Share

2. Meeting Arias

Setelah perjalanan selama tiga jam, Tim Eria pun sampai di depan papan dengan tulisan “Wilayah Yasle”. Karena sudah sampai di tempat tujuan, mereka pun berjalan dengan lebih santai.

Yasle merupakan daerah perbatasan Escalera dan Rivera. Tempat ini juga memiliki pemukiman yang cukup ramai. Banyak orang yang berprofesi sebagai petani dan peternak. Pemandangannya jauh lebih indah dari daerah mana pun.

Bagian yang paling terkenal di Yasle yaitu Bukit Yasle. Dari bukit ini, kamu bisa melihat daerah Rivera dengan jelas. Tempat ini merupakan tempat terbaik untuk memandangi sungai di Rivera yang dapat berubah warna sesuai temperatur.

Dari pintu utama Yasle menuju Bukit Yasle tidaklah jauh. Mereka hanya perlu berjalan lurus sejauh seratus meter. Namun, yang membuat lelah adalah jalanannya yang menanjak.

Terlihat seorang pemuda yang duduk di ujung bukit. Di sebelahnya, ada pedang yang berdiri tertancap di tanah.

"Arias Ocleria?"

Pemuda itu menoleh karena namanya dipanggil. Setelah melihat siapa yang datang ke arahnya, ia langsung bangkit.

Arias mencabut pedangnya yang menancap di tanah itu lalu menyimpannya. "Oh, kalian—"

"Kami adalah Tim Eria," potong Felix karena Arias tidak kunjung melanjutkan ucapannya. Felix menaruh tangan kanannya di dadaㅡmemberi tanda hormat. "Tuan Herreros memerintahkan kami untuk menemuimu."

"Aku sudah mendengar kabarnya dari Tuan Herreros," jawab Arias. "Terima kasih sudah jauh-jauh datang ke sini. Mari kita ke markas."

Arias melewati tiga orang di sana. Ia memimpin jalan menuju rumahnya — tepatnya, markas utama mereka selama menjalankan misi di Yasle.

Tim Eria berhenti di depan sebuah rumah yang sangat besar. Di sekelilingnya juga terdapat lahan pertanian. Arias membuka pintu rumah miliknya. Ketiga anggota lainnya menatap kagum pada kemegahan rumah miliknya. Dibanding sebuah rumah, bangunan ini lebih mirip dengan sebuah mansion.

Keempat anggota itu masuk ke dalam rumah itu lalu berkumpul di ruangan utama.

“Karena kalian sudah kelelahan hari ini, kita akan mulai menjalani misi di hari esok,” kata Arias lalu membungkuk. “Persilakan aku untuk memperkenalkan diri. Aku Arias Ocleria. Aku merupakan penduduk asli Yasle. Aku pernah berlatih di bawah Tuan Herreros di Escalera.”

Setelah Arias memperkenalkan diri, tiga orang lainnya pun ikut mengenalkan dirinya sendiri. Rasanya masih sangat canggung dan kaku. Namun, mereka berempat sudah membangun permulaan yang baik sebagai satu tim.

“Arias, kamu akan bergabung terus dengan Tim Eria atau bagaimana?” tanya Felix.

“Mungkin bisa dibilang aku anggota sementara Tim Eria?” Arias terkekeh. “Aku tidak bisa meninggalkan tempat tinggalku dalam waktu yang lama. Sepertinya, aku akan ikut Tim Eria dalam misi kali ini saja.”

Feather tersenyum. “Kamu bisa bergabung dengan Eria kapan saja. Ingat itu, ya!”

Arias terkejut dengan nada ceria yang dilontarkan oleh Feather. Seakan-akan keberadaannya itu sangatlah dibutuhkan. “Terima kasih,” jawabnya.

***

Sesuai perintah Arias, mereka mulai menjalankan misi di keesokan harinya. Tim Eria sudah menjelajahi beberapa sisi dari Yasle. Namun, tidak menemukan hal-hal yang mencurigakan. Dibanding memeriksa keamanan Yasle, misi ini lebih seperti tour dengan Arias sebagai guide-nya.

“Apa kita kembali lagi ke Escalera untuk melaporkan bahwa tidak terjadi apapun di sini?” tanya Felix.

“Jangan langsung menyimpulkan seperti itu. Kita tidak tahu apa yang terjadi nantinya,” jawab Klaus.

Tepat setelah Klaus mengucapkan itu, seorang perempuan muncul di hadapan mereka berempat. Perempuan itu terlihat sangat familiar. Arias yang menyadari siapa perempuan itu pun langsung maju.

“Tyra,” sebut Arias. “Ternyata selama ini kau ada di sini.”

Perempuan yang bernama Tyra itu tidak menjawab apapun. Ia langsung mengeluarkan pedangnya. Tentu Tim Eria tidak siap dengan pertarungan yang mendadak seperti ini. Namun, situasi ini tidak dapat dihindari.

Tyra adalah seorang kriminal yang sudah ditandai di Escalera. Ia pernah membakar sederet rumah di Escalera. Data tentang dirinya juga dijelaskan secara detail pada buku catatan kriminal. Sudah hampir dua tahun ia berhasil melarikan diri. Lalu, tepat di hari ini, ia berani menampakkan dirinya.

Dibanding seorang kriminal, ia lebih terlihat seperti seorang putri yang tinggal di istana. Rambutnya disanggul rapi dan gaun putih bersihnya tidak pernah berubah sejak dulu.

Klaus meluruskan tangannya lalu mengeluarkan sebuah laser dari telapak tangannya. Laser itu ia arahkan ke mata Tyra supaya ia tidak bisa melihat keberadaan mereka. Karena “buta”, Tyra menggerakkan pedangnya secara asal. Dari pedangnya itu muncul banyak duri ke arah lawan.

Duri yang dihasilkan Tyra bukanlah duri seperti jarum. Melainkan sebuah gumpalan pasir yang dibentuk sedemikian rupa hingga memiliki ujung yang lancip. Tyra adalah pengguna elemen pasir. Meski begitu, gaun putihnya tidak pernah kotor.

Arias segera membuat tembok dengan elemen kayu miliknya. Duri-duri itu menancap pada tembok buatannya. Suara kayu yang mulai rapuh itu terdengar.

Tyra mulai mendekat lalu menghancurkan tembok itu. Kemudian, tanah yang mereka injak mulai retak. Dari retakan itu, muncul ratusan duri ke arah mereka. Tidak hanya itu, Tyra mengayunkan pedangnya berkali-kali. Duri yang ia keluarkan semakin banyak. Empat anggota Eria menerima serangan dari berbagai sisi.

Klaus mengganti arah lasernya menjadi ke arah duri-duri itu. Namun, duri itu lebih cepat dan lebih banyak. Ia tidak mungkin bisa menghancurkan semuanya dengan hanya menggunakan dua tangan.

Arias berusaha membuat tembok di berbagai sisi. Namun, duri itu tidak bergerak lurus. Duri itu terus mengikuti pergerakannya. Ini membuatnya hanya membuang energi untuk menggunakan jurus.

Feather mengeluarkan pedang yang ia bawa di punggungnya. Ia menangkis satu per satu duri yang dihasilkan dari pedang Tyra. Namun, ia tidak berhasil menangkis semuanya. Ada beberapa duri yang berhasil mengenainya.

Felix sendiri sebagai pengguna elemen air berusaha untuk membuat perisai dari es yang mengelilingi dirinya dan rekan-rekannya. Namun, kontrol energinya belum sempurna. Ditambah lagi, esnya itu tidak bisa bertahan lama dan cepat mencair.

Setelah bekerja keras dan mengeluarkan energi sebanyak mungkin, Tim Eria tetap tidak bisa menghindari duri dari Tyra. Duri yang dihasilkan Tyra memberikan efek kelumpuhan. Itu membuat mereka semua jatuh dan tidak bisa bergerak sama sekali.

Tyra menatap Tim Eria yang sudah terbaring lemah di tanah. Mereka tidak bisa menggerakkan badan mereka sama sekali. Satu tebasan lagi dari Tyra, mereka semua bisa mati bersama-sama.

Tyra tersenyum sambil mengayunkan pedangnya. Tepat pada saat itu, datang seorang pemuda yang berlari secepat angin.

Pedangnya itu berhasil ditangkis oleh pemuda yang datang secara tiba-tiba itu. Rambut pendeknya yang berwarna coklat terang bergerak mengikuti arah angin. Jubahnya yang hitam terus berkibar.

Suara petikan jari terdengar setelahnya.

Kali ini, muncul seorang perempuan. Rambutnya memiliki warna yang sama dengan jubahnya. Tanpa pedang atau senjata apapun, perempuan itu menyentuh langsung pinggang Tyra dengan dua jarinya. Dalam sekejap, Tyra langsung terpental dan tubuhnya berhasil menabrak pohon. Pohon yang cukup kokoh itu langsung terbelah dan jatuh menimpa Tyra.

Pemuda tadi menghampirinya lalu menusuk tubuhnya dengan pedang miliknya. Setelah itu, ia memeriksa denyut nadi di leher Tyra.

"Dia sudah mati," katanya.

Setelah selesai, dua orang yang baru datang itu menoleh ke belakang. Mereka menunduk ke arah empat orang yang tersungkur di tanah. Mereka menjulurkan tangan ke satu per satu orang. Setelah semuanya berdiri, mereka berdua melihat wajah empat orang itu secara seksama.

"Melihat ada Arias di sini, berarti kalian Tim Eria?" tanya pemuda berambut coklat terang dengan ramah.

"Benar." Arias tersenyum. "Seth, Pilav, sudah lama kita tidak bertemu."

"Kapan-kapan, ayo makan bersama kami," jawab Seth.

"Bagaimana, ya? Aku sekarang kan sudah tidak tinggal di Escalera. Sulit juga untuk bertemu."

Seth menepuk pundak Arias. "Datanglah ke Escalera jika sempat. Aku akan membelikan ebi tempura kesukaanmu."

Mata Arias berkaca-kaca. "Tentu!"

Seth melihat ke anggota Eria yang lain. Dari ekspresi mereka yang bingung, ia bisa menyimpulkan bahwa mereka tidak mengenal dirinya dan Pilav.

"Perkenalkan, aku Seth." Seth merangkul pundak Pilav. Namun, tangannya langsung ditepis. "Lalu, perempuan galak ini bernama Pilav. Kita berdua dari Tim Elite."

Ketika disebut "Tim Elite", tiga orang yang bersama Arias itu membulatkan mata. Mereka tentu sudah sering mendengarnya. Mereka tahu seberapa kuat Tim Elite dari mulut ke mulut. Namun, tidak pernah menyaksikannya secara langsung.

Tim Eria dan Tim Elite memiliki misi yang berbeda. Tim Eria sebenarnya hanya ditugaskan untuk menjaga keamanan. Namun, tidak disangka, kehadiran Tyra membuat mereka harus menyerang. Padahal, kemampuan menyerang mereka belum diasah sepenuhnya.

Di antara empat anggota Eria, reaksi Klaus adalah yang paling berbeda. Wajahnya mengekspresikan bahwa ia tidak suka akan sesuatu. Ada sesuatu yang ingin sekali ia ketahui. Ia sadar bahwa ada yang tidak beres dengan situasi sekarang.

"Barusan itu Tyra, kan?" tanya Pilav. Berbeda dengan Seth yang ramah, suara Pilav terdengar sangat dingin.

"Iya, dia Tyra," jawab Arias lalu membungkuk. "Terima kasih atas bantuan kalian berdua."

Klaus mengerutkan dahinya—memikirkan satu pertanyaan yang bisa mewakili semua rasa penasarannya. Setelah itu, ia menatap tajam ke arah Pilav dan Seth. "Lalu, apa urusan kalian di sini?"

Melihat Klaus yang angkat bicara, tiga rekannya bisa menyimpulkan bahwa sejak tadi ia penasaran akan hal itu. Jarang sekali Klaus berbasa-basi.

Feather menyikut lengan Klaus yang ada di sebelahnya. Ia berbisik, "Klaus, jangan bertanya seperti itu."

Seth tersenyum mendengar pertanyaan seperti itu. Sedangkan Pilav hanya menatap Klaus sebentar lalu melangkah pergi.

"Siapa namamu? Klaus? Sepertinya kau dan Pilav akan menjadi pasangan yang serasi," jawab Seth lalu terkekeh. "Kami tidak bisa menjawab pertanyaanmu. Seperti yang sudah kalian ketahui, misi Tim Elite bersifat rahasia."

Terlihat ekspresi kecewa pada Klaus. Namun, tatapan matanya yang tajam itu malah membuatnya terlihat seperti sedang marah. Suatu saat, tatapannya itu mungkin akan membuat dirinya terkena masalah.

Klaus tetap memikirkan pertanyaan itu di dalam kepalanya — berusaha menemukan jawabannya sendiri. Tetapi, ia sadar bahwa ia tidak akan bisa mendapatkan jawabannya jika bukan Tim Elite sendiri yang memberi tahunya.

"Seth," panggil Pilav yang sedang mengamati jasad Tyra.

"Kenapa?" Seth menghampiri rekannya itu.

Pilav berlutut untuk mengambil sebuah koin perak yang berada di sebelah jasad Tyra. "Koin iniㅡ"

Leher Pilav tiba-tiba dicekik. Tyra yang awalnya sudah dipastikan sudah mati itu masih bisa bergerak lagi. Ia mengeratkan kedua tangannya di leher Pilav. Koin yang digenggam Pilav pun terjatuh ke tanah.

Seth dengan cepat mengeluarkan pedangnya dan menebasnya. Tangan yang awalnya mencekik Pilav itu terjatuh ke tanah. Namun, tidak ada darah setitik pun.

Pilav dan Seth saling bertatapan. Tentu mereka kebingungan. Jika dilihat sebelumnya, tubuh Tyra yang sempat ditusuk juga tidak terdapat darah.

Pilav menyentuh tubuh yang ada di depannya dengan telapak tangannya. Kemudian, ia mengepalkan tangan dan membukanya lagi. "Chaos."

Tubuh itu langsung hancur dan tidak terbentuk lagi.

"Ini bukan Tyra," ucap Pilav yang membuat semua orang di sana membeku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status