All Chapters of IZINKAN AKU MENCINTAIMU: Chapter 41 - Chapter 50
97 Chapters
Bab 41
Pov : Gaza Jam dinding menunjuk angka delapan malam. Abah dan Ummi memintaku untuk duduk bersama, menceritakan tentang masalah kantor hingga akhirnya berujung dengan persoalan asmara. "Rania sudah bahagia bersama adikmu, Za. Apa kamu masih terus menunggunya?" Pertanyaan Abah memang biasa, tapi rasanya cukup mengganggu hati dan menyesakkan dada. Entahlah. Masih saja ada debar aneh tiap kali kudengar nama Rania. Sosok itu memang sulit kulupakan. Berulang kali mencoba tetap saja gagal. Di satu sisi aku sadar, jika dia mungkin memang bukanlah jodoh terbaik yang dikirimkan Allah untukku. Hanya saja, di sisi lain aku belum juga menerima kenyataan jika dia telah dimiliki adik kembarku sendiri. Aku benar-benar tak menyangka jika patah hati rasanya sesakit ini. Aku yang tak biasa terluka, tak biasa tersisih, tak biasa dipandang sebelah mata, akhirnya kini mengalaminya juga. Bahkan disingkirkan oleh adik kembarku sendiri yang selama ini tak pernah kuanggap ada karena tak ada power berarti
Read more
Bab 42
Pov : Rania Waktu terus bergulir. Semakin lama, perutku pun semakin membesar. Trimester pertama yang cukup melelahkan dan menguras tenaga karena sering mual dan lemas beralih ke trimester kedua yang mulai biasa saja. Makan cukup enak, tidur pun cukup nyaman. Mual dan lemas berkurang drastis. Lahap dengan buah maupun aneka camilan dan susu. Dan kini memasuki trimester tiga yang mulai balik nggak nyaman. Tidur mulai nggak enak. Rasa sesak di d4da yang menyerang tiba-tiba. Kadang ada rasa gatal di seputar perut yang amat sangat tak mengenakkan. Miring ke kanan dan ke kiri pun sedikit kesusahan. Insomnia berkepanjangan dan susah jalan. Ah masa-masa yang begitu mendebarkan dan penuh dengan tantangan, hingga tak terasa tiba di penghujung bulan kehamilan. Iya, sudah sembilan bulan lebih malaikat kecil itu terlelap di rahimku. Kini, sepertinya dia ingin segera bertemu dengan ayah bundanya. Kulihat jarum jam menunjuk angka satu dini hari. Perutku rasanya seperti diremas-remas, mules tak k
Read more
Bab 43
Kebahagiaan menyelimuti keluarga kecilku. Anak dan cucu pertama dalam keluarga yang begitu dinantikan kehadirannya. Laki-laki yang ada di sekelilingku --Mas Azka, Mas Alif lalu Abah-- pun mengumandangkan adzan ke telinga malaikat kecilku. Bayi mungil yang kami beri nama Althaf Ghifari Alfarizi. Nama yang indah. Ada banyak doa dan harapan saat kami memilihkan nama itu untuknya. Berharap kelak menjadi anak yang lembut hatinya, pemaaf dan rajin bekerja untuk mencari rejeki halalNya. Mas Azka terlihat begitu bahagia menggendong putra pertama kami. Dia begitu bersemangat menceritakan detik-detik kelahiran Althaf yang begitu mendebarkan dan menegangkan. Berulang kali mengucapkan terima kasih padaku karena telah memberinya seorang putra yang tampan dan kelak InsyaAllah bisa menjadi pelita untuk kedua orang tuanya. Pelita kecil yang memancarkan cahaya untuk banyak orang. Ummi dan ibu asyik bercengkerama di sofa, bergantian menggendong cucu pertama mereka. Kulihat senyum bahagia di b
Read more
Bab 44
 Pov : Gaza      Althaf Ghifari Alfarizi. Nama indah yang dipilihkan Azka dan Rania untuk anak lelakinya. Hari ini mereka terlihat sangat bahagia, mengadakan aqiqah dan syukuran atas kelahiran buah hati mereka.        Ummi dan abah juga terlihat bahagia, apalagi ibu dan Alif. Semua bahagia, aku pun sama. Hanya porsi bahagianya saja yang mungkin berbeda. Meski aku sudah berusaha untuk terlihat bahagia, tapi nyatanya dalam hati masih terasa sesaknya.        Banyak tetangga dan teman-teman Abah yang datang. Mereka mengucapkan selamat atas hadirnya malaikat kecil diantara Rania dan Azka.        Laki-laki kecil yang k
Read more
Bab 45
Pov : Gaza     "Win, apakah laki-laki yang kamu maksud itu aku?" tanyaku lagi untuk ketiga kalinya, tapi Windy masih tak mau bicara.        Aku hanya ingin tahu apa yang sebenarnya ada di dalam hatinya. Tak ingin kisah Andah terulang kembali di saat aku bersama Aisyah nanti. Ah Aisyah, mungkinkah memang dia yang harus kupilih?        "Bukan, Za. Bukan kamu," ucapnya lirih. Dia tak mau menoleh. Hanya menyeka kembali kedua pipinya yang basah.        "Seandainya nanti jawaban istikharahku dan Aisyah sama, apa kamu menyetujuinya?" Windy menoleh lalu tersenyum tipis.    
Read more
Bab 46
Hari semakin bergulir. Aku sudah berusaha menekan sedemikian rupa ego dan cinta yang masih begitu tinggi padanya. Perempuan yang pertama kali membuatku jatuh hati. Namun waktu memang tak bisa kuulangi lagi. Mau tak mau aku harus menghadapi takdirku sendiri. Hidup tanpa cintanya yang pernah kusemat dalam doa dan mimpi. Jika memang aku belum bisa mencintai dan meneroma perjodohanku dengan Aisyah nanti, setidaknya aku berusaha menyenangkan hati Ummi. Bukankah DIA Sang Pembolak-balik hati? Mungkin jika nanti dia melanjutkan ta'aruf ini, di tengah jalan Allah menghadirkan kemantapan dalam dada. Atau bisa saja saat sudah berumah tangga dengannya, akan tumbuh benih-benih cintaku untuknya. Bukankah orang bilang, cinta datang karena terbiasa bersama? Mungkin pula memang begitu adanya. Aku akan mencintainya setelah tinggal satu atap dengannya. Dengan kemeja dan celana panjang, aku kembali datang ke rumah ini. Rumah berlantai dua yang beberapa minggu lalu sempat kudatangi bersama Abah da
Read more
Bab 47
POV : GAZA Ummi masih sibuk menelpon Rania di teras sementara aku dan yang lain masih tetap di ruang tamu seperti semula. Entah apa yang terjadi dengan keluarga Azka dan Rania. Yang jelas kudengar dari ucapan Ummi, saat ini sudah ada ibu dan Mas Alif di sana. Karena itulah Ummi bilang pada Abah tak harus buru-buru pulang. "Rania kenapa, Mi?" tanya Abah saat Ummi mematikan ponsel dan memasukkannya ke saku gamis. Perlahan, Ummi kembali duduk di sampingku. "Rania jatuh dari motor, Bah. Terpaksa berangkat sendiri karena Azka baru saja pulang, katanya. Azka masih di kamar mandi saat Rania pamit ke mini market," jawab Ummi sembari menghela napas. "Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Kok bisa, Mi?" Abah ikut kaget mendengar kabar dari Ummi tentang Rania. Mendengarnya celaka, di sudut hati lain aku pun ikut panik dan takut perempuan yang pernah mengisi hatiku itu kenapa-kenapa. Namun, aku berusaha tetap tenang seperti sedia kala sebab tak ingin membuat Aisyah curiga jika aku belum bena
Read more
Bab 48
Pov : Azka "Ka, Ummi mau bicara sebentar. Bisa? Ummi tunggu di ruang tenga, ya?" ucap Ummi dengan senyum tipisnya saat aku masih menimang Althaf dalam gendongan, sementara Rania masih di tiduran atas ranjang. Rania baru saja memberi Althaf ASI dan sekarang malaikat kecilku itu mulai terlelap. Kuletakkan bayi mungil itu ke dalam boxnya. "Makasih, Mas." Perempuan cantik itu mengusap lenganku pelan lalu tersenyum tipis. Selalu begitu tiap kali aku membantunya mengasuh buah hati kami. Seolah itu adalah hal besar yang begitu dia syukuri, padahal sejatinya pekerjaan apapun dalam rumah tangga bukanlah tanggungjawab sang istri saja melainkan berdua. "Makasih buat apa, Sayang?" "Terima kasih karena kamu sudah banyak berkorban waktu dan tenaga untukku, Mas. Aku benar-benar sangat bersyukur memiliki suami pengertian dan perhatian seperti kamu," lanjutnya lirih. Kuusap pucuk kepalanya sembari menggeleng pelan. "Nggak perlu ada kata terima kasih karena ini memang bagian dari tugasku. Tu
Read more
Bab 49
POV : AZKA Aku tak tahu kenapa alur hidupku sedemikian rumit. Dulu aku masih bisa memaklumi jika Ummi dan Abah menitipkanku pada nenek, karena keadaanku yang tak memungkinkan untuk dibawa pergi ke kota. Aku pun mengerti saat nenek cerita jika ekonomi Ummi dan Abah saat itu masih porak poranda. Tak diasuh kedua orang tua itu cukup menyakitkan, meski dengan alasan bermacam-macam. Apalagi saudara kembarku sendiri begitu dimanja dan diperhatikan. Tak cukupkah derita yang kuterima saat masa kecil dulu? Hingga sampai sekarang pun, saat aku ingin mengecap manisnya kehidupan, saat aku baru saja mendapatkan apa arti cinta dan kasih sayang, saat itu pula lagi dan lagi aku harus mendapatkan teguran. Aku seolah boneka dengan remot kontrol yang tak bisa bergerak sesuai kemauanku sendiri. Semua harus atas seizin Ummi. Aku tahu berulang kali Abah menasehati Ummi untuk lebih membebaskanku, tapi tetap saja Ummi mengompori Abah untuk lebih keras mendidikku. Ummi bilang, didikan seorang nenek dan
Read more
Bab 50
Suasana agak canggung. Aku diam saja saat Ummi memintaku untuk duduk di ruang tengah. Tak banyak barang di ruangan ini karena memang Rania ingin tempat yang simple saja untuk bersantai.        Hanya ada sofa di samping jendela dan rak untuk meletakkan tivi dengan karpet lebar di lantainya. Dinding pun hanya ada jam dan foto pernikahanku dengan Rania. Sesimple itu.        "Kamu jangan salah paham, Ka. Ummi yang minta Gaza untuk jaga Althaf sebentar karena tadi Rania keluar dipanggil tetangga sebelah. Jangan berpikir aneh-aneh tentang mereka, lagipula besok malam kakakmu juga melamar Aisyah," ucap Ummi tiba-tiba tanpa kuminta. Dia bersedekap sembari menatapku tajam.        Aku hanya menundu
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status