Share

Bab 1. Tertekan

            Angeline berjalan lunglai kearah ruang tamu tempat personil X-BOYS berkumpul. Gadis itu dapat melihat semua personil X-BOYS tengah berkumpul dan berbicara serius tentang sesuatu. Angel semakin mendekati mereka. Ia  mengerutkan keningnya saat mendapati mereka langsung menghentikan obrolan mereka saat Angel mendekat. Angel tahu ada yang mereka sembunyikan darinya.

 "Hey Baby girl... Silahkan duduk adek manis.”

Deva menyapa Angel dengan riang. Pria itu mengembangkan senyumnya sangat-sangat lebar. Angel memutar matanya menanggapi sapaan Deva. Berjalan lunglai ke single sofa yang tersisa dan menghempaskan tubuhnya disana. Angeline menatap personil X-BOYS satu per satu, Deva, Mbak Namiran, Ryan dan ....

Lho dimana Rico? Perasaan beberapa saat yang lalu pria berambut jabrik itu masih duduk manis di sebelah Mbak Namiran, tapi dimana pria itu sekarang? Angel menghela nafas, terserah Rico mau kemana ia tak peduli. Yang Angel khawatirkan sekarang adalah nasibnya sendiri, pasti ini akan sangat-sangat merugikannya bila menyangkut para personil X-BOYS apalagi vokalisnya yang ganteng itu, Deva.

"Sweetheart...."

 Angel menatap Deva was-was. Jantung Angel berdegup kencang, bukan karena ia sedang berhadapan dengan orang yang dicintainya atahu ia sedang jatuh cinta tapi karena ia gugup menunggu kata-kata yang akan keluar dari bibir Deva. Angel sudah tahu ini akan buruk karena Deva sudah memanggilnya dengan sebutan 'Sweetheart'. Sebutan itu selalu Deva sertakan saat pria itu menginginkan permintaan yang aneh-aneh untuk Angel lakukan.

"Duh, gimana ya ngomongnya...." Deva menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Pria itu bingung bagaimana harus merangkai kalimat yang tepat.

            "Jadi begini..." Hening.

Angel menatap Deva lurus-lurus, menunggu pria itu menyelesaikan kalimatnya. Sedangkan yang ditatap masih bingung merangkai kata-katanya.

"Jadi..."

"Halah kelamaan.. Jadi gini Angel sayang, kita udah daftarin kamu ke acara Panah Asmara Giornino." Sahut Ryan memotong ucapan Deva. Pria plontos itu sudah jengah dengan Deva yang tak kunjung mengucapkan kalimatnya. Pria itu tak suka apapun yang bertele-tele, to the point adalah moto hidupnya. Persetan dengan merangkai kata atau apalah. Pria itu sudah terdoktrin oleh pepatah siapa cepat dia dapat. Misalnya aja nih, mau nembak cewek ya langsung nyatain, beres urusan. Nggak usah sok-sokan nyari waktu yang tepat. Please deh kalo ditunda-tunda melulu bisa-bisa diserobot orang kali tuh gebetan. Angel melotot. Dia nggak salah dengar kan? Ryan tadi bilang daftarin apa?

"Acara apa?"

"Panah Asmara Giornino" Angel menatap Ryan dengan tatapan tak percaya. Ternyata ia tak salah dengar. Angel melongo, tak percaya kakak-kakak angkatnya akan tega berbuat seperti itu padanya.

"Acara buat apa?"

"Pencarian jodoh buat Giornino."

"Emang sebegitu nggak lakunya ya sampe-sampe dibuatin acara begitu." ucap Angel sinis. Gadis itu tak habis pikir kok ada orang yang nggak malu dideklarasikan ketidak-lakuannya.

"Jangan salah dek, Giornino tuh aktor yang sekarang ini lagi naik daun. Film terakhirnya aja masuk Box Office, belom lagi tahun kemarin dia menang salah satu kategori di FFI."

Masa sih Giornino-Giornino itu sampai segitunya, pikir Angel tak percaya.

"Nggak bisa kak, aku nggak mau pokoknya. Nggak mau!" Ucapan Angel itu disahuti oleh dering telfon Deva yang mengalun keras. Pria itu langsung meraih telfonnya yang diletakkan diatas meja dan mengangkat panggilan itu. Angel dan yang lain menyimak dengan serius pembicaraan satu arah yang dapat mereka dengar.

"Halo"

"Ya, benar."

"Oh baik nanti saya sampaikan"

"Terima kasih"

Deva meletakkan kembali ponselnya. Raut wajahnya yang tadi datar-datar saja kini berubah sumringah. Sepertinya penelfon tadi membawa kabar baik untuknya. Deva menatap Angel lekat-lekat.

"Congratulation Sweetheart... kamu lolos seleksi dan bakalan dikarantina."

Jantung Angel berhenti berdetak. Gadis itu tak menyangka mimpi buruknya menjadi kenyataan.

"Kakak! aku bilang aku nggak mau."

"Janji adalah janji, Adek Kecil."

Angel menatap Mbak Namiran dengan tatapan memohon. Bisa dibilang Mbak Namiran adalah super heronya Angel, orang pertama yang akan maju bila Angel dalam bahaya. Pria itu sedari tadi diam saja, memasang wajah datar meskipun hatinya bergejolak. Mbak Namiran tidak tega setiap melihat raut wajah memelas gadis itu jadi ia langsung memalingkan wajahnya.

"Sudahlah Angel, terima saja. Kami tak pernah mengajarimu untuk mengingkari janji yang kau buat sendiri."

Angel melongo tak percaya. Bahkan pahlawannya pun tak bisa ia andalkan. Angel terdiam dengan wajah tertunduk. Gadis itu siap menerima apa saja yang akan terjadi, toh ia pernah merasakan hal yang lebih menyiksanya daripada itu.

"Sweetheart... besok pagi kamu akan terbang ke Jakarta, karantina dimulai lusa tapi pihak penyelenggara menyarankan para peserta besok sudah ada di tempat karantina."

"Tapi aku belum packing."Angel menatap Deva yang tersenyum didepannya.

"Tenang saja Rico sudah membereskan semua kebutuhanmu untuk besok."

Angel menghela nafas berat. Dalam hati, gadis itu menyumpahi kakak-kakak angkatnya. Musnah sudah khayalan liburannya yang mengasyikan di Bali tahun ini. Gadis itu harus rela menghabiskan liburannya di tempat karantina, berkumpul dengan gadis-gadis yang sangat mengidolakan orang itu. Ugh... membayangkannya saja sudah membuat Angel merasa jijik. Oh Angel… selamat datang di mimpi burukmu yang menjadi kenyataan.

♦♦ Be With You ♦♦

Terlibat meeting selama lebih dari dua jam benar-benar membuat Gio merasa tertekan. Selama itu ia dicekoki dengan konsepan acara reality show yang akan melibatkan dirinya. Memikirkan bahwa ia akan terlibat dan terjebak dengan lima belas perempuan dalam satu rumah selama lebih dari dua bulan benar-benar membuatnya frustrasi. Ia bahkan tak mengenal perempuan-perempuan itu secara personal. Jadi, bagaimana ia akan menjalani hari-harinya saat reality show itu sedang dilangsungkan?

Gio menatap tumpukan kertas didepannya dengan tatapan nanar. Tumpukan kertas itu berisi foto dan biodata perempuan yang lolos seleksi. Ia sendiri tak paham bagaimana mereka bisa mendaftar, dimana mereka mendapat info dan lain sebagainya. Dia sama sekali tak terlibat dalam persiapan acara tersebut bahkan yang memilih kandidatnya pun bukan dia. Ia serahkan semuanya pada sang manager.

Gio mengambil tumpukan kertas itu, mengamati setiap foto dan mencerna setiap informasi yang tertulis. Harus ia akui, Mbak Namira benar-benar pintar memilih kandidat. Kalau tidak salah baca, ia menemukan beberapa dari mereka adalah model, pengacara bahakan runner up Puteri Indonesia dua tahun lalu. Gio tak habis pikir pada perempuan-perempuan itu, bagaimana bisa mereka merelakan kebebasan mereka selama tiga bulan lebih hanya untuk terkurung dalam satu rumah dan memperebutkan hatinya. Apa ia memang se-worth it itu?

Pria itu terus membolak-balik kertas yang ada di tangannya. Menatap jengah lembaran-lembaran itu. Tangannya terus bergerak hingga ia menemukan kandidat ke empat belas. Matanya terfokus pada seorang gadis sangat cantik yang menggunakan sweater putih dengan rambut dikuncir menyamping dalam foto. Gio dapat merasakan aura kecantikan yang terpancar dari gadis itu meskipun ia hanya melihatnya difoto. Gadis itu adalah gadis idamannya, semua tipe ada padanya. Rambut panjang, senyum manis, kulit putih dan tinggi semampai. Benar-benar sosok yang sempurna.

Giornino tersenyum sumringah, sepertinya ia sudah menemukan pemenangnya meskipun pengumuman pemenangnya itu akan diumumkan di akhir acara tapi ia yakin siapa yang akan ia pilih. Ya, gadis itu yang akan ia pilih.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status