Angel menyeret kopernya menuju toilet. Gadis itu langsung masuk kesalah-satu bilik di dalam toilet, menaruh kopernya di atas lantai dan membukanya. Angel mengerutkan dahinya mendapati tumpukan gaun beraneka warna yang berada di dalamnya. Seingatnya ia tak pernah memiliki gaun dengan warna yang sangat mencolok seperti yang tengah ia pegang saat ini. Gadis itu mengangkat salah satu gaun berwarna merah bata yang ada dalam genggamannya, membentangkannya hingga terlihat jelas bagaimana model gaun itu.
Tipikal seorang Rico. Angel sudah menduga bila Rico akan memenuhi kopernya dengan baju-baju yang sangat terbuka dan kekurangan bahan. Gadis itu mengeluarkan beberapa gaun, memilah mana yang mungkin cocok untuk ia kenakan. Selesai memilah-milah, Angel membuang beberapa crop top dan mini dress yang ada, hingga menyisakan setengah koper yang menurutnya masih masuk untuk karakternya.
Angel kemudian mengambil kemeja flannel dari kopernya, mengganti blouse biru mudanya dengan kemeja kotak-kotak itu dan memadupadankannya dengan celana jeans hitam. Selesai mengganti pakaiannya, Angel membuka pintu bilik kamar mandi dan mengangkut tumpukan baju yang akan ia buang ke sudut rest room, tempat keranjang sampah berada.
Gadis itu merangsek ke depan wastafel. Membagi dua rambutnya dan menguncirnya. Awalnya Angel berpikir untuk mengubah penampilannya sebagai cewek tomboi yang joroknya minta ampun atau gadis kampungan dengan dandanan yang super menor. Ya apapunlah yang penting bisa bikin cowok ilfeel sama dia. Tapi setelah di pikir-pikir opsi pertama yang tercetus di otaknya itu terlalu mainstream begitupun dengan ide kedua. Belom lagi bagaimana dia akan mengubah tampilannya itu bila ia tidak punya peralatannya sama sekali. Bisa saja Angel membeli semua yang ia butuhkan untuk melancarkan aksinya, ia tak kekurangan uang sama sekali karena kakak-kakanya memberinya satu kartu kredit dengan limit yang sangat besar. Tapi, tidak. Ia tak akan menghamburkan uang kakak-kakanya untuk sesuatu yang seperti itu.
Angel membentuk huruf 'V' dengan jempol dan jari telunjuknya lalu menempatkannya di bawah dagu. Menyeringai dan berkata "I'm ready" pada bayangannya sendiri. Angel menyeret kopernya keluar dari toilet. Gadis itu bergegas menuju pintu keluar dan mencari taksi yang akan membawanya ke neraka versinya selama tiga bulan ini.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya sebuah taksi berhenti di depannya. Gadis itu memasuki taksi dan meninggalkan kopernya, membiarkan sang supir taksi membantunya meletakkan koper di bagasi.
"Ke alamat ini ya, Pak.”
Supir taksi itu mengangguk dan mulai melajukan mobilnya. Angel menatap keluar jendela mobil, menatap padatnya lalu lintas kota Jakarta. Seperti biasa. Angel menghela nafas berat, rasa bosan mulai menyapanya. Angel merogoh saku jaketnya mengambil ponsel pintar kesayangannya. Membuka aplikasi chatting dan dalam sekejab ia sudah tenggelam dalam aktivitasnya.
♦♦ Be With You ♦♦
Giornino tersenyum memandangi gadis yang tengah sibuk dengan ponselnya itu. Gadis yang sudah memikatnya bahkan hanya dari sebuah fotonya saja. Ariska Putri, gadis yang akan ia pilih saat final nanti. Sudah seharian pria itu memandangi setiap gerak-gerik Ariska, saat gadis itu membaca majalah, makan siang dengan elegan, menyibukkan dirinya dengan ponselnya dan semua yang Ariska lakukan seharian ini. Yang mengherankan, ia tak merasa bosan mengamati setiap gerak-gerik gadis itu. Ada satu yang membuat Giornino heran, kenapa Ariska tidak menjalin pertemanan seperti finalis lainnya yang sudah terlihat akrab meski baru bertemu beberapa jam.
Dering ponsel yang mengalun keras, membuat pria itu terperanjat. Nama 'Deva' muncul di layar ponselnya, pria itu menggeser tombol hijau di layar ponselnya kemudian mendekatkan ponsel ke telinganya. Mengangkat telfon dari sahabatnya yang juga berkecimpung di dunia entertainment. Pria itu menjauh dari ruang tengah untuk berbicara lebih lanjut dengan sahabatnya itu.
"Halo Dev, ada apa?" Giornino berjalan menuruni setiap anak tangga yang akan membawanya ke halaman.
"Iya, ngebosenin banget sumpah. Lo dimana, Bang?" Bohong. Apa yang ngebosenin? Pria itu bahkan seharian ini sibuk memandangi gadis pujaannya.
"Gila!! Enak banget bisa liburan."
Giornino berjalan kearah gerbang, pria itu ingin ke mini market yang ada di depan untuk sekedar membeli permen atahu camilan. Telfon masih tersambung dan ia juga masih menanggapi ocehan Deva. Giornino membuka gerbang itu perlahan dan melangkah keluar. Tiba-tiba sebuah taksi berhenti di depannya.
"Nanti lagi, Dev."
Giornino mematikan telfon secara sepihak dan menyimpan ponselnya di kantung celana. Pria itu mengurungkan niatnya untuk ke mini market, mengamati taksi didepannya. Ia melihat sang supir taksi buru-buru keluar dari mobil dan mengeluarkan koper dari bagasi. Giornino mengamati dandanan gadis yang ada di depannya itu. Kemeja flannel kebesaran, kacamata bulat tebal, rambut kuncir dua dan sebuah buku di tangan kanan.
"Maaf, Kak, ini bener tempat karantina para finalis Panah Asmara Giornino?"
"Iya, kamu salah satu finalis?" Gadis itu mengangguk. Giornino mengernyitkan dahinya, seingatnya tak ada foto gadis itu dalam formulir finalis yang ia terima.
"Gue nggak inget lo masuk di-list finalis. Ada buktinya?" Gadis itu merogoh tas selempangnya mencari sesuatu yang bisa membuktikan ia adalah salah satu finalis Panah Asmara Giornino. Gadis itu menyerahkan sebuah kertas pada Gio dengan wajah yang begitu datar. Giornino menerima kertas berwarna emas dari tangan gadis itu. Kertas itu adalah golden ticket yang diberikan oleh panitia khusus untuk para finalis lengkap dengan nama mereka masing masing. Angeline, Giornino membaca nama itu dalam hati. Oh ia ingat, gadis didepannya itu adalah gadis yang memakai t-shirt hitam yang tampil sederhana tapi sangat cantik.
"Kenapa tidak sama seperti di foto?"
Angel mengedikkan bahunya tak acuh, “Diedit kali.”
Giornino memutar matanya sebal, gadis itu sudah memberi kesan yang buruk pada saat pertemuan pertama mereka dan Giornino tak bisa menjamin ia akan bisa bersikap baik pada Angel.
"Up to you. Cepet masuk."
Giornino berbalik kembali ke dalam. Angel menyeringai, misi pertamanya untuk membuat kesan buruk di depan Giornino berhasil. Gadis itu bukannya tidak tahu bahwa yang menyambutnya di depan gerbang tadi adalah Giornino, ia tahu dan sangat sadar. Angel memang sengaja melakukan hal itu. Gadis itu tersenyum simpul, tinggal lakukan hal lain agar ia segera tereliminasi dan keluar dari tempat mengerikan itu. Gadis itu kemudian berjalan mengikuti Giornino.
"Ngapain lo ngikutin gue?" Tanya Giornino saat mereka sudah sampai di depan kamar Giornino.
"Saya kira kakak nunjukin kamar saya."
Angel membenahi letak kacamatanya yang melorotndan memasang wajah yang ia buat selempeng mungkin. Giornino berdecak pelan dan memanggil Mbak Namira, menyuruh manager-nya itu mengurus Angel lalu memasuki kamarnya dengan bantingan pintu yang terdengar sangat nyaring. Angel mengikuti wanita berumur tiga puluhan yang sedari tadi mengoceh tanpa ada habisnya, menerangkan segala tetek bengek peraturan yang sebenarnya sudah jelas tertulis di beberapa lembar kertas yang dikirim bersama golden ticket.
"Ini kamar kamu. Selamat beristirahat." Mereka berhenti di depan sebuah kamar yang ada di lantai dua. Angel menganggukkan kepalanya kemudian membiarkan wanita itu berlalu dari hadapannya.
Angel melangkah malas-malasan menuju ruang tengah. Dengan T-shirt kebesaran dan muka bantalnya ia bergabung dengan gadis-gadis lain yang sudah terlihat rapi dan sudah duduk dengan anggun di sofa. Angel memasang wajah sebal, bagaimana tidak? Saat enak-enaknya menyelam di alam mimpi, ia malah dibangunkan untuk bergabung dengan yang lain di ruang tengah. Apa mereka tidak tahu kalau ini masih terlalu pagi untuk membangunkan seseorang? Bahkan jarum jam saja masih menunjukkan kalau ini masih jam tiga pagi. Sekali lagi jam TIGA PAGI. Ini benar-benar mimpi buruk yang menjadi kenyataan. Seorang pria berusia awal tiga puluhan memasuki ruang tengah bersama seorang gadis yang terlihat masih sangat muda. Gadis itu membawa seember bunga beraneka warna juga pembungkus dan pita. Gadis itu meletakkan semua barang yang dibawanya diatas meja dan kembali mensejajarkan dirinya dengan si pria yang tak lain adalah host dari Panah Asmara Giornino. Kamera sudah menyala dan sudah merekam semua aktivitas sejak
Seorang gadis berambut hitam legam lurus berjalan pelan menghampiri gadis lain yang tengah termenung di balkon kamarnya. Anisa Rahma, gadis cantik asli Bandung yang sangat mengidolakan Giornino seperti kebanyakan gadis seusianya."Hei... lagi ngapain?" Anisa menatap gadis yang ada di depannya itu dengan senyum yang menghiasi bibir. Gadis itu membalas senyum dari Anisa.Angel mengangkat buku yang ada dalam genggamannya, mengisyaratkan pada gadis bersurai hitam itu apa yang tengah ia lakukan. Angel menggeser duduknya, memberi sedikit tempat untuk Anisa duduk disebelahnya."Terima kasih." ucap Anisa setelah duduk di samping Angel. Angel hanya mengangguk, meletakkan bukunya di pangkuan dan mulai menikmati pemandangan indah langit biru dengan semburat jingga yang mengagumkan."Indah ya?"Lagi-lagi Angel hanya mengangguk. Anisa menoleh kearahnya, meneliti penampilan satu-satunya gadis yang ditanyai oleh Giornino saat sedang melakukan penilaian untuk misi pertama tadi pagi. Jujur saja eksis
Angel menghela nafas berat. Mengapa waktu seakan melambat saat ia berada di rumah karantina ini? Gadis itu merasa sudah begitu lama tinggal di rumah itu padahal ia baru seminggu berada di sana. Beruntung ada Anisa yang bisa menjadi teman ngobrolnya. Ternyata Anisa juga menyukai band pop rock yang di gawangi oleh kakak-kakak angkatnya. Bukan hanya X-BOYS tapi juga semua band, penyanyi, ataupun aktor yang memiliki wajah rupawan. Intinya Anisa akan menyukai semua public figure yang memiliki wajah rupawan.Angel memetik setangkai bunga krisan yang ada di taman belakang rumah itu lalu melangkah menuju ayunan yang ada di sana. Namun saat tinggal selangkah lagi ia sampai di ayunan itu, seseorang sudah menyerobotnya terlebih dahulu. Ariska- gumam Angel. Gadis itu tersenyum tipis dan beranjak meninggalkan Ariska yang fokus pada majalah yang dipegangnya. Dasar sombong, baru jadi model gitu aja sombongnya nggak ketulungan.Angel merutuki kesombongan Ariska yang menurutnya sangat berlebihan. Hei,
"Angelinnneeeee...." Angel menyeringai mendengar teriakan dari guru kepribadian yang melatih semua gadis di tempat karantina itu. Angel buru-buru mengubah ekspresi wajahnya menjadi innocent. Gadis itu kembali berdiri dan menaruh buku tebal hard cover-nya di atas kepala. "Lihat teman-teman kamu! Mereka jatuh gara-gara kamu. Angel! Kenapa sih kamu nggak bisa kayak, Ariska? Look at her. Dia kelihatan anggun nggak kayak kamu yang urakan ini." Angel memutar matanya jengah. "Bentar deh Miss, teman? Duh, Miss Rara yang cantik badai, teman saya di sini tuh cuma Anisa. Lagian ya jangan dibandingin dong saya sama Ariska, dia kan model jadi udah biasa kayak gitu." Rara menggeram, gadis dihadapannya itu benar-benar. Ia belum pernah menemui gadis yang seperti itu, berpenampilan cupu tapi kelakuan urakan. Rara menatap tajam pada Angel yang terlihat tak terpengaruh sama sekali, wajahnya masih terlihat datar-datar saja. "Kamu ini!" "Ngomelnya nanti aja ya, Miss. Saya mau nganterin Anisa ke ka
Anisa duduk termenung menatap foto yang ada di ponselnya. Itu adalah fotonya bersama sang mama. Anisa hanya tinggal bersama mamanya di Bandung. Sang ayah sudah meninggal sejak usianya masih sembilan tahun, sampai sekarang pun mamanya belum mau mencari pengganti ayahnya karena rasa cinta sang mama sangatlah dalam. Air matanya menetes perlahan, gadis itu sangat merindukan mamanya. Anisa memang tak pernah berpisah lama dengan mamanya, gadis itu selalu tak tega meninggalkan mamanya seorang diri. Tapi kini ia harus meninggalkan mamanya demi mengikuti acara yang bisa dibilang konyol ini. "Hey, kenapa nangis?" Anisa segera mengusap air matanya saat mendengar suara yang dua minggu terakhir ini ikut mewarnai hari-harinya. Anisa menoleh dan tersenyum pada Angel. "Kangen mama." jawabnya dengan suara parau. Angel tersenyum lalu mengangguk ia juga merindukan ibunya, ibu yang tak akan mungkin ia temui lagi. "Setidaknya lo lebih beruntung daripada gue, Anisa." Anisa mendongak, menatap raut sedi
Suara petikan gitar mengalun lembut dari arah rooftop. Di sana juga terlihat dua orang gadis yang tengah asyik tenggelam dalam lantunan setiap lirik lagu yang keluar dari bibir mereka.Mereka berdua duduk bersila di lantai, salah seorang diantaranya terlihat tengah memangku sebuah gitar berwarna putih dan memainkan jemarinya di atas senar gitar itu.Kenang diriku selalu di hatimuSelalu di jiwamu, simpan di memorimuKunanti dirimu bila malam pun tibaCukup kita yang tahu, mimpi jadi saksinyaKering air mataku mengingat tentangmuTentang kita yang tak jodoh Anisa terus bernyanyi diiringi petikan gitar Angel. Angel sesekali menimpali suara Anisa dan membuat improvisasi mereka sendiri. Anisa mengangkat tangannya menyuruh Angel berhenti, Angel menurut gadis itu menaikkan sebelah alisnya bertanya."Kenapa?""Haus. Gue ambil minum dulu ya."Angel mengambil botol berisi jus jeruk di sampingnya dan menyerahkannya pada Anisa. Anisa menggeleng, "lagi pengen air putih, tunggu disini ya… Jangan
Rico memandang jauh melewati garis batas cakrawala. Mengagumi bagaimana langit senja memancarkan pesonanya. Pria itu menghela nafas berat, ini adalah liburan pertamanya tanpa kehadiran gadis yang selalu menjadi penyemangatnya. Tadinya ia berpikir ini adalah kesempatan yang bagus untuknya, karena tanpa adanya gadis itu ia bisa lebih leluasa menggoda gadis-gadis cantik yang ia temui. Tapi ternyata ia salah. Rico merasa ada yang kurang dalam liburan kali ini. Mungkin karena sudah terbiasa dengan kehadiran adik angkatnya itu ia merasa kehilangan gadis itu."Sepi ya, nggak ada Si Mungil." ucap Ryan tiba-tiba."Siapa suruh daftarin dia di sana?" Sahut Dion dengan nada dinginnya."Itu keputusan bersama kalau lo lupa.""Udahlah. Daripada berantem nggak guna gini mending mikir gimana caranya kita bisa nyusul Angel tanpa ada yang curiga." lerai Deva.Rico tersenyum senang saat sebuah ide muncul diotaknya. Ia tahu bagaimana ia bisa bertemu dengan Angel. Rico bangkit dari duduknya dan berjalan ke
Lantunan musik mengalun memenuhi ruang tengah yang sudah dialih fungsikan menjadi panggung pertunjukan mini. Di salah satu sisi ruangan didirikan satu panggung kecil lengkap dengan peralatan musik dan didepan panggung itu sudah berjejer kursi-kursi sebagai tempat duduk untuk para finalis. Panggung pertunjukan dadakan ini sebenarnya diperuntukkan untuk para finalis agar tak merasa bosan dengan rutinitas mereka yang itu-itu saja selama dua puluh hari belakangan ini.Setelah drama penyamaran yang sangat berantakan. Besoknya manager X-BOYS menghubungi mereka, menawari mereka untuk tampil di Panah Asmara Giornino. Mendapat tawaran seperti itu tentu saja tak akan dilewatkan oleh para personil X-BOYS. Lagi pula dengan menerima tawaran itu, mereka bisa bertemu dengan sang adik tanpa harus repot-repot menyamar.Kali ini X-BOYS tak membawakan banyak hits up-beat mereka. Hanya satu lagu up-beat dan beberapa lagu yang mereka cover dari para penyanyi internasional dan juga duet dengan beberapa fin