Share

Lukisan

Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun berjalan ke arah sebuah kamar tidur milik sang ibu. Dia membuka pintu dan mengintip sebentar. Memastikan apakah ibunya ada di dalam kamar atau tidak. Wanita berambut perak tengah fokus melukis di kanvas dengan serius. Anak itu membuka pintu dan mendekati ibu kandungnya.

"Ibu..." wanita itu menoleh ketika anak laki-lakinya membuka suara. Tatapan sang ibu begitu lembut dan hangat. Anak itu menyukai tatapan ibunya seperti itu. "Ibu sedang apa?" wanita itu melirik ke arah lukisan yang dia kerjakan, kemudian dia buru-buru menutup lukisannya dengan kain putih. Sang ibu kembali ke arah anaknya sembari menggelengkan kepalanya dengan lemah. "Ibu hanya melukis saja." sang ibu bertanya kepada anaknya alasan anak laki-lakinya itu datang kemari.

Anak itu menunjukkan sebuah kertas yang dia tuliskan kepada ibunya. "Aku sudah menulis sebanyak 3 halaman!!" ibunya mengambil kertas tersebut dan membaca dengan seksama. sebuah senyum bangga ditunjukkan kepada sang ibu. "Ibu bangga kepadamu, nak." anak itu melanjutkan bahwa cita-cita dia saat dewasa menjadi seorang musisi terkenal dan masuk ke acara penting kerajaan.

Wanita berambut perak itu menepuk pucuk kepala anak laki-lakinya pelan. "Ibu akan selalu mendukung keinginanmu." anak itu tersenyum lebar. Selain dia suka dengan tatapan lembut sang ibu, anak itu juga menyukai ibunya yang selalu mendukung dia.

Beberapa hari yang kemudian, setelah festival kerajaan terbesar berlangsung, sang ibu yang pulang dari urusan pekerjaan. Sang anak yang setia menunggu ibunya untuk pulang kembali semangat dan berlari menghampiri ibunya. Namun, reaksi sang ibu tidak menunjukkan apa-apa. Kedua matanya terlihat kosong. Sang anak mulai menyadari sikap ibu kandungnya yang berubah. Anak itu mulai takut. Takut jika ibunya tiba-tiba dihinoptis oleh orang yang tidak dikenal.

"Ibu... Ibu kenapa?"

"Tidak... Tidak ada apa-apa, nak. Pergilah ke tempat tidurmu. Ini sudah malam." sang ibu berjalan meninggalkan anaknya tanpa mengucap selamat tidur, yang selalu dia lakukan sebelum dirinya dan anak itu lakukan. Anak laki-laki itu memandang kepergian ibunya dengan tatapan kebingungan bersamaan dengan rasa sedih akibat sang ibu tidak mengucap selamat tidur kepada dia. Ini pertama kalinya bagi anak itu tidak mendrngar ucapan selsmat tidur hingga menginjak usia dewasa.

***********

Gloria membuka kedua matanya secara perlahan. Pandangan pertamanya ditunjukkan dengan sebuah kamar tidur yang luas dan mewah. Ruangan asing bagi Dortheo yang sudah berada di jeruji besi sejak laki-laki berambut panjang perak memasuki tubuh sang ratu. "Apa anda baik-baik saja?" Gloria melirik ke arah asal suara. Seorang wanita muda berpakaian pelayan berjalan mendekatinya. Membawa mampan berisi handuk putih hangat dan teko berukuran sedang, serta wadah untuk mengisi air hangat.

Sebelum sang ratu bertanya, dia melihat sekelilingnya. Ruangan ini cukup hangat dan terang. Tidak seperti ruang penjara yang gelap, dingin, dan udara yang tidak segar. "Dimana aku?" pelayan itu memandang sang ratu sejenak. "Tempat ini adalah kediaman Cardinbugh, yang mulia."

"Cardinbugh?" balas sang ratu menoleh cepat. Nama itu tidak asing baginya. Seingat Dortheo, dia pernah tau nama itu dari salah satu buku diari yang ditulis oleh Ratu Gloria. "Benar, yang mulia. Anda dibawa oleh Tuan Duke Cardinbugh ke sini dan diminta kepada kami untuk merawat anda."

Gloria melirik ke arah selimut merah yang lembut dan besar. Seingat dirinya, dia hampir saja dibunuh oleh putri gila. "Apakah anda ingin mandi sekarang yang mulia?" Gloria tersentak dan dengan cepat menoleh ke arah pelayan itu.

Sementara itu, Duke Cardinbugh sedang berdiskusi kepada putri pertamanya. "Jadi... Untuk sementara yang mulia akan tinggal di sini?" Duke Cardinbugh mengangguk mantap. "Dan juga, lebih baik kamu jangan sampai ketemu dengan Putri Beatrix. Kalau ketemu sebisa mungkin jawab tidak soal ratu."

"Aku mengerti ayah." Alesia pamit kepada ayahnya dan pergi untuk mengecek kondisi sang ratu. Setibanya di kamar tamu, salah satu pelayan keluat dari ruangan dengan wajah panik. Kebetulan, Alesia datang dan pelayan itu bergegas menghampiri putri duke tersebut. "Yang mulia ratu!!"

"Ada dengan yang mulia ratu?" pelayan itu mengajak Alesia masuk ke dalam dan melihat Gloria tengah duduk di atas kasur. Dia tampak merasa kesakitan, setengah tubuhnya diselimuti sebuah huruf-huruf kuno yang Alesia tidak diketahui. Alesia segera menghampiri sang ratu dan menyuruh salah satu pelayan untuk memanggil dokter. Kemudian, Alesia membantu pelayan yang lain untuk menenangkan sang ratu.

Tidak lama kemudian, dokter datang ke kediaman Cardinbugh dan memeriksa kondisi tubug sang ratu. "Bagaimana, dokter?" ujar Alesia khawatir setelah sang dokter selesai memeriksa Gloria.

"Dia baik-baik saja, nona. Hanya saja, nona itu tampak mengkhawatirkan. Apa anda tau kenapa dia seperti itu?" Alesia hanya terdiam cukup lama. Dia sudah berjanji kepada ayahnya bahwa tidak boleh memberitahu siapapun bahwa wanita malang itu adalah sang ratu yang menghilang.

"Ayah saya menemukan dia di hutan, jadi saya yang ditugaskan untuk merawat dia." dokter itu hanya mengangguk saja. Tidak menanyakan apa-apa lagi selain tadi. "Mengenai simbol-simbol aneh di tubuhnya..." Alesia memandang ke dokter yang sudah setia kepada keluarganya sejak dulu dengan pandangan kebingungan.

"... Lebih baik anda memanggil penyihir menara barat. Aku dengar beliau tau soal kutukan aneh di tubuh wanita itu." Alesia sedikit terkejut mendengar saran dari seorang dokter. Putri duke itu bertanya kenapa dokter bisa tau kalau sang ratu terkena kutukan. "Aku pernah membaca sekilas di sebuah perpustakaan. Yang bisa mengetahui kondisi seperti itu, hanya penyihir menara."

Setelah menjelaskan, dokter segera pamitan kepada Alesia. Wanita muda itu pun berjalan menuju ke ruang kerja ayahnya. Dia harus memberi laporan kepadanya soal sang ratu. Di tengah jalan, dia berpapasan dengan Ryan. Penjaga setia ayahnya. "Apa ayah ada di dalam?" Ryan yang baru saja keluar dari ruangan kerja duke memasang wajah kebingungan. "Iya. Tuan ada di dalam."

Alesia segera masuk ke dalam ruang kerja ayahnya. Di sana Duke Cardinbugh tengah santai dengan tiduran di atas sofa. "Ayah!!" seru Alesia menghampiri ayahnya yang tengah beristirahat. Duke Cardinbugh berdeham sejenak dan membalas panggilan putrinya. Tanpa basa-basi, anak pertama dari 3 bersaudara itu menjelaskan kronologi soal sang ratu tadi. Mendengar penjelasan dari putrinya, Duke Cardinbugh pun segera bangkit dari tiduran-nya.

"Apa katamu?" ucap duke tidak percaya dengan penjelasan Alesia. "Kalau ayah tidak percaya, lihat saja sendiri." Duke Cardinbugh pun segera keluar dari ruang kerjanya. Bersama dengan Alesia yang mengikuti dari belakang. Duke tampak tidak percaya bahwa sang ratu terkena kutukan. Sejak kapan? Bagaimana bisa ratu yang terkenal bijaksana dan kuat itu bisa terkena kutukan seperti ini.

Sesampai di dalam kamar tamu, Duke Cardinbugh dan putrinya memandang ratu Gloria terbaring lemah di ataz kasur besar. Sang duke menanyakan sejak kapan Gloria merasakan sakitnya. Salah satu pelayan itu menjawab bahwa sang ratu tiba-tiba merasa sakit luar biasa menjelang mandi.

Duke memandang sekali lagi ke arah sang ratu. Ada simbol-simbol aneh dan asing di sebagian tubuh sang ratu. Duke mendekati sang ratu, sementara Alesia, hanya memandang dari belakang. Duke tampak memperhatikan simbol itu dengan seksama dan serius. "Sepertinya aku tau simbol ini..." gumam sang duke.

"Kita harus bawa penyihir itu ke sini." tiba-tiba Duke Cardinbugh bersuara membuat seisi ruangan itu terkejut bukan main. "Ayah? Ayah yakin?" Dari wajah Duke Cardinbugh menunjukkan bahwa dia serius membawakan penyihir itu ke kediamannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status