Aku menyeret koper besarku dengan malas. Sudah menjelang senja sebenarnya. Biasanya, aku suka dengan warna jingga yang menghiasi langit di kota metropolis ini. Sesaat menjelang Maghrib.Kali ini rasanya langit tak berwarna jingga. Tapi, cokelat. Mirip kopi instan creamer yang biasa kuseduh di studio, setelah menghabiskan seporsi bakso. Hem, perutku terasa keroncongan.Aku menatap kembali layar gawai yang berkedip-kedip hampir kehabisan baterai. Mana ini taksi online yang kupesan 30 menit lalu?Sekarang, kota ini mungkin lebih seperti apa yang dideskripsikan Pramudya Ananta Toer, dalam novel legendarisnya, Bumi Manusia. Hanya saja, tentu lebih modern, ramai, rapi, dan rindang.Pabrik-pabrik dengan cerobong asap tinggi, memang ada di sisi kota, mirip dengan London di abad kesembilan lalu, tentu saja minus kereta kuda. Trotoar penuh orang. Tapak-tapak kaki dan sepatu terdengar khas. Kendaraan-kendaraan bermotor lalu lalang dengan cepat dan rapat. Menyemburkan asap knalpot yang pekat da
Read more