Share

5. The Real Tyra

“Earth Spirit!” Nyridia menyentuh tanah dengan telapak tangannya. Muncul retakan tanah yang cukup besar dan bercabang-cabang.

Terdengar suara kaca yang pecah. Di ujung sana, terdapat kepingan kaca. Setelah makhluk itu sudah dipastikan pecah secara sempurna, Nyridia pun menyentuh tanah lagi. Tanah-tanah yang retak itu menyatu kembali secara alami. Tidak ada tanda-tanda kehancuran sama sekali.

Nyridia menoleh ke arah Klaus yang tidak sempat melakukan apapun. “Ayo berkumpul dengan yang lain.”

Pagi ini, Tim Eria dan Tim Elite dibagi ke empat lokasi. Di setiap lokasi, terdapat satu anggota Eria dan satu anggota Elite. Pembagian ini dipilih secara acak tanpa mempertimbangkan elemen ataupun kemampuan dari para anggota.

Seth sempat berkata bahwa misi ini bahkan bisa diselesaikan oleh satu anggota Elite saja. Tetapi, mengingat bahwa Herreros mempercayakan Tim Eria kepada mereka, Seth harus memikirkan jalan yang terbaik.

Jika empat lokasi itu sudah selesai diamankan, maka keempat tim harus berkumpul di titik yang sudah ditentukan. Di titik ini, mereka baru menyelidiki lagi di mana keberadaan sang pelaku dari makhluk-makhluk kaca ini.

Setelah menunggu beberapa saat, semua tim pun sudah sampai di titik. Mereka semua sudah memecahkan kaca yang bertebaran di hutan.

“Di sini tempat kita bertemu Tyra kemarin,” ucap Seth lalu matanya mengarah ke Klaus. “Setelah kita mengetahui apa yang ada di balik koin itu, apa kau masih berpendapat bahwa Tyra berada di sekitar sini?”

“Di bawah,” ucap Klaus tiba-tiba.

“Benar. Dia ada di bawah!” seru Feather.

Tentu orang lain yang mendengar itu kebingungan. Tanpa konteks apapun, dua orang menyebut arah bawah. Namun, apa yang ada di bawah?

“Apa maksudnya?” tanya Seth.

“Di antara semua monster, kenapa hanya ada satu yang manusia? Dan kenapa manusia itu adalah Tyra?” Klaus mengulang pertanyaan yang sudah pernah dibahas sebelumnya. “Kekuatan yang didapatkan Feather melalui koin itu dapat menjawabnya.”

Mendengar itu, Feather langsung maju satu langkah. “Koin itu membuatku menjadi bisa menghasilkan duri seperti Tyra. Namun, ada satu kejanggalan saat kita melawan Tyra kemarin. Duri itu harusnya hanya bisa berasal dari tubuh sendiri. Namun, waktu itu, ada juga duri yang berasal dari bawah tanah.”

Fakta ini tentu tidak diketahui sama sekali oleh Tim Elite. Mereka tidak menyaksikan kejadian saat Tyra menyerang Tim Eria. Seth dan Pilav baru datang ketika Eria sudah kalah telak di pertarungan itu.

Feather mengeluarkan pedang yang ia bawa di punggungnya. Kemudian, ia menancapkannya ke tanah.

Tanah itu terasa lebih rapuh dari tanah biasanya. Nyridia pun turun tangan. Ia mengambil pedang milik Feather. Kemudian, ia menusuknya lagi. Tanah yang mereka injak itu pun runtuh

Sebelum semuanya terjatuh, Eugene dengan cepat mengeluarkan merpati raksasanya. “Diola!” Sekarang, mereka semua berdiri di atas badan dari seekor burung.

Diola, burung merpati milik Eugene mendarat dengan sempurna. Satu per satu dari mereka turun dari badan Diola. Mereka sekarang berada di sebuah gua di bawah tanah. Mereka berdelapan pun menyusuri gua itu.

“Terima kasih, Diola.” Eugene mengusap puncak kepala Diola sebentar. Kemudian, burung merpati itu menghilang tanpa jejak.

Gua ini sangat gelap. Cahaya matahari hanya masuk dari lubang yang dibuat Nyridia tadi.

Eugene melepas sarung tangannya lalu menyentuh dinding gua. “Pasir.” Matanya melihat ke sekeliling. “Sepertinya benar. Ini adalah tempat persembunyian Tyra. Apa dia terlalu sering main di pantai?”

“Tim Eria.” Seth menoleh ke empat orang yang ada di belakangnya. “Pekerjaan kalian sampai di sini saja. Selanjutnya, Tim Elite akan mengurusnya.”

Saat hendak melanjutkan perjalanan, mereka pun dihadang oleh ratusan duri. Pilav dengan cepat mengarahkan telapak tangannya ke depan. “Swirling Wind.” Duri-duri itu dibasmi dengan putaran angin dan kembali menjadi pasir dalam sekejap.

“Ah, tidak seru!” Sang pemilik suara itu tidak terlihat di mana keberadaannya. Namun, teriakan itu terdengar sangat kencang.

Setelah terdengar teriakan itu, muncul Tyra yang asli — perempuan dengan rambut coklat yang disanggul rapi dan gaun putih bersih. Ia mengeluarkan pedangnya lalu melemparkan banyak duri. Sambil melemparkan duri, ia tertawa cekikikan.

“Tyra, Tim Elite ada di sini. Mungkin lebih baik kau menyerahkan diri daripada mati di sini,” ucap Seth sambil mengeluarkan pedangnya.

Tyra tidak terima dengan ucapan Seth barusan. Ia mengeluarkan banyak duri dari berbagai sisi. Semua duri itu mengarah ke Seth. Namun, semuanya hancur karena menabrak pohon yang menutupi Seth. Pohon itu dibuat oleh Nyridia.

“Terima kasih, Nyridia,” ucap Seth setelahnya yang dijawab anggukan.

Eugene mengeluarkan panahnya kemudian mengarahkan ke arah Tyra. “Dancing Arrow.” Ketika Eugene melepas panahnya, Pilav membantunya dengan memberikan kekuatan angin pada panah itu. Panah itu menjadi meluncur lebih cepat dari biasanya.

Panah itu langsung bergerak melingkari tubuh Tyra—tidak menusuknya secara langsung. Jurus ini hanya membuat target terkena serangan ringan secara berkali-kali. Panah milik Eugene juga merupakan panah khusus yang bisa menyerap energi milik musuh.

Tyra yang mulai kehilangan energi itu pun tidak bisa menyerang lagi. Ia butuh energi untuk membuat duri-duri dari pasir. Kesempatan ini tentu dimanfaatkan oleh Seth. Pria itu langsung menghampiri Tyra dengan langkah besar.

“Sepertinya, kamulah yang tidak seru di sini.” Pedang Seth hanya berjarak satu senti dengan leher Tyra—membuat Tyra menatapnya sinis.

Nyridia menahan kedua tangan Tyra di belakang. Setelah itu, muncul akar yang mengikat kedua tangan itu. “Tyra, ayo kembali ke Escalera. Tempat penahananmu ada di sana.”

Keadaan Tyra sekarang banyak berubah. Gaun putihnya yang elegan itu sudah sobek-sobek di bagian pinggang karena panah Eugene. Rambutnya juga sedikit acak-acakan karena elemen angin Pilav. Pedang yang ia banggakan itu sudah terjatuh di tanah. Ia hanya bisa mendecak kesal sambil dituntun keluar oleh Nyridia.

Eugene pun kembali memanggil Diola. Sekarang, ada sembilan orang yang menaikinya. Mereka semua kembali ke daratan

***

Setelah menyelesaikan masalah makhluk kaca dan Tyra, Tim Elite langsung lenyap dari penglihatan. Tyra juga sudah dibawa oleh mereka. Tidak ada yang tahu ke mana mereka pergi. Ucapan selamat tinggal bahkan belum dilontarkan. Mereka sudah meninggalkan Tim Eria lebih dahulu.

Sebenarnya, tidak terlalu mengherankan. Tim Elite tidak memiliki waktu untuk dibuang. Mereka harus cepat dalam melakukan apapun. Berbeda sekali dengan Tim Eria yang masih banyak waktu luang dan bisa menghabiskan banyak waktu sesuai keinginan masing-masing.

“Seru banget! Seru gak, sih?” Felix bertanya ke ketiga rekannya dengan mata berbinar.

“Untuk misi pertama, ini merupakan pengalaman yang sangat mengesankan,” jawab Feather.

“Pembahasan kalian berdua sangat keren.” Felix menatap Klaus dan Feather kemudian menunduk. “Aku ingin sekali bergabung dalam diskusi. Tetapi, aku tidak mengerti apapun. Maaf, teman-teman.”

Melihat ekspresi Felix yang tampak bersalah, membuat ketiga rekannya ikut sedih. Jarang sekali melihat Felix dengan keadaan seperti ini. Biasanya, ia selalu bersemangat meski yang lainnya sudah lelah.

Arias merangkul Felix. “Jangan khawatir, Felix.”

“Benar, itu tidak masalah.” Feather tersenyum.

Felix memang merupakan pribadi yang selalu ceria dan apa adanya. Namun, ia kurang bisa berpikir secara kritis dan mendalam seperti Klaus. Ia sangat bersemangat dalam menjalankan misi. Tetapi, ketika tiba saatnya untuk rapat, ia langsung menjadi patung. Matanya bisa melirik ke segala arah. Sedangkan, pikirannya kosong.

“Arias, bagaimana denganmu? Apa kau ingin bergabung dengan Tim Eria sebagai anggota tetap?” tanya Felix. Laki-laki berambut kuning itu nyengir. Perasaan sedihnya hilang secepat itu.

“Benar! Semua tim memiliki empat orang anggota. Siapa lagi yang bisa menggantikanmu?” tambah Feather.

Arias terharu dengan ajakan rekannya itu. Meski baru saja berkenalan dan saling tahu mengenai satu sama lain, mereka sudah membentuk bond yang kuat.

“Tim Eria adalah tim yang cocok untukmu,” ucap Klaus tiba-tiba. Mendengar ucapan itu dilontarkan oleh Klaus yang dikenal sangat dingin membuat Arias semakin bahagia.

“Aku masih belum tahu,” jawab Arias sambil menggaruk tengkuknya.

“Tidak apa-apa. Kamu bisa memikirkannya dahulu,” kata Felix. Kali ini, Felix yang merangkul Arias. “Sekarang, kita akan kembali ke Escalera. Kau mau ikut?”

Arias melihat sekeliling rumahnya. Ia masih belum siap meninggalkan rumahnya. Namun, ia mengangguk. “Tentu saja.” Ia ingin mencoba menjalani hidup yang baru.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status