Seorang gadis berambut hitam legam lurus berjalan pelan menghampiri gadis lain yang tengah termenung di balkon kamarnya. Anisa Rahma, gadis cantik asli Bandung yang sangat mengidolakan Giornino seperti kebanyakan gadis seusianya.
"Hei... lagi ngapain?" Anisa menatap gadis yang ada di depannya itu dengan senyum yang menghiasi bibir. Gadis itu membalas senyum dari Anisa.
Angel mengangkat buku yang ada dalam genggamannya, mengisyaratkan pada gadis bersurai hitam itu apa yang tengah ia lakukan. Angel menggeser duduknya, memberi sedikit tempat untuk Anisa duduk disebelahnya.
"Terima kasih." ucap Anisa setelah duduk di samping Angel. Angel hanya mengangguk, meletakkan bukunya di pangkuan dan mulai menikmati pemandangan indah langit biru dengan semburat jingga yang mengagumkan.
"Indah ya?"
Lagi-lagi Angel hanya mengangguk. Anisa menoleh kearahnya, meneliti penampilan satu-satunya gadis yang ditanyai oleh Giornino saat sedang melakukan penilaian untuk misi pertama tadi pagi. Jujur saja eksistensi gadis dengan penampilan cupu itu membuatnya iri.
Gadis itu bahkan tak melakukan sesuatu yang special, berdandan ala kadarnya tapi mampu menarik perhatian Gio. Anisa benar-benar merasa iri. Tapi ia tau ini masih awal, masih ada banyak kesempatan untuk dirinya menarik perhatian Giornino.
"Angel… don’t be salty. But, lo beneran selalu dandan kayak gini setiap hari?"
Angel menoleh, “ada yang salah?” Tanya Angel dengan wajah datar. Responnya yang seperti itu tentu saja membuat Anisa panik.
“Nggak… Bukan gitu. Tapi aneh aja lo ikut acara kayak gini dengan penampilan lo sekarang.” Angel menoleh dan tersenyum, gadia itu tak mengenal Anisa sebelumnya. Pertama kali bertemu pun kemarin karena mereka ditempatkan dalam satu kamar selama karantina. Tapi entah kenapa ia merasa gadis bersurai hitam di depannya itu adalah gadis yang baik. Should she spill some beans?
"Nggak apa-apa."
Anisa menautkan alisnya tak mengerti. Angel menghembuskan nafas berat lalu menggelengkan kepalanya. Belum saatnya.
♦♦ Be With You ♦♦
Di kamarnya, Giornino tengah bergelut dengan lembaran-lembaran kertas yang berisi beberapa not balok yang bertebaran juga gitar yang senantiasa berada di pangkuannya. Pria itu tengah berusaha menciptakan sebuah lagu namun ia merasa selalu ada yang kurang pas dengan karyanya itu. Ia akui memang tidak gampang menciptakan sebuah lagu apalagi melakukan semuanya sendiri mulai dari membuat lirik, menentukan nada atau notasi apalagi mengaransemen sebuah lagu. Pria itu memijit kepalanya yang berdenyut-denyut pusing. Ia tak akan bisa menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu dekat.
Giornino menyingkirkan gitar dari pangkuannya dan meletakkannya di atas ranjang, membiarkannya di sana bersama beberapa lembar kertas yang tersebar. Pria itu beranjak dari kamarnya. Tujuan utamanya adalah rooftop. Kemarin ia diberitahu bahwa di rooftop rumah ini terdapat sebuah ayunan besar, dan katanya pemandangan dari sana juga cukup bagus.
Mungkin ini yang ia butuhkan. Sedikit refresing untuk melupakan sejenak kepenatan dalam hidupnya. Pria itu mendekati pagar pembatas, mengamati para finalis yang sedang bercengkrama di taman belakang rumah karantina. Suasana taman cukup ramai, ada beberapa finalis yang terlihat bergerombol di bawah pohon rindang sambil tertawa, ada juga yang berkumpul di tepi kolam.
Matanya beralih menangkap sosok yang mampu membuat matanya sulit beralih. Ariska, gadis itu terlihat tengah duduk di sebuah ayunan dengan sebuh majalah di pangkuannya. Hei lihatlah dia, gadis itu bahkan terlihat begitu cantik meski hanya mengenakan hot pants dan t-shirt sederhana. Ia terlihat sangat cantik saat rambutnya yang tergerai tertiup angin.
Giornino mengucap syukur dalam hati, berterima kasih pada Tuhan karena telah menurunkan malaikat tanpa sayap yang begitu cantik dalam hidupnya. Giornino terus saja mengamati Ariska sampai-sampai ia tak sadar jika hari sudah mau gelap. Pria itu langsung turun dari rooftop untuk menuju kamarnya, menyiapkan dirinya untuk makan malam bersama para finalis. Cukup merepotkan memang karena ia harus menerima tatapan kagum dari para gadis-gadis itu selama makan malam, dan ia harus membalas tatapan itu dengan senyum diwajahnya. Tapi taka pa, selama di sana masih ada Ariska, sepertinya ia mampu untuk menahannya.
♦♦ Be With You ♦♦
"Come on Angel... kenapa lo pakek itu lagi sih? Giornino mana mau ngellirik lo kalo pakaian lo gitu terus" Angel menaikkan sebelah alisnya, menatap gadis di depannya itu dengan wajah datarnya.
"Itulah tujuannya Anisa."
Anisa mendengus sebal, tadi Angel memang memberitahunya bahwa ia tak ingin memenangkan acata itu, "tapi setidaknya berpaka ianlah yang proper biar gak di-bully netizen!"
Angel terlihat enggan untuk menanggapi, gadis itu malah sibuk mencari kacamata tebalnya.
"Terserah kalau begitu. Ayo kita sudah terlambat."
Anisa menggandeng tangan Angel dan menariknya untuk ke ruang makan. Di sana hampir semua finalis sudah menempati kursi yang mengelilingi sebuah meja panjang berbentuk oval yang sangat elegan, di atas meja itu sudah tersaji berbagai macam makanan yang mampu mengundang nafsu makan. Mulai dari makanan khas indonesia sampai makanan ala eropa juga ada, pokoknya lengkap deh.
Mereka memilih tempat duduk yang berdampingan, Anisa langsung menyapa gadis yang ada di sebelahnya dan langsung mengobrol, gadis itu memang sangat komunikatif dan sepertinya ia berbakat untuk menjadi seorang presenter. Sedangkan Angel duduk diam di kursinya, ia malas bersosialisasi dengan gadis-gadis yang menatapnya dengan pandangan mencemooh.
Pergerakan dari seseorang mengambil tempat duduk sembilan puluh derajat darinya, membuatnya mendongak. Pria itu, pria yang saat ini termasuk pria yang tak ingin dilihatnya. Giornino tersenyum tipis didepan semua orang, sikap Giornino itu membuat Angel mendengus dan tersenyum miring. Gadis itu tahu kalau semua yang dilakukan Giornino adalah palsu, pencitraan.
"Dasar pencitraan" desis Angel. Giornino menatap Angel, pria itu mendengar apa yang gadis itu ucapkan.
"Kamu tadi bilang apa?" Angel mengerutkan keningnya, berpura-pura tidak tahu apa maksud pria itu.
"Bilang apa? Salah denger kali." Giornino menatap tajam kearah Angel tak percaya bahwa gadis itu tak mengatakan apapun.
"Selamat malam semuanya. Maaf saya terlambat." Giornino menoleh kearah Ariska, tatapan tajamnya melembut ketika matanya menatap Ariska.
"Oh tidak apa-apa. Ariska, silahkan duduk."
Ariska duduk di ujung meja, bersebrangan dengan Giornino. Giornino mempersilahkan mereka untuk memulai makan malam mereka, memberi kebebasan pada mereka untuk memilih makanan yang diinginkan. Sedangkan, dipiring Giornino sudah ada secentong nasi yang diambilkan oleh salah satu finalis. Pria itu memandangi beragam lauk pauk yang ada diatas meja, mencari mana yang ia inginkan untuk ia nikmati malam ini. Dia menemukannya, udang goreng tepung favoritnya. Ia sudah akan mengambil udang itu dengan garpunya saat garpu lain juga ikut mengambil udang goreng tepung yang tinggal satu-satunya.
Giornino mendongak, melihat siapa yang juga berkeinginan untuk mengambil makanan favoritnya itu. Angeline, si gadis aneh ternyata yang ingin mengambil udang itu, Giornino mengurungkan niatnya untuk makan udang itu dan memilih mengambil yang lain agar tak terjadi keributan. Giornino ingin mengambil Ayam goreng tapi Angel juga ingin mengambil Ayam goreng. Giornino berdecak sebal, pria itu menatap Angel yang tengah melahap makanannya.
Piring Angel terlihat penuh dengan aneka lauk pauk, tak seperti gadis lain yang hanya mengambil sedikit makanan. Piring Angel memang penuh tapi gizi yang ada didalamnya tak berlebihan, pas dan tentu saja tepat karena ia adalah salah satu gadis yang suka menjaga kesehatannya. Giornino tersenyum miring membandingkan cara makan Angel yang terlihat sedikit berantakan dengan cara makan Ariska yang sangat elegan dan berkelas. Pilihannya memang tepat. Hanya saja yang Giornino tidak tahu Angel sengaja untuk memperlihatkan cara makan barbarnya pada Giornino.
♦♦ Be With You ♦♦
Angel memegangi perutnya yang terasa sakit. Tadi ia makan terlalu banyak, tak seperti porsi makannya yang biasa. Jika ia memuntahkan makanannya nanti ia malah dikira penderita anoreksia lagi. Huh sudahlah, jika dibawa tidur rasa sakitnya pasti akan berkurang.
Angel menghela nafas berat. Mengapa waktu seakan melambat saat ia berada di rumah karantina ini? Gadis itu merasa sudah begitu lama tinggal di rumah itu padahal ia baru seminggu berada di sana. Beruntung ada Anisa yang bisa menjadi teman ngobrolnya. Ternyata Anisa juga menyukai band pop rock yang di gawangi oleh kakak-kakak angkatnya. Bukan hanya X-BOYS tapi juga semua band, penyanyi, ataupun aktor yang memiliki wajah rupawan. Intinya Anisa akan menyukai semua public figure yang memiliki wajah rupawan.Angel memetik setangkai bunga krisan yang ada di taman belakang rumah itu lalu melangkah menuju ayunan yang ada di sana. Namun saat tinggal selangkah lagi ia sampai di ayunan itu, seseorang sudah menyerobotnya terlebih dahulu. Ariska- gumam Angel. Gadis itu tersenyum tipis dan beranjak meninggalkan Ariska yang fokus pada majalah yang dipegangnya. Dasar sombong, baru jadi model gitu aja sombongnya nggak ketulungan.Angel merutuki kesombongan Ariska yang menurutnya sangat berlebihan. Hei,
"Angelinnneeeee...." Angel menyeringai mendengar teriakan dari guru kepribadian yang melatih semua gadis di tempat karantina itu. Angel buru-buru mengubah ekspresi wajahnya menjadi innocent. Gadis itu kembali berdiri dan menaruh buku tebal hard cover-nya di atas kepala. "Lihat teman-teman kamu! Mereka jatuh gara-gara kamu. Angel! Kenapa sih kamu nggak bisa kayak, Ariska? Look at her. Dia kelihatan anggun nggak kayak kamu yang urakan ini." Angel memutar matanya jengah. "Bentar deh Miss, teman? Duh, Miss Rara yang cantik badai, teman saya di sini tuh cuma Anisa. Lagian ya jangan dibandingin dong saya sama Ariska, dia kan model jadi udah biasa kayak gitu." Rara menggeram, gadis dihadapannya itu benar-benar. Ia belum pernah menemui gadis yang seperti itu, berpenampilan cupu tapi kelakuan urakan. Rara menatap tajam pada Angel yang terlihat tak terpengaruh sama sekali, wajahnya masih terlihat datar-datar saja. "Kamu ini!" "Ngomelnya nanti aja ya, Miss. Saya mau nganterin Anisa ke ka
Anisa duduk termenung menatap foto yang ada di ponselnya. Itu adalah fotonya bersama sang mama. Anisa hanya tinggal bersama mamanya di Bandung. Sang ayah sudah meninggal sejak usianya masih sembilan tahun, sampai sekarang pun mamanya belum mau mencari pengganti ayahnya karena rasa cinta sang mama sangatlah dalam. Air matanya menetes perlahan, gadis itu sangat merindukan mamanya. Anisa memang tak pernah berpisah lama dengan mamanya, gadis itu selalu tak tega meninggalkan mamanya seorang diri. Tapi kini ia harus meninggalkan mamanya demi mengikuti acara yang bisa dibilang konyol ini. "Hey, kenapa nangis?" Anisa segera mengusap air matanya saat mendengar suara yang dua minggu terakhir ini ikut mewarnai hari-harinya. Anisa menoleh dan tersenyum pada Angel. "Kangen mama." jawabnya dengan suara parau. Angel tersenyum lalu mengangguk ia juga merindukan ibunya, ibu yang tak akan mungkin ia temui lagi. "Setidaknya lo lebih beruntung daripada gue, Anisa." Anisa mendongak, menatap raut sedi
Suara petikan gitar mengalun lembut dari arah rooftop. Di sana juga terlihat dua orang gadis yang tengah asyik tenggelam dalam lantunan setiap lirik lagu yang keluar dari bibir mereka.Mereka berdua duduk bersila di lantai, salah seorang diantaranya terlihat tengah memangku sebuah gitar berwarna putih dan memainkan jemarinya di atas senar gitar itu.Kenang diriku selalu di hatimuSelalu di jiwamu, simpan di memorimuKunanti dirimu bila malam pun tibaCukup kita yang tahu, mimpi jadi saksinyaKering air mataku mengingat tentangmuTentang kita yang tak jodoh Anisa terus bernyanyi diiringi petikan gitar Angel. Angel sesekali menimpali suara Anisa dan membuat improvisasi mereka sendiri. Anisa mengangkat tangannya menyuruh Angel berhenti, Angel menurut gadis itu menaikkan sebelah alisnya bertanya."Kenapa?""Haus. Gue ambil minum dulu ya."Angel mengambil botol berisi jus jeruk di sampingnya dan menyerahkannya pada Anisa. Anisa menggeleng, "lagi pengen air putih, tunggu disini ya… Jangan
Rico memandang jauh melewati garis batas cakrawala. Mengagumi bagaimana langit senja memancarkan pesonanya. Pria itu menghela nafas berat, ini adalah liburan pertamanya tanpa kehadiran gadis yang selalu menjadi penyemangatnya. Tadinya ia berpikir ini adalah kesempatan yang bagus untuknya, karena tanpa adanya gadis itu ia bisa lebih leluasa menggoda gadis-gadis cantik yang ia temui. Tapi ternyata ia salah. Rico merasa ada yang kurang dalam liburan kali ini. Mungkin karena sudah terbiasa dengan kehadiran adik angkatnya itu ia merasa kehilangan gadis itu."Sepi ya, nggak ada Si Mungil." ucap Ryan tiba-tiba."Siapa suruh daftarin dia di sana?" Sahut Dion dengan nada dinginnya."Itu keputusan bersama kalau lo lupa.""Udahlah. Daripada berantem nggak guna gini mending mikir gimana caranya kita bisa nyusul Angel tanpa ada yang curiga." lerai Deva.Rico tersenyum senang saat sebuah ide muncul diotaknya. Ia tahu bagaimana ia bisa bertemu dengan Angel. Rico bangkit dari duduknya dan berjalan ke
Lantunan musik mengalun memenuhi ruang tengah yang sudah dialih fungsikan menjadi panggung pertunjukan mini. Di salah satu sisi ruangan didirikan satu panggung kecil lengkap dengan peralatan musik dan didepan panggung itu sudah berjejer kursi-kursi sebagai tempat duduk untuk para finalis. Panggung pertunjukan dadakan ini sebenarnya diperuntukkan untuk para finalis agar tak merasa bosan dengan rutinitas mereka yang itu-itu saja selama dua puluh hari belakangan ini.Setelah drama penyamaran yang sangat berantakan. Besoknya manager X-BOYS menghubungi mereka, menawari mereka untuk tampil di Panah Asmara Giornino. Mendapat tawaran seperti itu tentu saja tak akan dilewatkan oleh para personil X-BOYS. Lagi pula dengan menerima tawaran itu, mereka bisa bertemu dengan sang adik tanpa harus repot-repot menyamar.Kali ini X-BOYS tak membawakan banyak hits up-beat mereka. Hanya satu lagu up-beat dan beberapa lagu yang mereka cover dari para penyanyi internasional dan juga duet dengan beberapa fin
Angel menghela nafas berat, ia merasa sangat lelah dan kehausan. Semakin dekat dengan hari grand final, semakin banyak pula latihan-latihan yang harus diikutinya. Latihan jalan lah, latihan ngomong lah, dan latihan-latihan yang lainnya. Angel sempat jengah juga, please deh ini kan pemilihan pasangan buat Giornino bukan pemilihan ratu kecantikan.Angel menghempaskan tubuhnya di kursi meja makan. Gadis itu mengambil segelas jus jeruk dingin yang tadi telah diambilnya dari dalam lemari es. Menenggak beberapa tegukan sekaligus. Segar dan dingin itulah yang ia rasakan saat cairan itu mengalir di tenggorokannya.Angel menoleh saat mendengar seseorang memasuki ruangan itu. Gadis itu dapat melihat Bintang, gadis yang tidur sekamar dengan Ariska. Angel mengeritkan keningnya melihat Bintang berjalan terpincang-pincang. Angel menunggu sampai Bintang duduk dihadapannya untuk menanyakan apa yang terjadi dengan gadis berambut ikal itu."Lo kenapa, Bin?" Tanya Angel p
Anisa membuka pintu kamarnya dengan perlahan, ia tahu Angel dalam kondisi badmood saat ini dan ia tak mau membuat mood gadis itu bertambah buruk. Anisa melangkah perlahan sampai di tengah ruangan, dari sana ia dapat melihat Angel yang tidur menelungkup di atas kasurnya. Anisa menghela nafas berat."Gue percaya sama lo." ucapnya lirih.Kalimat itu tak hanya ia ucapkan hanya untuk menenangkan Angel saja tapi karena memang itu yang ia rasakan. Anisa percaya Angel tak mungkin melakukan hal itu. Enam minggu menjadi teman sekamar Angel cukup untuknya mengetahui kebiasaan gadis itu, meskipun Angel juga bukanlah tipe orang yang terbuka.Angel berguling ke samping lalu mengambil posisi duduk, gadis itu memandang Anisa lekat-lekat mencari sesuatu dari mata gadis bersurai hitam itu. Tapi Angel tak menemukan apa-apa selain ketulusan. Senyum tipis sedikit demi sedikit mulai terbentuk di bibir merahnya.Gadis itu mengangguk dan menepuk kas