Share

2.Permintaan Maaf Bimo

Pukul 17.30 wib, Bimo yang baru pulang dari kantor kaget melihat keadaan istrinya, pipinya nampak memar biru dan dahinya diperban.

"Sayang kamu kenapa?'' tanya Bimo panik seraya menggenggam erat jemari istrinya.

"i... itu Mas Di...." Diandra bingung hendak menjawab apa.

"Diandra tadi jatuh di kamar mandi Bimo, katanya mau wudhu padahal sudah Mama bilang Mama temanin tapi Di nya nggak mau, itu sudah Mama obatin kok, udah kamu jangan terlalu khawatir ya. Kamu pasti cape baru pulang kerja," sela mama cepat. Mama nampak begitu perhatian. 

"Makasih ya Ma, Mama udah begitu baik pada Diandra," ujar Bimo haru.

"Iya Bim Mama sayang sama Diandra seperti Mama sayang sama kamu."

Kak Sita datang duduk disamping Diandra yang terbaring, "gimana Di, udah enakan?" ujarnya lembut.

"U... udaah Kak, makasih ya Kak." Diandra memaksa tersenyum di depan Bimo.

Diandra merasakan sakit sekali hatinya, "Salah apa aku kepada Mama dan Kak Sita, sehingga mereka begitu membenciku dan selalu saja berpura-pura baik didepan mas Bimo," batin Diandra

"Ohya Bim, Kaka mau minta tolong boleh nggak?" 

"Iyaa Kak bilang aja, Kaka mau minta tolong apa?"

"Hmm... Kaka butuh uang sekitar 150 juta, Mas Dion tadi telpon dia butuh modal lagi untuk mengembangkan usahanya, ya Bim please bantu kaka," Kak Sita memelas.

Bimo menarik nafas berat, sebenarnya dia sudah tidak punya tabungan lagi. Karena memang sudah beberapa kali suami kakanya itu meminjam uang. Pertama 30 juta, empat bulan kemudian pinjam lagi 50 juta, dan sekarang 150 juta.

"Nggak adalah kak, Bimo udah nggak punya tabungan apalagi sebanyak itu. lagi pula bimo ini kan cuma manajer produksi biasa Kak. Kakak juga tau gaji Bimo nggak lebih dari 15 juta perbulan, itu pun untuk kehidupan sehari hari kita semua dirumah ini. Mana suami Kakak yang katanya kerja-kerja, usaha-usaha tapi nggak pernah ngasih nafkah buat anak istrinya, kalaupun ngirim nggak lebih dari satu juta. Taunya pinjem modal terus."

Bimo yang memang sudah geram dengan kelakuan Kakak Iparnya itu mengeluarkan semua unek-unek di hatinya. Selama ini dia menahan agar tidak menyakiti hati Kakaknya.

Sita kaget mendengar semua kata kata adiknya.

"Sejak kapan kamu perhitungan sama Kakak Bim, aku ini Kakak kamu Kakak kandung kamu! kalau usaha suami Kakak maju tentu yang senang dan bahagia Kakak juga dan 2 keponakan kamu!" 

Sita berlari meninggalkan ruangan dengan jengkel.

Bimo mengusap kasar mukanya dengan kedua telapak tangan.

"Mas memang nggak punya sama sekali ya simpenan kasihan Kak Sita Mas, Mas Dion pasti butuh banget modal itu,"

Diandra mencoba membujuk suaminya.

"Iya Bim klo kamu ada pinjamkanlah dulu nak, kamu sama Sita itu saudara kandung. Didalam tubuh kalian mengalir darah yang sama, jikalau istri ada mantannya tapi tak ada kata mantan untuk saudara," ujar Mama pelan namun penuh penekanan.

Bimo menggeleng, "Nggak ada Ma, Bimo nggak bohong."

"Apa nggak sebaiknya kamu pinjam ke kantor," Ulujar Mama tanpa beban.

Diandra dan Bimo nampak kaget menatap Mama berbarengan.

"Nggak Ma, Bimo nggak mau, terus yang harus bayar Bimo gitu Ma. Mana mungkin menantu kesayangan Mama itu yang bayar," ujar Bimo kesal.

Mama nampak menarik nafas dalam, lalu berlalu meningkalkan Diandra dan Bimo.

Entahlah Bimo benar-benar jengkel kali ini, tak habis fikir kenapa Mama dan Kak Sita begitu mempercayai Si Dion brengsek itu. Jelas-jelas selama ini laki-laki yang berjuluk Ayah serta suami itu tidak pernah bertanggung jawab pada anak dan istrinya. Hanya dengan modal janji dari mulut manisnya hingga membuat mama dan kak Sita percaya saja.

Selama ini juga semua kebutuhan dua keponakannya itu semua Bimo yang menanggung.

Arghh, Bimo menahan kesalnya.

Diandra mengelus punggung tangan suaminya. Bermaksud menenangkan pikiran suaminya itu.

***

"Di, maafin Mas yaa kemarin udah kasar banget sama kamu, Mas bener-bener emosi, udahlah pulang kantor dijalan macet macetan. Ehh, dapat wa dari Kak Sita, ngaduin kamu yang enak-enakan tidur sementara Mama yang mengerjakan semuanya. Kak Sita bilang kamu manja dan memperlakukan Mama seperti pembantu, kamu jangan seperti itu lagi ya. kamu tau kan Mas sayang banget sama Mama melebihin apapun, karena Mama membesarkan Mas dan Kak Sita seorang diri semenjak kepergian Papa, dan Mama itu juga sayang banget sama kamu," ujar Bimo lembut sembari membelai rambut Diandra.

Diandra nampak kaget mendengar penuturan suaminya tersebut.

"Hmm, pantas saja Mas Bimo semarah itu kemarin, rupanya kak Sita sudah  mengadukanku yang tidak-tidak."

Diandra menarik nafas panjang.

"Mas... andai aku ceritakan yang sebenarnya apa kamu percaya sama aku, selama ini kamu nggak pernah percaya sama aku, Mas," batin Diandra, dia mulai terisak.

Bukan karena dia tak menyayangi Mama mertuanya itu selama ini. Tetapi karena memang Ibu Mertuanya itu tak pernah benar-benar menerimanya sebagai menantu. Entah apa alasannya, padahal semua kebutuhan Mama dan Kak Sita semua sudah dipenuhi Mas Bimo, bahkan uang belanja pun Mama yang mengatur. Ya... itu semua Mama yang meminta dan merengek kepada Mas Bimo. Dan sebagai istri Diandra tak pernah benar-benar menikmati uang suaminya, bahkan untuk sekedar ke salon murah sekalipun atau untuk membeli baju sepotong.

"Sudahlah maafkan Mas yaa." Bimo mencium kening Diandra, memecahkan lamunan Diandra.

Diandra menggangguk pelan, ada yg sakit disudut hatinya.

***

pov Diandra

Ma... apa ini karma untuk Diandra, karena sedari awal memang Mama tak pernah merestui hubunganku dengan Mas Bimo.

Alasannya? karena asal-usul keluarga mas Bimo! Ayahnya Mas Bimo seorang residivis, pecandu juga bandar narkoba. Bahkan Ayahnya meninggal ditembak polisi ketika hendak ditangkap. Tetapi itu terjadi ketika Mas Bimo kecil.

Mas Bimo tumbuh menjadi seorang anak yatim yang ulet dan rajin bekerja sembari kuliah. Hingga bisa seperti sekarang.

Saat itu entah karena memang aku amat mencintai Mas Bimo, hingga berani menentang Mama. Berhari hari mengurung diri dikamar tanpa makan hingga jatuh sakit sampai harus dilarikan ke rumah sakit, akhirnya Mama luluh dan merestui pernikahanku.

Ah, ternyata firasat seorang Ibu itu selalu benar. Sekarang andai mau jujur, aku menyesali yang terjadi. Mas Bimo... walaupun dia begitu mencintaiku tapi tak jarang sering berbuat kasar padaku, apalagi jika sudah tersulut emosinya. Terutama jika sudah berhubungan dengan Ibu mertua dan Kakak iparku itu. Padahal dulu sebelum menikah Mas Bimo tak pernah kasar sedikitpun.

Mas Bimo seperti memiliki kepribadian ganda, terkadang begitu mencintaiku. Namun terkadang bisa begitu kejam jika sudah tersulut emosinya karena adu domba Mama mertua Kak Sita.

Saat ini sungguh aku merasa lemah, ingin mengadu kepada kedua orang tua pun rasanya enggan dan malu juga khawatir terhadap kesehatan Mama. Baru tujuh bulan pernikahanku, dan selama ini pula aku hanya bisa memendam sendiri apapun yang aku rasa. Sembari terus berdoa semoga Ibu Mertua dan Kakak iparku bisa mencintai dan menerimaku dengan tulus.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status