Share

6. H -9

Izah baru saja tiba di rumah saat adzan Isya' berkumandang lima belas menit yang lalu. gadis yang sebentar lagi akan melepas masa lajangnya itu, terlihat begitu sangat kelelahan. Bagaimana tidak? Waktu ke mall dari sore, budhe Sima tak memberinya waktu istirahat, mereka terus mengelilingi mall mencari baju serta yang lainnya sebagai hadiah untuk Izah di acara pernikahannya nanti. 

"Sebaiknya budhe istirahat saja dulu di kamar Izah, Izah mau mandi dulu, gerah!"

"Budhe juga pengen mandi, ya, sudah, kamu duluan saja mandinya. Kalau sudah selesai kabari budhe!"

"Baik, budhe."

"Mama, Fitri pengen mandi sama ente Izah, boleh ya?" Tanya Fitri bocah perempuan yang berumur tujuh tahun yang merupakan anak kedua dari budhe Sima.

"Kamu cuci muka saja, sudah malam takut masuk angin."

"Tapi aku pengen mandi, Ma."

"Tete buatin air hangat mau? Ntar Fitri mandinya pake air hangat."

"Mau, mau, mau!"

Izah pun menuju dapur untuk membuatkan keponakannya air hangat agar bisa segera mandi karena hari sudah malam. Sambil menunggu airnya hangat, Izah duduk di kursi di meja makan sambil memainkan ponselnya. 

"Tumben nggak ada kabar dari mas Kevin." gumam Izah.

"Nduk!" sapa pak Wahyu sambil duduk di seberang Izah.

"Iya, Pak?" Jawab Izah sambil meletakkan ponselnya di atas meja.

"Kevin sudah ada beri kabar ke kamu?" tanya pak Wahyu

"Kabar apa, Pak? Mas Kevin saja dari pagi gak ada ngasi kabar ke Izah."

"Tadi sore, Kevin kesini cari kamu, dia mau pamit mau ke Jakarta."

"Lah, bukannya lusa ya pak mas Kevin yang mau ke Jakarta sama om dan tante?"

"Dia berangkat sore tadi, bukan sama Hendra dan Sarah, dia di jemput sama ibu tirinya. Katanya papanya sakit."

"Ya, Allah. Sakit apa pak?"

"Bapak juga nggak tahu."

"Semoga om Ferdy cepet sembuh, dan bisa menghadiri pernikahan kami nantinya."

"Iya, Nduk, aamiin."

"Eh, airnya kayaknya udah panas pak, Izah mau mandi dulu ya."

"Kamu mau mandi air hangat?" Tanya pak Wahyu heran.

"Ya, enggak lah, pak. Ini buat Fitri, dia katanya mau mandi sama Izah."

"Owh, ya sudah. Jangan lama-lama mandinya, udah malam, takut masuk angin!"

"Iya, pak."

Selesai mandi dan berpakaian, Izah merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Ia menatap ponselnya berharap ada kabar dari Kevin, tapi nihil, satupun tak ada pesan atau panggilan dari calon suaminya itu. Izah menatap langit langit kamarnya yang tampak sudah mulai retak dan ada sebagian yang bolong minta di ganti. 

"Mungkin mas Kevin belum sampai. Semoga mas Kevin di berikan  keselamatan dalam perjalanannya ya Allah."

"Ah, kenapa pikiranku jadi gak tenang sih!"

Karena merasa belum mengantuk, Izah memutuskan keluar untuk berkumpul dengan keluarganya yang dari Malang, yang kebetulan belum pada tidur. Saat ramai seperti ini, saat tak ada kamar yang cukup untuk mereka beristirahat, mereka memilih menggelar tikar dan tidur di lantai di ruang tamu.

"Kok belum tidur, nduk?"

"Izah belum ngantuk pakde." jawab Izah sambil duduk berbaur dengan saudaranya.

"Baju pengantinmu sudah ada?" tanya bude Lili.

"Rencananya besok budhe sama ibu dan adiknya mas Kevin."

"Undangan sudah di sebar, mas?" Tanya pakde Wisnu kepada pak Wahyu.

"Alhamdulillah, sudah semua, Dik."

**** 

Kevin kini sudah tiba di Jakarta, tepatnya di bandara Soekarno-Hatta. Mereka langsung menuju parkiran, karena supir yang sebelumnya sudah di kabari oleh Calista sudah tiba sejak sepuluh menit yang lalu.

"Selamat malam, Nyonya, tuan muda."

"Malam pak, Win."

"Kita langsung pulang, nyonya?"

"Iya, pak."

"Bukankah alangkah lebih baik kita langsung ke rumah sakit, ma. Kevin sudah kangen sama papa dan ingin segera tahu kondisi papa."

Mendengar perkataan Kevin, pak Win merasa keheranan, karena setahunya tuan besarnya sehat-sehat saja.

"Buk..."

"Besok saja, kamu pasti capek banget. Sekarang kita pulang dulu, istirahat." Sebelum menyelesaikan ucapannya, Calista lebih dulu memotong perkataan pak Win dan melotot tajam ke arah supirnya tersebut. Pak win yang mendapat pelototan dari majikannya kini menundukkan kepalanya.

"Ya, udah, yuk!" ajak Calista.

Kevin dan Calista pun memasuki mobil yang telah di bukakan pintunya oleh pak Win. Calista yang duduk di samping kemudi, sedangkan Kevin duduk di jok belakang.

Mobil yang di kemudikan oleh pak Win pun mulai melaju membelah jalanan kota Jakarta yang begitu ramai. Kanan dan kiri masih banyak mobil ataupun kendaraan lainnya yang masih berlalu lalang.

Izah tiba-tiba muncul di fikirannya. Kevin baru ingat kalau dia belum mengabari Izah sama sekali. Ia merogoh ponselnya dan hendak menghubungi Izah memberikan kabar langsung kepada calon istrinya tersebut, tapi sayang ponselnya kini mati karena kehabisan daya.

"Yah, lowbat!" seru Kevin.

"Ada apa?" tanya Calista yang mendengar keluhan Kevin 

"Ini, ma. Ponselku lowbat padahal aku berniat mau hubungin Izah , karena aku tadi nggak sempat pamit sama dia."

"Hubungi besok saja, ponsel mama juga kehabisan daya."

Setelah percakapan singkat itu, mereka kembali diam, hingga dua puluh menit kemudian mereka sudah tiba di kediaman Wiratama. Kevin dan Calista segera turun dari mobil setelah di bukakan pintu oleh pak Win.

"Selamat datang dan selamat malam, Nyonya, tuan muda!" sapa seorang maid yang membukakan pintu untuk mereka.

"Ya, Siska, antarkan tuan muda ke kamarnya!" Titah Calista.

"Baik, Nyonya. Mari, Tuan muda!" ajak maid yang masih tampak muda yang barusan telah membukakan pintu untuk mereka.

Setelah diantarkan oleh maid ke kamarnya, Kevin berniat untuk bersih-bersih terlebih dahulu sebelum ia mengistirahatkan badannnya. 

"Aku carger dulu hape ku, ntar habis mandi aku mau telvon istriku, eh calon istri." Monolog Kevin.

Setelah men charger ponselnya, Kevin beranjak ke lemari mengambil handuk yang sudah tersimpan di dalamnya, setelah itu, ia bergegas menuju kamar mandi.

Lima belas menit kemudian, Kevin sudah selesai dengan ritual mandinya. Saat membuka pintu kamar mandi, Kevin di kejutkan oleh kehadiran wanita yang sedang duduk di sofa.

"Ngapain kamu disini?" Tanya Kevin.

"Em-anu mas, itu, tadi di suruh mami panggil mas Kevin buat makan malam."

"Ya sudah, aku menyusul sebentar lagi."

"Baik, mas."

Selesai berpakaian, Kevin memutuskan untuk segera turun menuju meja makan. Disana, sudah keluarga dari papanya sudah siap duduk di meja makan sambil menunggu kehadirannya. Satu yang menjadi pusat pandangan Kevin, lelaki paruh baya yang tampak sangat sehat, segar bugar. Ya, dia adalah adalah tuan Ferdy Wiratama, papa kandung Kevin yang dikatakan sakit parah oleh ibu tirinya. 

"Loh, papa?"

"Gimana kabarmu, nak?" Tanya Ferdy dengan seulas senyum.

"Bukannya mama bilang kalau papa sakit parah?"

"Bahasnya nanti saja, ayo duduk kita makan nalam dulu, papa udah sangatlapar menunggumu dari tadi."

Dengan penuh kebingungan, Kevin pun duduk di kursi yang telah di segyakan oleh maid. Hatinya mulai resah dan gelisah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status