Share

KEPUTUSAN YANG SALAH

Telinga Ceisya bergetar hebat dengan kata-kata Rayanka yang menginginkan perpisahan tanpa alasan.

Kelopak mata bagian bawah milik Ceisya terasa sangat berat. Buliran bening sudah meronta-ronta untuk dilepaskan.

"Apa aku tidak salah dengar?" Ceisya terbata-bata mengatakan hal itu. Ponsel juga ditekankan lebih kuat dengan telinga.

Suara  embusan napas Rayanka di seberang sana terdengar kuat. "Tidak. Kamu tidak salah dengar."

Ceisya mundur beberapa langkah. Sampai pada akhirnya tubuhnya jatuh pada kursi di taman kota. Lampu taman terlihat temaram, layaknya ikut meratapi kesedihan yang dialami Ceisya.

"Ray? Apa kamu sedang ada masalah? Jika iya, tolong katakan! Siapa tahu aku bisa bantu kamu," pinta Ceisya penuh harap

"Tidak. Kamu salah. Aku baik-baik saja. Aku sedang tidak ada masalah."

Ceisya berpikir cepat. "Apa kamu sedang sakit?"

"Aku sehat," balas Rayanka memalingkan wajahnya karena Ceisya di sana menatap dengan intens.

Ceisya hanya bisa menatap wajah Rayanka dari jauh. Laki-laki itu tampak terlihat tidak bersalah dengan ucapannya.

"Aku diusir oleh ayah." Ceisya sangat berat untuk melanjutkan ucapannya.

"Maaf. Aku tidak mau turut campur."

Sebuah jawaban yang sangat mencengangkan dari mulut Rayanka.

Jauh di dalam lubuk hati Ceisya merasa sangat sakit. Jika sebelumnya Rayanka selalu menguatkan setiap ada masalah yang sedang Ceisya alami, tapi tidak untuk kali ini.

"Aku tidak bisa tinggal di rumah sahabat aku karena ...."

"Aku tidak mau tahu," ucap Rayanka memotong kalimat Ceisya yang belum selesai. Ucapannya sangat ketus membuat telinga Ceisya memerah.

"Aku tidak tahu harus kemana dan tinggal di mana." Ceisya pura-pura tidak mendengar ucapan Rayanka yang sangat menyakitkan.

"Tolong jangan hubungi aku. Kita tidak ada hubungan apa-apa lagi."

Bukan main terkejutnya, Ceisya mendengar akan hal itu. Telinganya sampai memerah panas.

"Ray? Kalau ada masalah, tolong katakan," ucap Ceisya terbata-bata.

"Sudah aku bilang dari awal kalau aku tidak punya masalah."

Ceisya memberanikan diri menatap detail wajah di layar sana. Gadis yang sedang bersedih kembali mengingat apa yang sudah terjadi dengan laki-laki ini. Siapa tahu Ceisya pernah berkata yang menyakiti  perasaan Rayanka.

"Apa aku punya salah sama kamu?" Ceisya sampai terbata-bata karena ia tidak pernah menyakiti Rayanka.

"Takdir yang sudah mempertemukan kita."

Ceisya sampai berjingkat kaget. "Kita belum pernah bertemu," ucap Ceisya tidak takut. 

Pertemuan mereka selama ini hanya di dunia maya.

Rayanka terus memalingkan wajah. Rasanya laki-laki ini ingin mematikan hubungan telepon yang sudah menyakiti perasaan satu sama lain.

"Masih ingat janji apa yang pernah kamu ucapkan?" Ceisya hafal betul apa yang Rayanka katakan berulang kali.

"Itu semua bohong."

"Ray? Kamu pernah mengatakan akan menjemput aku dan kita akan hidup bahagia bersama."

"Itu semua bohong." Rayanka menekankan setiap katanya. Laki-laki ini tidak menyangka kalau perpisahan mereka sangat mengenaskan.

"Sejak kapan kamu menjadi pembohong? Aku bisa melihat kalau kamu sedang ada masalah. Aku akan menunggu amarah kamu reda."

"Jangan hubungi aku lagi."

"Tidak semudah itu." Ceisya bersikeras.

"Hubungan kita sudah berakhir." Rasanya Rayanka sangat berat mengatakan itu. Namun, hubungan mereka harus diakhiri karena salah satu dari mereka akan tersakiti.

Ceisya menajamkan mata melihat layar. "Kamu lagi di kantor?"

Rayanka panik. Akibat memalingkan wajah, malah membuat Ceisya tahu di mana dirinya berada.

"Tidak." 

Wajah Rayanka memucat. Jangan sampai Ceisya tahu kalau Rayanka benar-benar berada di kantor.

"Aku masih ingat gambar yang kamu kirim saat di kantor."

"Untuk apa kamu tahu di mana aku sekarang?" Rayanka bingung karena dirinya semakin tersudut.

"Aku akan ke sana."

Rayanka terpaksa menatap layar yang menampilkan wajah Ceisya dengan kedua pipi yang basah. 

"Jangan! Sudah aku bilang kalau aku tidak ada di kantor."

"Tunggu sebentar. Aku akan ke sana."

Ceisya mematikan hubungan telepon. Ia paham di mana Rayanka bekerja. Mungkin butuh waktu dua jam menuju ke sana. Sahabat Ceisya memberikan sedikit uang yang berguna mengantarkan Ceisya kepada Rayanka.

Rayanka panik karena hubungan telepon benar-benar diputus oleh Ceisya. Laki-laki itu pun memukul kakinya dengan keras.

Sementara itu, anak kecil berjenis kelamin datang menghampiri Rayanka. Laki-laki yang sedang panik, hanya bisa mengelus rambut anak itu.

"Pak Leo, tolong siapkan mobil! Kita pergi sekarang," ucap Rayanka kepada sang sopir.

Pandangan Rayanka sekarang tertuju kepada petugas keamanan. "Kalau ada perempuan yang cari saya, tolong katakan kalau di kantor ini tidak ada yang namanya Rayanka."

Sementara itu, setelah melewati perjalanan yang membutuhkan hampir dua jam, Ceisya langsung menuju pos keamanan yang berada di depan gedung menjulang tinggi.

Gadis ini sebenarnya merasa takut langsung diusir oleh petugas keamanan di sana. Bagaimana tidak penampilan Ceisya sudah seperti pemulung. Baju yang kotor karena tadi diusir oleh orang tuanya. Belum bekas air mata yang mengering sendiri, tanpa sempat dihapus.

"Selamat malam," sapa Ceisya kepada pria bertubuh kekar.

"Malam." Pria yang bertugas sebagai petugas keamanan mengamati gadis dari ujung rambut sampai kaki. "Ada yang bisa saya bantu?"

Ceisya memberikan sedikit senyuman karena orang ini tidak bertanya macam-macam. 

"Saya ingin ketemu Rayanka."

Petugas keamanan tadi langsung teringat perintah atasannya. Pria itu pura-pura mengerutkan kening seperti sedang berpikir keras.

"Di kantor ini tidak ada yang bernama Rayanka," ucap orang yang sedang bersandiwara.

"Tidak mungkin. Mungkin bapak tidak paham." Ceisya bingung setengah mati. Ia baru pertama kali kemari, tapi Ceisya paham kalau Rayanka kerja di sini.

"Saya sudah sepuluh tahun di sini. Saya sangat paham siapa saja orang-orang yang bekerja di sini. Sudah larut malam. Kantor sudah tutup," usir orang itu dengan nada halus.

Ceisya tidak akan melewatkan kesempatan. "Rayanka? Aku di sini."

Gadis itu berteriak memanggil orang yang pernah berjanji kepadanya. "Rayanka?"

Petugas keamanan panik. Suara gadis berteriak malah nanti mengundang kecurigaan orang-orang yang lewat.

"Pergi!" Pria itu mendorong Ceisya sampai terjatuh ke atas aspal.

Ini bukanlah luka yang serius. Hanya lutut yang mengucur darah. Ceisya sudah berulang kali terluka oleh Sentari.

Pelan-pelan Ceisya bangkit dengan dada yang sesak. Orang yang paling diharapkan Ceisya tidak mau menolong, bahkan malah memutuskan hubungan secara sepihak.

Jalan Ceisya tersendat karena luka dirasa sangat perih jika dipaksa berjalan. Ia tidak tahu bagaimana orang memandang Ceisya yang sudah banjir air mata.

Tiba-tiba tatapan Ceisya tertuju pada satu objek. Itu adalah satu-satunya yang bisa menyelesaikan semua masalahnya.

Kedua tangan Ceisya berpegangan erat pada sisi jembatan. Air di bawah sana pasti sanggup membuat nyawa Ceisya melayang dengan sekali lompatan.

"Rayanka, aku sangat mencintai kamu." Ceisya pun teringat orang tuanya. "Ayah, maaf aku memilih menyerah."

Itulah kata-kata terakhir yang keluar dari mulut Ceisya.

galuchfema

Happy reading. Terima kasih semua untuk yang sudah berkunjung ke cerita ini. Jangan lupa tinggalkan komentar agar penulis lebih rajin update

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status