Share

TERJUN BEBAS

Ibas berjalan kesana kemari sambil menunggu sang Tante datang. Mereka sudah janjian di taman pinggir kota.

Benar saja, dalam waktu lima menit datanglah wanita yang menjadi ibu sambung Ceisya.

"Ke mana perginya gadis itu?" tanya Ibas kepada Sentari. "Aku sudah mencari sampai ke tempat sahabat Ceisya, tetapi tidak ada."

Sentari memasang wajah biasa saja. Entah kenapa Ibas terlalu ambisi dengan anak angkatnya.

"Kamu bisa cari lagi sampai ketemu," balas Sentari.

Ibas naik pitam. "Harus cari ke mana lagi? Apa perlu teman satu kampus harus aki datangi satu per satu?"

Tatapan Ibas sekarang tertuju kepada Sentari. "Apa kamu sengaja melenyapkan Ceisya selamanya?"

Sentari panik. "Tidak. Aku hanya memberi pelajaran agar gadis itu menurut saja."

"Buktinya sekarang Ceisya pergi entah ke mana."

"Besok kita cari bersama. Hari sudah larut malam."

Ibas mendengkus kesal. "Keburu gadis itu pergi menjauh."

Laki-laki usia matang hatinya sangat kecewa dengan tantenya. Padahal perjanjian awal akan menyerahkan Ceisya untuk Ibas, bukan membuat gadis itu benar-benar pergi menjauh.

"Pokoknya malam ini aku harus menemukan Ceisya," janji Ibas kepada diri sendiri. 

Menghindari perdebatan dengan Sentari, Ibas memilih pergi di saat hatinya sedang tidak baik-baik saja.

***

"Oke. Besok akan aku usahakan datang lebih awal," ucap Kaivan sembari menempelkan ponsel dekat dengan telinganya.

Napas pendek keluar dari hidung Kaivan karena permintaan orang yang menelepon sangat berat.

"Iya. Aku akan datang paling awal. Sebelum kru datang."

Kaivan terpaksa mematikan panggilan telepon sebelum orang di telepon mengatakan sesuatu.

Tangan Kaivan mencengkeram erat kemudi. Padahal tempat tujuan sebentar lagi sampai, tetapi mood dirusak oleh manajer Kaivan sendiri.

"Kapan aku bisa istirahat panjang," keluh Kaivan kepada diri sendiri.

Jalanan kali ini sepi, Kaivan tidak harus fokus terus menatap depan. Sayangnya, sekali Kaivan menatap samping, tiba-tiba dikejutkan sesuatu.

Suara ban mendecit ketika Kaivan menginjak rem secara tiba-tiba.

Tanpa menunggu waktu lama, Kaivan langsung membuka pintu mobil dan berlari menuju seorang orang yang hendak mengakhiri hidupnya.

Setelah jarak beberapa meter, Kaivan baru mengetahui jika orang tersebut adalah seorang gadis.

"Tolong jangan melompat," ucap Kaivan sambil merentangkan tangan untuk menangkap gadis tersebut.

Ceisya menggeleng sambil terus berderai air mata. Padahal situasi sepi, tetapi masih saja ada orang yang menghalanginya.

"Enggak."

"Tolong jangan lompat. Kemarikan tangan kamu biar aku tangkap." 

Kaivan berjalan sangat pelan agar gerakannya tidak diketahui oleh gadis di dekatnya.

Jantung Kaivan berdetak kencang. Padahal pikiran sudah memenuhi otak. Ditambah bertemu orang yang mau mengakhiri hidupnya.

"Pergi. Jangan halangi aku."

Ceisya menatap bawah. Tinggal satu lompatan maka tamatlah riwayatnya. 

Kaivan panik. Dalam waktu yang serba tidak banyak, sangatlah sulit untuk meminta pertolongan pemadam kebakaran. Mau berteriak minta tolong kepada orang lain pun sangat membahayakan jika gadis ini langsung melompat begitu saja.

"Cepat raih tangan aku!" Kaivan mengulurkan tangan untuk meraih lengan gadis itu.

Ceisya kembali menatap ke bawah. Arus sungai sedang lumayan besar.

Tanpa sepengetahuan Ceisya, Kaivan maju beberapa langkah kemudian berhasil memegang lengan Ceisya.

Ceisya panik luar biasa. Ia pun menggerakkan tubuh agar cekalan di lengan terlepas.

"Lepas!" teriak Ceisya merasa tidak suka.

Kaivan memperkuat cekalan. Sekarang tugas beratnya adalah memindahkan tubuh gadis itu dari jembatan besi karena pasti akan sulit.

"Jangan bergerak." Kaivan memperingatkan karena Ceisya bergerak terlalu kuat.

"Lepas!" Ceisya bergerak sekuat tenaga. Tubuh yang ada di tepi jembatan, sekarang berhasil limbung dan mengembang di udara. Ceisya berhasil melepaskan dari cekalan orang yang tidak dikenal dan sebentar lagi tubuh Ceisya menyatu dengan air di bawah sana.

Ternyata dugaan Ceisya salah besar. Orang yang hendak menolongnya malah ikut ketarik dan sekarang mereka berdua meluncur bebas di udara.

Dalam waktu yang sangat cepat, Ceisya menatap laki-laki itu.

"Berpegangan yang erat!" perintah Kaivan dengan nada juga penuh kekhawatiran.

Keduanya berpelukan sangat erat terjun ke bawah. Jika awalnya mereka mengira akan jatuh ke atas air, ternyata salah besar.

Punggung Kaivan menghantam batu-batu dan akar pohon. Badan yang meluncur ke bawah pun terasa amat sakit. Kadang kepala pun menjadi korban.

Sedangkan Ceisya terus memeluk Kaivan. Tubuhnya selamat karena berada di atas tubuh orang yang hendak menyelamatkan.

"Bertahanlah," ucap Kaivan yang sudah merasakan sakit luar biasa. Pasti di punggung terdapat luka di mana-mana.

Keduanya berteriak kencang ketika tubuh Kaivan mengenai batu paling besar di tepi sungai. Kaivan dan Ceisya saling terpental jauh. Kaivan paling parah ketika saat jatuh, kaki kirinya menghantam sesuatu benda yang sangat runcing.

Sebelum tidak sadarkan diri, Kaivan berteriak sangat kencang untuk menyalurkan rasa sakitnya.

Kedua mata Ceisya mengerjap perlahan. Dahinya terasa sangat sakit karena pasti menghantam sesuatu.

"Aku di mana?" Ceisya bertanya kepada diri sendiri.

Akhirnya Ceisya sadar jika, ia tadi terjun ke bawah bersama seseorang. Tangan menggapai tanah di samping untuk menemukan orang itu. Nihil. Orang itu tidak ada di samping Ceisya.

"Hei, kamu di mana?" Ceisya menaikkan suara. 

Daerah tepian sungai sangat gelap. Tidak ada satu pun penerangan. Yang terdengar hanyalah suara riak air. Udara pun terasa lembab karena mereka jatuh di tanah yang basah.

Ceisya pun merangkak agak jauh untuk menemukan orang itu. Dalam diri Ceisya tiba-tiba diliputi kecemasan luar biasa. Bagaimana tidak, Ceisya yang mau mengakhiri hidupnya, masih bisa diselamatkan. Namun, bagaimana dengan orang yang menolongnya? Jangan-jangan orang tersebut malah berakhir menggenaskan.

"Apa kamu mendengar aku?" Ceisya hampir menangis. Suasana di sekitarnya sangat mencengkeram. 

"Apa kamu mendengar aku?" ulang Ceisya. Ia terus menggapai apa saja sampai menemukan apa yang dicari.

Tangan Ceisya pada sesuatu yang terasa hangat. Gadis itu pun meraba seperti tunggu seseorang.

"Apa kamu baik-baik saja?" Ceisya mengguncangkan tubuh Kaivan dengan kuat. "Tolong bangun!"

Tidak ada balasan. Ceisya sangat takut. Bagaimana orang itu benar-benar mati.

Suara dering ponsel mengagetkan Ceisya sampai terjingkat kaget. Tangan Ceisya langsung merogoh saku dan mengeluarkan ponsel. Tanda hijau pun langsung digelar untuk menerima panggilan telepon.

Sebelum orang di sana berbicara, Ceisya langsung bersuara. "Tolong, kami tidak sengaja jatuh dari jembatan dan jatuh di tepi sungai."

Betapa terkejutnya orang yang menelepon dan mengatakan akan segera datang ke tempat di mana mereka terjatuh.

Ponsel Kaivan dilemparkan oleh Ceisya. Sekarang gadis itu dihinggapi ketakutan luar biasa. 

Bagaimana jika orang-orang datang dan menuduh Ceisya melakukan pembunuhan berencana kepada laki-laki ini. Pasti sisa hidup Ceisya akan berakhir di penjara. Tempat yang paling menyeramkan daripada harus hidup dengan ibu tirinya.

Saking ketakutan dihantui perasaan bersalah, Ceisya merasakan sakit di kepala dan menyebabkan gadis itu jatuh tidak sadarkan diri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status