All Chapters of Pengantin Pengganti CEO Cacat: Chapter 21 - Chapter 30
48 Chapters
Bab 21 - Rumah Sakit 2
"Kau, bagaimana bisa?!" Arga shock menatap wajah Kevan yang ternyata sudah berubah. Arga tidak menyangka, jika wajah Kevan tidak hancur lagi. Entah kapan ia mengoperasi wajahnya. Kecewa, Kevan sama sekali tidak mengajarinya. Kevan bangun, ia meringis merasakan sakit di pipinya. Pukulan yang di lakukan oleh Arga, lumayan membuat rahangnya sakit. "Kenapa? Kaget hah!" sentak Kevan. Arga masih diam. "Kenapa kau sama sekali tidak mengabariku. Kau tega Kevan, bagaimana bisa?" "Jangan kau memberi tahu siapapun, tentang wajahku! Aku ingin melihat mereka hancur, orang-orang yang sudah membuatku seperti ini!" Baru saja, Arga ingin membuka suaranya. Suara ketukan pintu membuatnya mengurungkan niatnya. Tok tok tok "Masuk," ucap Arga. "Dok, maaf operasi akan segera di laksanakan. Semua sudah siap, hanya tinggal menunggu kedatangan anda." Arga mengangguk. Lalu ia memilih untuk keluar, mengikuti langkah kaki p
Read more
Bab 22 - Koma
Arga menggeleng, ia tidak percaya. "Tidak mungkin." Kevan yang melihat kekhawatiran Arga, langsung menghampiri sahabatnya itu. Regel pun mengikuti Kevan. Arga masih mencoba memastikan dugaannya. Sudah seharusnya sedari tadi Arancia sadar, namun sampai saat ini ia belum juga siuman. "Ada apa, Ga? Mengapa kau begitu khawatir dan panik?" tanya Regel heran. Arga menatap kedua sahabatnya bergantian, raut khawatir dari wajahnya tidak dapat ia sembunyikan. "Arancia, dia ... Koma!" Deg Kevan langsung mematung di tempatnya. Menatap wajah pucat yang masih senantiasa setia menutup kedua matanya. "Seharusnya ia sudah sadar sedari beberapa menit yang lalu, tetapi entah kenapa sepertinya ia tidak berniat untuk bangun. Sepertinya ia betah berada di alam sana, dia ... seolah-olah tidak mempunyai semangat untuk melanjutkan hidupnya," jelas Arga. Kevan menatap tidak percaya pada penjelas Arga. Arga pun menatap balik pada Kevan. "K
Read more
Bab 23 - Mati Suri
Tut tut tut Kevan sesekali memerhatikan detak jantung Arancia. Entah perasaannya atau memang detak jantung itu semakin lama semakin lemah. Hari sudah menunjukkan tengah malam, lelaki itu sama sekali tidak memejamkan matanya. Regel dan Arga, mereka sudah tertidur semenjak satu jam yang lalu. "Arancia, apakah kamu mendengarkan aku? Bangunlah, jangan seperti ini," lirih Kevan. Kevan memberanikan diri untuk menggenggam tangan Arancia. "Dingin," gumam Kevan. Lantas lelaki itu menatap wajah Arancia yang semakin memucat. Atensi lelaki tampan itu teralihkan ke arah detak jantung Arancia yang semakin melemah. Risau, akhirnya Kevan hendak membangunkan Arga. Namun, baru saja lelaki itu akan melangkah, bunyi detak jantung Arancia terdengar memekakan telinga. Tuuuuuttt Kevan mematung, detak jantung itu tidak lagi berbunyi. Arga yang tengah tertidur sontak langsung terbangun. "Ya Tuhan," pekik Arga. Dokte
Read more
Bab 24 - Kembali
"Tuan, tuan. Nona ...." Seorang perawat wanita berlari menghampiri ketiga pria tampan yang masih berada di ruang perawatan Arancia. Terlihat dari nafas wanita itu yang memburu, sepertinya ia berlari. "Maafkan saya, Tuan, Dok. Jika saya mengganggu waktu kalian. Saya hanya ingin menyampaikan soal nona yang ...," ucapan wanita itu terjeda, ia masih berusaha menetralkan nafasnya yang masih terengah-engah. Setelah di rasa tenang, wanita itu kemudian melanjutkan ucapannya. "Tuan, nona masih hidup! Tadi, ketika kami akan memandikan nona, jari-jarinya sempat bergerak meskipun lemah. Lalu mata yang beberapa waktu lalu betah menutup, perlahan terbuka. Saat ini, nona tengah di mandikan dan di gantikan bajunya oleh para perawat lainnya. Dan setelah selesai, kami akan kembali membawanya kemari," ujarnya. Kevan langsung berdiri, ia menatap tidak percaya. Lantas lelaki itu memilih untuk melihat langsung. Arga sendiri sudah tersenyum senang. Ternyat
Read more
Bab 25 - Rasa Sakit
"Entah kenapa, setiap menatap wajah lelaki itu ... hatiku merasa sakit," monolog Arancia. Kevan memilih untuk duduk di atas sofa yang berada di ruang rawat. Ibrahim tampak memasuki tempat Arancia di rawat. Pria paruh baya itu membawa beberapa paper bag, yang entah apa isinya. Arancia menatap wajah teduh Ibrahim. Meskipun terkadang wajah itu terlihat datar dan dingin. Namun, Arancia dapat melihat ketulusan di balik wajah itu. "Apa kabar, Nona?" tanya Ibrahim. Arancia tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap wajah pria paruh baya itu. Sekelebat bayangan muncul di dalam kepalanya, membuat gadis cantik itu memekik kesakitan. "Arggh! Sakit!" Kevan langsung bangun mendekati Arancia. Sementara Ibrahim ia langsung berlari keluar, meminta dokter untuk datang ke ruangan nona mudanya. "Ara, are you ok?" tanya Kevan yang ikut khawatir. Arancia tidak menjawab ucapan Kevan. Ia masih memeluk kepalanya, kilasan kejadian demi kejadia
Read more
Bab 26 - Kemarahan Zahra
"Ibu anda menjual rumah ini dan ayah anda ... dia meninggal." Deg Zahra mematung di tempatnya. Ia tidak percaya mendengar kabar yang di ucapkan oleh pria paruh baya itu. "Tidak! Bagaimana bisa, ibu menjual rumah dan ayah, dia sudah ... meninggal!" monolog Zahra. Ia masih terpaku di tempatnya berdiri. Sesak karena ia tidak sempat mengucapkan perpisahan dengan sang ayah. Meskipun terkadang ia selalu melawan Wijaya, namun jauh di lubuk hatinya Zahra begitu menyayangi Wijaya. Sebab Zahra masih ingat, kala Wijaya meminta sang ibu untuk menggantikan posisi ibunya Arancia. Ketika itu, hidup Zahra dan Sekar sangat prihatin. Kesusahan dan terlunta-lunta. Lantas, apa yang terjadi. Yang membuat sang ayah sampai meninggal. Zahra harus bertanya pada siapa? Sedangkan ibunya tidak tahu di mana. Tanpa berkata apapun, wanita berpakaian sexy itu pun berlalu begitu saja. Pria paruh baya itu hanya menatap, tanpa mencegah. "Kita cari hotel saja
Read more
Bab 27 - Kedatangan Angelina
[Tuan, pria yang membawa mantan kekasih anda, dia adalah ... sepupu anda tuan Alex.] Kevan diam, ia tidak langsung menjawab pesan yang di kirimkan oleh anak buahnya. Alex, sang sepupu yang ternyata anak dari pria yang sudah mencelakai dirinya. Sungguh Kevan merasa menjadi lelaki paling bodoh. Sebab dua orang terdekatnya mampu berkhianat. [Tetap awasi, jangan sampai lengah. Kabari saya setiap gerak gerik perempuan murahan itu.] [Baik, siap laksanakan.] Kevan menunggu waktu yang tepat untuk meringkus tua bangka itu. Namun, sisi hatinya merasa berat, sebab pria itu adalah ayah dari wanita yang ia cintai sedari beberapa tahun yang lalu. Andai saja jika pria itu merestui hubungan mereka, mungkin saja saat ini mereka sudah hidup bahagia. Memiliki anak dan impian bersama. Hanya karena status sepupu, membuat Kevan terpaksa mengurungkan cintanya. Atensi Kevan teralih pada gadis yang tengah menutup matanya. Gadis yang tida
Read more
Bab 28 - Ancaman Angelina
"Bismillah, semangat Ara," ucap Arancia menyemangati dirinya sendiri. Arancia mengikuti Ibrahim, masuk ke dalam mansion Kevan. Namun, ketika ia sampai di ruang tengah, alangkah sakit hati Arancia melihat Kevan tengah memangku Angelina. Arancia menatap nanar, posisi Angelina membelakangi Arancia, dan kepala wanita itu miring, khas orang yang tengah berciuman. Kevan menatap mata Arancia, entah kenapa ia melihat luka di dalam binar matanya. "Mari, Nona. Ikuti saya," ucap Ibrahim sengaja ia mengalihkan perhatian Arancia. Ibrahim pun merasa sedih, ia tidak habis pikir pada tuannya. Bagaimana mungkin ia bisa melakukan hal seperti itu, di saat istri sah baru saja pulang dari rumah sakit. "Ah, baik paman. Maafkan aku," pungkas Arancia. "Mari, Nona. Dan ... anggap saja kedua orang itu, orang stress," kelakar Ibrahim membuat Arancia terkekeh-kekeh. Ibrahim pun ikut tersenyum, senyuman Arancia tidak luput dari pandangan Kevan.
Read more
Bab 29 - Penderitaan Arancia 2
"Ingat ini, gadis bodoh! Tidak ada yang pantas mendapatkan Kevan, dan layak mendampinginya selain aku. Hanya aku," tekan Angelina. "Jadi jangan harap kau akan bersanding dengannya, sebab sebentar lagi kau akan tersingkir dari sini." Setelah mengatakan hal itu, Angelina berlalu begitu saja dari hadapan Arancia. Sementara, Arancia masih mematung kala mendengarkan ucapan pedas dari mulut Angelina. Arancia menghela nafasnya lelah, tidak seharusnya Kevan membiarkan seorang wanita masuk ke dalam rumahnya. Itu sama saja ia membuka peluang kehancuran, meskipun kenyataannya pernikahan yang terjadi di antara mereka bukan keinginan Kevan sendiri. Lalu, salahkah bila Arancia hanya ingin dihormati hak-haknya sebagai seorang istri?. "Ah, apa yang kamu harapkan dari pernikahan ini, Ara. Sementara suamimu sendiri sama sekali tidak menginginkan kehadiranmu!" monolog Arancia. Lalu gadis itu memilih untuk kembali ke paviliun. Masa bodoh dengan pekerjaann
Read more
Bab 30 - Panas
"Nona, gadis baik-baik, Tuan. Tidak seharusnya anda memperlakukannya seperti itu. Dia di sini hanyalah korban, korban dari keegoisan ibu tiri dan juga ... kekasih anda. Apalagi saya dengar, ayah nona sudah tiada. Seharusnya anda tempatnya berlindung, dan berkeluh kesah. Tolong saya mohon, berhenti bersikap seperti saat ini. Saya tidak tahu apa yang akan di perbuat oleh perempuan itu pada nona. Namun, saya berharap jika anda tidak akan menyesali semua perbuatan yang telah anda lakukan." Ibrahim pergi begitu saja dari hadapan tuan mudanya. Jengah, itulah yang di rasakan oleh pria paruh baya itu. "Semoga Tuhan melindungimu, Nona. Dari perempuan bermuka dua itu," monolog Ibrahim. Kevan sendiri masih mematung di tempatnya berdiri saat ini. Ucapan yang di lontarkan oleh Ibrahim, begitu mengena di hatinya. Korban. Ya sebenarnya Arancia hanyalah korban dari keegoisan Zahra dan juga Sekar, ibunya Zahra. Arancia, ia tidak mengetahui apapun selain
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status