Share

Mulai Berdamai

Aku membuka mata dan melirik jam didinding kamarku. Ternyata sudah jam 09.00 siang. Dua jam sudah aku tertidur karena letih menangis.

Aku bangun lalu duduk ditepi ranjang. Mengahadap cermin yang menempel pada lemari. Aku melihat mataku yang sedikit bengkak.

Aku menghela nafas Panjang. Aku berdiri lalu berjalan kekamar mandi untuk mencuci mukaku yang lusuh.

Seusai dari kamar mandi, mataku berkeliling mencari sosok Daniel. Aku menangkap sosok Daniel sedang duaduk disofa ruang tamu.

Mungkin labih baik aku meminta maaf untuk mengakhiri perselisihan ini.

Aku hanya seorang maid. Aku tidak berhak untuk marah-marah apa lagi sampai sok-sokan ngambek dan meninggalkan dia sebelum dia selesai berbicara.

Daniel adalah bosku, kalau sewaktu-waktu dia marah dan memecatku, kemana lagi aku harus mencari pekerjaan?

Kakiku berjalan menghampirinya.

Bos.” Aku menyapa Daniel.

Aku berdiri disamping sofa tempat Daniel duduk. Tapi Daniel tidak mau menoleh kearahku.

Hemm..” Jawabnya singkat.

Daniel terlihat sibuk dengan lembaran kertas ditangannya. Entah dia benar-benar sibuk, atau masih marah padaku karena kejadian tadi.

Maafin saya, Bos.” Ucapku lirih. Aku duduk disofa depan Daniel, tapi dia belum sudi melihatku.

Maaf, buat apa?”

Daniel meletakkan lembaran kertas itu diatas meja. Aku kira dia akan menoleh kearahku. Ternyata dia mengambil ponselnya dan kembali menunduk.

Untuk apa yang udah saya lakuin tadi. Untuk saya yang berani membantah, untuk saya yang pergi sebelum bos selesai berbicara.” Kataku berusaha berdamai.

Aku menatap wajah daniel, aku merasa bersalah.

Oh..” Daniel Kembali merspon dengan singkat.

Bos maafin saya, kan?” Tanyaku memastikan.

Karena jawaban Daniel sebelumnya gantung.

Aku mengambil ponsel dari tangan Daniel. Dia mulai menolehku.

Bukannya kamu sering begitu? Kenapa sekarang minta maaf?” Daniel merampas ponselnya kembali dari tanganku, tapi aku menahannya.

saya tahu, saya minta maaf. Mulai sekarang. Saya janji, saya nggak akan begitu lagi.”

Aku menarik ponsel itu dari tangan Daniel dan meletakkannya di meja.

Okey, good. Dan satu lagi, jangan pergi kalau saya lagi ngomong. Saya nggak suka!” Daniel menatap mataku. Hatiku berdebar kencang.

Aku menunduk menghindari mata Daniel. aku mulai salah tingkah. Baik, Bos. Jawabku singkat.

Jadi, sekarang aku mau ajak kamu ketemu Farah, bisa?” Tanya Daniel.

Aku kira Daniel sudah melupakan rencananya untuk mengajakku bertemu perempuan itu.

Ternyata aku hanya mengulur waktu, karena endingnya sama. Aku tetap harus menemui perempuan itu.

Bisa, Bos.” Jawabku pada Daniel.

Kali ini aku mengiyakan saja ajakan Daniel. Aku sudah memilih berdamai dengannya, aku juga harus berdamai dengan semua perintahnya.

Aku harus ingat pekerjaanku sebagai maidnya. Aku tidak bisa selalu menolak dan membantah perintahnya, meskipun aku tidak menyukainya.

Oke, sekarang siap-siap. Aku juga mau siap-siap. Jangan lama-lama! okey.” Daniel berdiri didepanku.

Baik, Bos.” Aku juga berdiri didepannya. Daniel menyeringai. Mungkin dia Bahagia berhasil membuatku patuh pada perintahnya kali ini.

Dia berjalan kekamarnya. Akupun bergegas masuk kedalam kamarku lalu berganti baju. Ingin rasanya aku berpenampilan lebih baik dari Farah.

Tapi apalah daya, aku hanya seorang maid. Aku tidak punya apa-apa selain baju lusuh dan bedak murahan.

Tapi tak apa. Setidaknya, dibalik baju lusuh ini, aku masih punya mimpi. Aku yakin hidupku akan membaik nantinya.

Dan bila sampai pada masanya, aku akan menjadi seekor kupu-kupu yang indah. Saat ini, gajiku memang tidak kecil.

Aku bukan tidak mampu membeli baju bagus, aku juga tidak punya tanggungan apa-apa selain diriku sendiri.

Tapi setiap gajian aku selalu menggunakannya untuk membeli buku dan biaya transport ke kampus.

Aku juga mengirimkan sedikit uangku kepada bibi dikampung.

Aku mengirimkan uang untuknya sebagai tanda terima kasih karena sudah sudi merawatku setelah aku ditinggal orang tuaku.

Selebihnya, aku tabung untuk kebutuhan yang tidak terduga.

Aku keluar dari kamar dan berjalan menuju ruang tamu. Ternyata Daniel sudah duduk disana sedang menungguku.

Saya udah siap, Bos. Maaf kalau lama nunggu.” Daniel menolehku.

It’s oke..” Daniel berdiri dan menatapku. Aku menunduk malu.

Masuk mobil.” Daniel memberi aba-aba. Aku berjalan keluar dan menunggu didepan pintu.

“Kenapa berdiri disitu? Saya kan nyuruh kamu masuk mobil.” Daniel kembali menyuruhku. Aku gelagapan salah tingkah.

Aku segera menaiki mobil Daniel. Aku fikir aku yang akan mengunci pintu. Karena aku maidnya, dan itu tugasku.

Aku sungkan setiap kali dia menyuruhku untuk naik mobil duluan. Aku merasa tidak pantas mendapat pelayanan seperti itu dari Daniel.

karena dia majikanku.

Daniel mulai menyalakan mobilnya. Dia melihatku. Kepalanya tiba-tiba mendekatiku.

Tangan kanannya hampir memelukku, matanya bertemu dengan mataku. Hatiku berdebar hebat, keringat mulai bercucuran. Aku mulai nervous.

Daniel Kembali menarik tangannya setelah berhasil meraih sabuk pengamanku. Dan memasangkan sabuk pengamanku.

Makasih, Bos.” Ucapku lirih. Aku menarik nafas Panjang untuk menenangkan hatiku yang berdebar tak beraturan.

Sama-sama.”

Daniel menyalakan type dalam mobilnya. Dia memutar lagu lawas ‘no women no cry’ yang dipopulerkan oleh Bob Marley and The Wailers.

Daniel begitu menikmati lagu tersebut. Aku melihat kearah tepi jalan. Toko-toko memadati tepian jalan Surabaya.

Lama sudah aku tidak menikmati berjalan kaki didepan toko sambil melihat kedepan tanpa tujuan.

Dulu, aku selalu melakukannya saat aku jenuh dikostan dan tidak tahu mau kemana.

Mungkin kalau aku masih punya bapak atau ibu,

aku akan menelpon mereka saat waktu senggang.

Aku akan banyak bercerita tentang bagaimana kuliahku, teman-temanku, dan suasana Surabaya. Sayangnya mereka sudah tidak ada.

Kamu tahu lagu ini?” Tanya Daniel membuyarkan ingatanku pada kenangan beberapa waktu silam, kenangan sebelum aku bekerja dirumahnya.

Tahu. Tapi saya nggak suka, Bvos.” Jawabku. Daniel mengerutkan dahinya.

Kenapa? Enak loh, lagunya.” Aku tersenyum, lalu mematikan type yang sedang memutar lagu tersebut.

Saya perempuan. Ibu saya perempuan. Kalau Bos ngerasa no woman no cry, saya no woman no happy.” Daniel melirikku.

Hei, I love my mom. Kalau kamu nanti ketemu sama mamah, pasti kamu juga bakal suka sama dia. Itu cuma lagu, Sofi.

Jangan dibawa kekehidupan nyata. Aku suka lagu itu enggak bermakna aku benci perempuan.

Kalau aku benci perempuan, gimana nanti aku mau punya anak?” Jawaban Daniel membuatku lega.

Aku menghidupkan Kembali type yang sempat aku matikan tadi.

Kami menikmati lagu tersebut tanpa mengaitkannya pada kehidupan.

Daniel benar, selagi ada sesuatu yang bisa dinikmati, kenapa kita harus mempermasalahkannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status