All Chapters of Holiday to Wedding Day: Chapter 1 - Chapter 10
93 Chapters
Holiday ke Eropa
Tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Mama menawarkan padaku sesuatu yang sangat menarik. Fantastis, malah. Bulan depan, Tante Ariane akan mengajakku jalan-jalan ke Eropa. Bayangkanlah, betapa gembiranya hatiku. Setelah bertahun-tahun hidup dalam kungkungan duka dan kehilangan. Oh, meninggalnya Papa menjadi hal yang begitu menyakitkan bagiku. Seperti apa? Mustahil menggambarkannya dengan kata-kata. Terlalu sakit. Patah hati terberat, sungguh.  "Haaa, Eropa?" refleks, aku bertanya sambil memindahkan tubuh ke samping Mama, "Serius, Ma? Mama nggak lagi ngusilin aku, kan?" Dalam detik-detik yang begitu heroik, aku menelisik ke dalam bola mata Mama. Rasa-rasanya tak ada sesuatu yang ganjil. Bahkan, aku menemukan sesimpul senyum tulus di wajah senja Mama. Kalaupun Mama bersikap usil, apa ini tidak berlebihan? Eropa, lho. Lagi pula, a
Read more
Menimbang, Mengingat dan Memutuskan
Sore yang indah di Yogyakarta, tanah tumpah darahku. Matahari sudah nyaris tenggelam tapi langit masih terlihat cerah. Tidak berwarna jingga atau merah saga memang tapi sedikit mirip daging kunyit bercampur biru muda. Gumpalan awannya mulai berarak cepat ke arah barat saat aku sampai di depan rumah, seolah-olah ingin memberi tahu kalau di dalam ruang tamu sana ada Tante Ariane. Oh, andaikan  senja dapat berbicara! Pasti aku sudah memutar badan dan berlari kembali ke rumah Uta. Menyelamatkan diri dari pertemuan paling garing di sepanjang usia.  Tahukah kalian, apa yang dikatakan Tante Ariane tadi? Sudah sejak lama dia berniat mengajakku berlibur di Eropa tepatnya di Den Haag, Netherlands. Tapi aku masih sibuk kuliah. Nah, kalau sekarang kan, aku sudah lulus jadi tidak masalah bukan kalau pergi berlibur sebentar? Lagi pula aku kan belum bekerja, apa salahnya membahagiakan diri sendiri
Read more
Membahagiakan Mama
Akhirnya, demi kebahagiaan Mama aku merelakan diri memenuhi undangan Tante Ariane untuk berlibur di Eropa tiga bulan ini. Aku tidak tahu, apakah ini model lain dari pemaksaan agar terkesan manis dan lembut atau bagaimana, terpenting Mama bahagia. Oh Tuhan, sesederhana itu kah, kebahagiaan Mama? Melihatku menikmati liburan bersama Tante Ariane.  Aku tak tahu, bagaimana dengan mama-mama yang lain di dunia ini. Apakah juga akan sebahagia Mama jika anaknya diajak berlibur sahabat dekatnya atau justeru sebaliknya. Merasa insecure dan tidak mudah untuk melepaskan. Jujur, sampai detik masih tak percaya dengan jalan pemikiran Mama. Apa karena rasa percaya pada Tante Ariane yang begitu besar, sehingga bisa dengan tenang melepaskanku bersamanya? Mungkin.  Tiga bulan itu bukan waktu yang sebentar, bukan? Eropa juga tidak sedekat Yogya
Read more
Aldert, Batik dan Uta
"Hai Hill, aku Aldert!" suara serak-serak basah itu menyapaku dengan  ramah dan hangat.  Meskipun sudah sehancur hutan belantara yang kejatuhan bom nyasar, aku berusaha untuk tersenyum. "Hai juga, Al Aldert?" Terus terang sorot mata elang Aldert mematahkan tatapan sopan santunku. Jadi, inilah yang kulakukan sekarang. Menunduk menahan rasa malu dan rikuh. Belum pernah aku ditatap seperti ini oleh laki-laki, sungguh. Batik? Oh, kenapa baru sekarang aku menyadarinya, ya? Batik sangat jarang menatapku. Dia selalu lekat dengan layar ponsel, buku catatan, buku bacaan, majalah atau komik yang ada di tangannya. Kalau sudah ada benda-benda itu di tangannya, jangan harap akan ada aku dalam perhatiannya.  Oh ya, aku tahu walaupun sangat jarang terjadi, sorot mata Batik t
Read more
Aldert Yang Menyebalkan
Guys, ternyata Mama juga tidak tahu kalau  ada Aldert di kalender liburan Tante Ariane bulan depan. Aku sudah menanyakan berulang kali dan hasilnya nol besar. Sampai-sampai Mama menyatakan kalau berani melakukan sumpah pocong untuk mengutuhkan kepercayaanku. Ya, aku sih tidak tahu, apa itu sumpah pocong? Menakutkan sekali kedengarannya. Menyeramkan. Jadi, dari pada nanti aku terkencing-kencing di celana hanya untuk tahu apakah Mama berbohong atau tidak, lebih baik mundur. Ya Tuhan, aku kan bukan BALITA lagi?  "Hemmmhhh ya udah deh Ma, kalau Mama nggak tahu?" kataku dengan nada pasrah, "Hanya kaget saja sih, tahu-tahu Tante Ariane ngenalin Aldert sama aku. Itu pun pas sudah di kantor Kedutaan Belanda. Gila nggak sih, Ma? Mana di depan banyak orang lagi. Ugh! Rasanya seperti aktris yang lagi syuting gitu terus dilihatin banyak orang. Hiks, hiks." 
Read more
Keanehan Yang Mengental
What, menyumbangkan buku untuk MMB dari hasil traktiran Aldert? Oh, lebih baik tidak sama sekali. Untuk saat ini, maksudku. Aku bisa menyumbang banyak buku lain waktu dari hasil keringatku sendiri. One day, setelah aku mendapatkan pekerjaan eksklusif sebagai sekretaris di sebuah perusahaan besar, tentu saja. "Hill, kok masih bengong saja, sih?" Mama menegur dengan cara mencolek pipiku, "Itu Aldert nungguin kamu, lho. Sudah sana, ganti baju. Sisiran yang rapi, Hill." Oh Guys, tahukah kalian apa yang terjadi padaku? Bergeming. Mematung kayu. Sejujur-jujurnya kukatakan, tidak mengerti dengan maksud hati Mama. Mengapa jadi begini? Tidakkah Mama tahu, ini mulai merambah ke istilah keterlaluan. Mama sadar tidak sih, sudah melakukan pemaksaan besar-besaran? Ya, walaupun akhirnya anak semata wayangnya ini rela hati tapi intinya karena merasa
Read more
Cincin dan Setangkai Mawar
Serta merta Uta mendekati kami, meninggalkan anak-anak yang terlihat asyik memilih-milih buku. Mimik wajahnya terlihat mengandung bara amarah, menakutkan. Aku sendiri masih berada dalam cengkeraman rasa terkejut yang begitu besar sehingga hanya bisa ternganga dalam arti yang sesungguhnya. Oh, aku yakin pasti sekarang ini sudah seperti anak kucing yang tersesat dan kehausan. Berharap akan segera menemukan genangan air di pinggir jalan untuk bisa melepaskan dahaga.  "Sorry … Hill, sudah ditunggu sama anak-anak, tuh?" kata Uta dengan suara menyerupai desisan, "Banyak yang mau meminjam buku."  Sekarang Uta melirik tajam ke arah Batik. "Sorry ya Batik, tolong jangan ganggu kami!"  Batik membuang muka ke arah lain, tentu saja tanpa secuil kecil kata pun terge
Read more
Don't Refuse My Love!
"Batik?" gemetar, aku melontarkan sebuah pertanyaan yang menggantung, "It itu, ka kamu?" "Hei Hill, sejak kapan kamu memanggilku dengan nama Batik?" teguran Batik hampir saja merontokkan jantungku dari tempatnya, "Kalau boleh jujur, aku lebih suka kamu panggil dengan B yang biasa. Rasanya lebih manis, lembut dan menentramkan. Bikin adem lah, Hill. Masa kamu nggak tahu?" Aku benar-benar tercengang oleh karena kejujuran Batik itu. Terncengang, terkejut dan tak percaya sehingga ingin menjerit histeris lalu mencabik-cabik seluruh tubuhnya. Ugh, sorry jika aku terseret perasaan. Kata-kata Batik terlalu halu buatku, sungguh. Maksudnya? Kenapa baru sekarang dia mengatakannya? Setelah aku memutuskan untuk tidak lagi berdekatan dengannya. Lagi pula, untuk apa mempertahankan sebuah hu
Read more
Aldert si Anak Mama
"Minum, Hill?" Mama mendekatkan mug bunga-bunga Pink shaby itu padaku, "Minum teh hangat, biar tenang. Ya?" Tanpa berkata-kata aku meraih gagang mug, menyeruput teh manis hangat buatan Mama. Benar saja, aku merasa lebih baik setelah menghabiskan hampir setengah mug. Sedari kecil dulu, aku paling suka teh manis buatan Mama. Pas komposisinya sehingga warna, rasa dan hangatnya membuat ketagihan. Hehe. Bikin nagih, Guys. Sebenarnya di rumah ini, teh manis buatan Papa yang paling enak. Bukan hanya pas komposisinya tapi Papa juga menambahkan kayu manis dan perasaan  lemon, sehingga rasanya lebih wow. Bikin nagih full lah, pokoknya.  Kenapa kami tidak membuat teh ala Papa saja, biar lebih wow? Alasan kami sangat sederhana, tak mau menambahkan air mata dalam teh. 
Read more
Malam Terakhir di Jogja
Malam terakhir di Yogyakarta. Oleh karenanya Mama mengundang Uta dan Tante Ruby makan malam di rumah. Alakadarnya sih, untuk melepaskan keberangkatanku ke Netherlands besok pagi. Lebih tepatnya, sama-sama berdoa untuk keselamatan kami.  "Lho, kok jadi repot, Mbak Ruby?" protes Mama berbasa-basi ketika mereka datang dengan membawa beberapa kotak kue basah dan pudding untuk dessert, "Duh, aku jadi nggak enak ini, Mbak?" "Nggak repot kok, Dek Rumi. Uta tadi yang punya ide. Hehehehe …!" kata Tante Ruby membuatku mendelik sayang ke arah Uta. Gemas, sih. Segitunya dia memberikan perhatian terhadapku.  "Oh, ya … Makasih banyak ya Mbak Ruby, Uta?" ungkap Mama sambil memberikan isyarat supaya mereka duduk di sofa usang di ruang tamu kami. Eh! Biar pun usang ta
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status