Share

4. H -10

 "Jum, ini kamu kupas bawangnya ya!"

"Sri, airnya sudah panas?"

"Sudah, Bu Dewi,"

"Adonannya sudah nih, tinggal di masukin oven!"

"Aku ke pasar dulu ya, ada yang kurang!"

"Itu jahenya di tambah, ya Mpok!"

"Sekalian, kamu giling kelapanya ya!"

"ambilkan baskom di rak, dik!"

"Sendoknya kurang 20."

"Bumbunya diblender ajah!"

"Minta minyak dong, ini kalau di tinggal takut gosong!"

Dan masih banyak lagi kegaduhan yang terjadi di rumah Bu Fatma. Rumah yang sederhana itu tampak ramai oleh ibu ibu kompleks yang sedang rewang untuk persiapan pernikahan Izah yang kurang sepuluh hari lagi.  

   Begitulah di desa, kalau mau mengadakan hajatan. Jika di kota, makanan dan minuman, serta kue dan bingkisan untuk tamu tinggal pesan tanpa harus repot-repot membuat sendiri, beda halnya di desa, semua makanan yang akan di sajikan di buat oleh tangan ibu-ibu kompleks dengan resep sendiri.

"Bu, Hani, ini ikannya di goreng, ya!" Pinta Bu Fatma setibanya ia dari pasar.

"Baik, Bu Fatma. Ibu istirahat saja, pasti lelah belanja sebanyak ini di pasar!"

"Saya mau mandi dulu, sekalian mau sholat Dzuhur. Setelahnya saya pasti bantu."

"Nggak usah, Bu Fatma, tuan rumah nggak usah kerja, cukup pantau ajah!"

"Masak saya cuma mau duduk manis, sedangkan kalian sibuk buat ini dan buat itu."

 Setelahnya pun Bu Fatma pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih.

  Sedangkan ibu-ibu yang lain melanjutkan kegiatan mereka sambil mengobrol, bahkan tanpa mereka sadari obrolan mereka sudah merambat menggosipkan tetangga kanan kiri dan depan belakang. 

****

Hari berganti malam, ibu-ibu yang sedang rewang pun sudah kembali ke rumahnya masing-masing semenjak sore tadi. Suasana rumah tampak sepi, hanya tinggal Izah, Bu Fatma dan pak Wahyu saja di rumah itu. Izah dan Bu Fatma duduk di depan televisi sambil menonton film ikan terbang kesukaan Bu Fatma. Sedangkan pak Wahyu sedang menikmati secangkir kopi di teras rumah bersama pak Osman tetangganya.

  Izah membaringkan tubuhnya dengan paha Bu Fatma sebagai bantal, setelah itu Bu Fatma mengusap rambut Izah d Ngan penuh kasih sayang.

"Kamu sudah besar, Nak. Sebentar lagi kamu akan menikah, udah nggak bisa bermanja-manja-an sama ibu. Kamu menurut ibu anak yang baik, jadilah istri yang Sholehah,  manut sama perintah suamimu asalkan dalam kebaikan, syurga mu sudah ada padanya. Jangan menjadi istri durhaka, dan bersikaplah dewasa ketika masalah menimpa rumah tangga kalian." Bu Fatma menjeda ucapannya.

"Pertengkaran pasti akan kalian hadapi, tapi itu untuk mengajarkan kalian untuk bersikap dewasa. Kalau ada masalah dibicarakan baik-baik, dan jangan pernah lari dari masalah. Karena lari lari dari masalah, tidak akan bisa menyelesaikan masalah dan justru akan menambah masalah."

"Jangan mudah percaya dengan apa yang kamu dengar, tapi carilah buktinya dengan mata kepalamu sendiri. Dan ingat! Jangan mudah mengadu atas apa yang menjadi beban mu, berusahalah menyelesaikannya sendiri agar kamu menjadi wanita yang tangguh. Ibu dan bapak tidak akan pernah menerima kamu datang kerumah ini jika hanya untuk pelarian dari masalahmu!"

"Semoga kebahagiaan selalu menyertai rumah tanggamu, putriku!"

Air mata Izah mengalir tanpa disadari mendengar nasihat-nasihat dari ibunya.

"Ibu, maafkan Izah yang selama ini selalu berbuat salah kepada ibu, terima kasih sudah merawat Izah dengan teramat sangat baik selama ini."

"Ibu selalu memaafkan kesalahanmu tanpa kamu minta, Nak."

**

Sedangkan di teras rumah, pak Wahyu sedang mengobrol dengan pak Osman di teras rumah.

"Bagaiaman proses pengadaian sawahnya, Pak Wahyu?"

"Alhamdulillah, sudah ada yang mau ambil sewa sawah saya,"

"Disewakan berapa tahun Pak?"

"Sepuluh tahun, Pak Osman."

"Wah, lumaya lama ya!"

"Iya, tapi kalau selesai acara uang dari amplop cukup untuk menebus sawah, ya langsung saya tebus Pak. Soalnya itu sawah satu-satunya milik saya."

Keluarga pak Wahyu yang bisa di katakan keluarga sederhana, harus merelakan sawahnya untuk di gadaikan sebagai biaya pernikahan putri mereka satu-satunya. Walaupun Izah meminta yang sederhana saja, sebagai orang tua, ia sangat ingin menggelar pesta yang mewah untuk anak semata wayang mereka.

Tak ada sapi untuk dijual, pun tak punya uang untuk memenuhi segala biaya yang akan di tanggung, sehingga dengan pasrah pak Wahyu menggadaikan sawah miliknya demi membahagiakan sang anak.

****

"Melvin, kamu bantu sebar undangan ya buat teman-teman abang mu yang dekat sini. Sedangkan abang mu mau ngantarin undangan untuk temannya yang jauh." pinta pak Hendra kepada anaknya.

"Baik, Ayah!" jawab Melvin kepada sang ayah, lalu kepada adiknya dia berkata " Dek, ikut Abang yok, bosen kalau jalan sendiran!" 

"Ye, makaya cari cewek, jomblo di pelihara!" ujar Silvin menghina abangnya.

"Abang lagi proses pdkt, jadi nggak usah ngatain Abang jomblo. Dari pada kamu punya pacar kayak berandalan."

Mendengan perkataan terakhir Melvin, pak Hendra menatap sang putri dengan tatapan penuh selidik, karena sebelum usia delapan belas tahun, pak Hendra melarang anak-anak nya untuk berpacaran. Sedangkan Silvin sekarang baru umur lima belas tahun.

"Aabaaaang!!"

Melvin yang diteriaki hanya bisa nyengir kuda melihat ekspresi kesal adiknya tersebut.

"Benarkah yang dikatakan abangmu itu?" Tanya pak Hendra.

"Nggak ayah, Abang tuh yang mengada-ada!"

"Ingat kan peraturan dari ayah?"

"Iya ayah,"

"Apa coba?"

"Nggak boleh pacaran sebelum usia delapan belas tahun,"

"Yeeeyyy, berarti aku udah boleh dong, yey yey yeh, horee!" Teriakan melvin membuat sebagian orang yang ada di dapur keluar karena penasaran akibat saking kerasnya Melvin berteriak.

"Eh, maaf-maaf." Kata Melvin sambil mengangkat dua jarinya membentuk huruf v.

"Sudah-sudah, bikin malu saja. Sana cepat antarin undangannya, banyak yang masih belum di sebar!"

"Asiaap ayaah!" Kata Melvin dan Silvin sambil memberikan hormat kepada pak Hendra.

Sebelum mendapatkan Omelan lagi dari sang ayah, mereka segera ngacir keluar diiringi tawa menggelegar dari Silvin.

"Eh, bang, undangannya mana?"

"Oh, astaga! Ambil gih!"

"Moh, takut ayah marah ntar!"

"Udah nggak kira."

Saat Silvin hendak berbalik, ternyata ayahnya sudah ada di belakang mereka sambil memegang setumpuk undangan yang akan mereka sebarkan hari ini.

"Eh, ayah, makasih, ya."

"Udah sana cepet!"

Silvin pun menerima undangan dari tangan pak Hendra, setelah itu,Silvin segera menaiki jok belakang kemudi dan Melvin segera melajukan motornya.

  Setelah kepergian anak-anak nya, pak Hendra kembali masuk dan duduk di ruang tamu beserta saudara lelaki yang lain.

Keramaian tak hanya terjadi di rumah Izah, di dapur rumah pak Hendra pun terdengar begitu ramai suara ibu-ibu yang sedang rewang.

"Bunda, bunda sudah ngajak Izah untuk memilih gaun pengantinnya?" Tanya pak Hendra saat Bu Sarah meletakkan beberapa cangkir kopi serta beberapa piring camilan.

"Belum sempat, Yah. Besok ajah sekalian sambil cari mas kawinnya."

Setelah mengatakan itu, Bu Sarah pun pamit ke dapur karena masih banyak yang harus di kerjakan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status