambil membawa laptop. Dia duduk dan membuka laptopnya.

“Kerjaannya maksa aja. Iya sih, niatnya baik. Tapi nggak bisa yah kalo nerima aja keputusanku. Iiih... bencilah begini. Aku kan malu diejek bau asep begitu, apa memang aku bau asep, yah? Tapi kenapa aku nggak dibiarin buat mandi dulu. Tahu ah!”

Aku mengocah perlahan dari dapur.

“Ada apa, Sof?” Aku terkejut Daniel bertanya. Padahal suaraku sudah sangat lirih.

“Nggak apa-apa, Bos. Lagi nyanyi.” Aku terus menyuapi mulutku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status