Share

Bab 3. First Impression

Angel menyeret kopernya menuju toilet. Gadis itu langsung masuk kesalah-satu bilik di dalam toilet, menaruh kopernya di atas lantai dan membukanya. Angel mengerutkan dahinya mendapati tumpukan gaun beraneka warna yang berada di dalamnya. Seingatnya ia tak pernah memiliki gaun dengan warna yang sangat mencolok seperti yang tengah ia pegang saat ini. Gadis itu mengangkat salah satu gaun berwarna merah bata yang ada dalam genggamannya, membentangkannya hingga terlihat jelas bagaimana model gaun itu.

            Tipikal seorang Rico. Angel sudah menduga bila Rico akan memenuhi kopernya dengan baju-baju yang sangat terbuka dan kekurangan bahan. Gadis itu mengeluarkan beberapa gaun, memilah mana yang mungkin cocok untuk ia kenakan. Selesai memilah-milah, Angel membuang beberapa crop top dan mini dress yang ada, hingga menyisakan setengah koper yang menurutnya masih masuk untuk karakternya.

            Angel kemudian mengambil kemeja flannel dari kopernya, mengganti blouse biru mudanya dengan kemeja kotak-kotak itu dan memadupadankannya dengan celana jeans hitam. Selesai mengganti pakaiannya, Angel membuka pintu bilik kamar mandi dan mengangkut tumpukan baju yang akan ia buang ke sudut rest room, tempat keranjang sampah berada.

Gadis itu merangsek ke depan wastafel. Membagi dua rambutnya dan menguncirnya. Awalnya Angel berpikir untuk mengubah penampilannya sebagai cewek tomboi yang joroknya minta ampun atau gadis kampungan dengan dandanan yang super menor. Ya apapunlah yang penting bisa bikin cowok ilfeel sama dia. Tapi setelah di pikir-pikir opsi pertama yang tercetus di otaknya itu terlalu mainstream begitupun dengan ide kedua. Belom lagi bagaimana dia akan mengubah tampilannya itu bila ia tidak punya peralatannya sama sekali. Bisa saja Angel membeli semua yang ia butuhkan untuk melancarkan aksinya, ia tak kekurangan uang sama sekali karena kakak-kakanya memberinya satu kartu kredit dengan limit yang sangat besar. Tapi, tidak. Ia tak akan menghamburkan uang kakak-kakanya untuk sesuatu yang seperti itu.

Angel membentuk huruf  'V' dengan jempol dan jari telunjuknya lalu menempatkannya di bawah dagu. Menyeringai dan berkata "I'm ready" pada bayangannya sendiri. Angel menyeret kopernya keluar dari toilet. Gadis itu bergegas menuju pintu keluar dan mencari taksi yang akan membawanya ke neraka versinya selama tiga bulan ini.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya sebuah taksi berhenti di depannya. Gadis itu memasuki taksi dan meninggalkan kopernya, membiarkan sang supir taksi membantunya meletakkan koper di bagasi.

            "Ke alamat ini ya, Pak.”

Supir taksi itu mengangguk dan mulai melajukan mobilnya. Angel menatap keluar jendela mobil, menatap padatnya lalu lintas kota Jakarta. Seperti biasa. Angel menghela nafas berat, rasa bosan mulai menyapanya. Angel merogoh saku jaketnya mengambil ponsel pintar kesayangannya. Membuka aplikasi chatting dan dalam sekejab ia sudah tenggelam dalam aktivitasnya.

♦♦ Be With You ♦♦

Giornino tersenyum memandangi gadis yang tengah sibuk dengan ponselnya itu. Gadis yang sudah memikatnya bahkan hanya dari sebuah fotonya saja. Ariska Putri, gadis yang akan ia pilih saat final nanti. Sudah seharian pria itu memandangi setiap gerak-gerik Ariska, saat gadis itu membaca majalah, makan siang dengan elegan, menyibukkan dirinya dengan ponselnya dan semua yang Ariska lakukan seharian ini. Yang mengherankan, ia tak merasa bosan mengamati setiap gerak-gerik gadis itu. Ada satu yang membuat Giornino heran,  kenapa Ariska tidak menjalin pertemanan seperti finalis lainnya yang sudah terlihat akrab meski baru bertemu beberapa jam.

Dering ponsel yang mengalun keras, membuat pria itu terperanjat. Nama 'Deva' muncul di layar ponselnya, pria itu menggeser tombol hijau di layar ponselnya kemudian mendekatkan ponsel ke telinganya. Mengangkat telfon dari sahabatnya yang juga berkecimpung di dunia entertainment. Pria itu menjauh dari ruang tengah untuk berbicara lebih lanjut dengan sahabatnya itu.

"Halo Dev, ada apa?" Giornino berjalan menuruni setiap anak tangga yang akan membawanya ke halaman.

"Iya, ngebosenin banget sumpah. Lo dimana, Bang?" Bohong. Apa yang ngebosenin? Pria itu bahkan seharian ini sibuk memandangi gadis pujaannya.

"Gila!! Enak banget bisa liburan."

Giornino berjalan kearah gerbang, pria itu ingin ke mini market yang ada di depan untuk sekedar membeli permen atahu camilan. Telfon masih tersambung dan ia juga masih menanggapi ocehan Deva. Giornino membuka gerbang itu perlahan dan melangkah keluar. Tiba-tiba sebuah taksi berhenti di depannya.

"Nanti lagi, Dev."

Giornino mematikan telfon secara sepihak dan menyimpan ponselnya di kantung celana. Pria itu mengurungkan niatnya untuk ke mini market, mengamati taksi didepannya. Ia melihat sang supir taksi buru-buru keluar dari mobil dan mengeluarkan koper dari bagasi. Giornino mengamati dandanan gadis yang ada di depannya itu. Kemeja flannel kebesaran, kacamata bulat tebal, rambut kuncir dua dan sebuah buku di tangan kanan.

"Maaf, Kak, ini bener tempat karantina para finalis Panah Asmara Giornino?"

"Iya, kamu salah satu finalis?" Gadis itu mengangguk. Giornino mengernyitkan dahinya, seingatnya tak ada foto gadis itu dalam formulir finalis yang ia terima.

"Gue nggak inget lo masuk di-list finalis. Ada buktinya?" Gadis itu merogoh tas selempangnya mencari sesuatu yang bisa membuktikan ia adalah salah satu finalis Panah Asmara Giornino. Gadis itu menyerahkan sebuah kertas pada Gio dengan wajah yang begitu datar. Giornino menerima kertas berwarna emas dari tangan gadis itu. Kertas itu adalah golden ticket yang diberikan oleh panitia khusus untuk para finalis lengkap dengan nama mereka masing masing. Angeline, Giornino membaca nama itu dalam hati. Oh ia ingat, gadis didepannya itu adalah gadis yang memakai t-shirt hitam yang tampil sederhana tapi sangat cantik.

"Kenapa tidak sama seperti di foto?"

Angel mengedikkan bahunya tak acuh, “Diedit kali.”

Giornino memutar matanya sebal, gadis itu sudah memberi kesan yang buruk pada saat pertemuan pertama mereka dan Giornino tak bisa menjamin ia akan bisa bersikap baik pada Angel.

"Up to you. Cepet masuk."

Giornino berbalik kembali ke dalam. Angel menyeringai, misi pertamanya untuk membuat kesan buruk di depan Giornino berhasil. Gadis itu bukannya tidak tahu bahwa yang menyambutnya di depan gerbang tadi adalah Giornino, ia tahu dan sangat sadar. Angel memang sengaja melakukan hal itu. Gadis itu tersenyum simpul, tinggal lakukan hal lain agar ia segera tereliminasi dan keluar dari tempat mengerikan itu. Gadis itu kemudian berjalan mengikuti Giornino.

"Ngapain lo ngikutin gue?" Tanya Giornino saat mereka sudah sampai di depan kamar Giornino.

"Saya kira kakak nunjukin kamar saya."

Angel membenahi letak kacamatanya yang melorotndan memasang wajah yang ia buat selempeng mungkin. Giornino berdecak pelan dan memanggil Mbak Namira, menyuruh manager-nya itu mengurus Angel lalu memasuki kamarnya dengan bantingan pintu yang terdengar sangat nyaring. Angel mengikuti wanita berumur tiga puluhan yang sedari tadi mengoceh tanpa ada habisnya, menerangkan segala tetek bengek peraturan yang sebenarnya sudah jelas tertulis di beberapa lembar kertas yang dikirim bersama golden ticket.

"Ini kamar kamu. Selamat beristirahat." Mereka berhenti di depan sebuah kamar yang ada di lantai dua. Angel menganggukkan kepalanya kemudian membiarkan wanita itu berlalu dari hadapannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status