All Chapters of IZINKAN AKU MENCINTAIMU: Chapter 21 - Chapter 30
97 Chapters
BAB 21
Pov : Azka "Aku sudah memenjarakan mereka, Rania. Aku sudah membuat mereka jera. Apa dengan itu, kamu sudi memaafkanku?" Pertanyaan laki-laki yang kutahu masih begitu mengharapkan Rania itu membuat dada sedikit sesak. Ada perih yang tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Siapalah aku dibandingkan Mas Gaza. Tak ada apa-apanya. Tak ada yang lebih istimewa. Apakah Rania benar-benar memaafkannya? Lalu ... kembali memberinya kesempatan kedua? Entah mengapa, tiba-tiba air mata ini menggenang. Bahkan aku kesulitan bernapas sekarang. "Aku berusaha melupakan semuanya, Mas. Aku terus berusaha memaafkanmu meski kamu pun tahu jika itu terlalu sulit buatku. Tapi sudahlah, bukankah kita bagian dari keluarga yang harusnya memang saling memaafkan?" Kutatap wajah Rania yang mulai tenang. Namun entah mengapa ketenangannya justru membuatku sedikit gelisah. Benarkah dia hanya sekadar memaafkan? Tak berniat untuk kembali berhubungan? Astaghfirullah ... lama-lama hati ini mulai kacau. Selalu diseli
Read more
BAB 22
Pov : Azka Orang bilang, tetangga adalah saudara terdekat yang seringkali menjadi orang pertama yang membantu kita saat membutuhkan pertolongan. Memang benar, karena itu pula aku selalu berusaha untuk berbuat baik pada siapa pun, apalagi pada tetangga. Tak suka berbuat ulah, ghibah, atau pun ribut dengan mereka. Namun, entah mengapa kurasakan sikap mereka cukup berbeda akhir-akhir ini. Tak ada tanya atau pun sapa saat aku di depan kontrakan bersama Rania, yang ada justru tatapan sinis yang mereka lakukan. Sering kali bisik-bisik nggak jelas lalu menatap kami bergantian. Bahkan saat ada abang sayur lewat, mereka suka bergerombol lalu melirik ke arah kami hingga aku semakin yakin jika aku dan Rania memang sedang menjadi bahan perbincangan. Aku juga tak paham kesalahan apa yang sudah kulakukan hingga membuat mereka seperti ini. Padahal sebelumnya begitu ramah, baik dan sering menyapa tiap kali aku akan berangkat ke outlet martabak cinta. "Mas, sepertinya tetangga kita mulai aneh,
Read more
BAB 23
POV : GAZA Malam semakin larut. Denting jarum jam terdengar begitu kerasnya, seolah memang sengaja menemani malam gulita. Sejak dua jam lalu membaringkan badan di tempat tidur, mata tak bisa diajak kerjasama. Ingin rasanya terlelap, melepas semua beban di dada namun nyatanya sia-sia. Sesak itu semakin lama semakin begitu terasa. Kupikir, keputusanku untuk memilih tinggal di sini bersama ummi dan tak melanjutkan study di Kairo adalah keputusan yang tepat. Aku bisa dekat dengan ummi lagi dan yang paling penting bisa mencuri kembali hati Rania. Dia yang pada akhirnya harus terpaksa menerima lamaran Azka, daripada menanggung malu atas talakku di malam pertama itu. Aku bisa memastikan jika Rania terpaksa menerima lamaran Azka untuk menutupi semuanya. Setidaknya agar kabar buruk itu tak terus mengudara dan membuat keluarga malu di depan banyak orang. Aku percaya ada sebuah keterpaksaan di sana. Tak mungkin secepat itu Rania menambatkan hatinya untuk laki-laki lain selain aku bukan? Apala
Read more
BAB 24
Detik ini, Ummi terlihat rapi dengan gamis dan hijabnya yang senada. Cinta pertamaku di dunia itu terlihat semringah saat menghampiriku di sofa ruang tengah. "Ummi, tumben pagi-pagi cerita begini." Aku mulai menyelidik. Tak biasanya Ummi sesemangat ini mengawali hari. "Iya, dong. Selalu ceria biar awet muda," balasnya dengan senyum tipis sembari membenarkan pucuk hijabnya yang sedikit berantakan. "Sekarang antar ummi ke rumah ibu," ucap Ummi lagi setelah memperbaiki penampilannya. Pagi ini Ummi benar-benar berbeda. Bisa kubilang terlalu bersemangat. Entah kabar apa yang dikatakan Azka padanya, sampai berhasil membuat ummi terlihat begitu bahagia. Aku benar-benar cemburu melihat Ummi mulai dekat dengan saudara kembarku itu. Aku cemburu. Aku pun tak paham dengan hatiku sendiri, mengapa selalu saja cemburu bila melihat kebahagiaan Azka. Padahal selama ini, dia jarang sekali terlihat bahagia. Selalu aku yang diutamakan dan dinomorsatukan ummi dalam hal apa pun. Aku pula yang selalu b
Read more
BAB 25
POV : RANIA "Ya Allah, kamu pucat sekali, Dek. Dari pagi mual-mual terus, mas suapin bubur kacang hijau, ya? Tadi sudah mas masakin, kalau misal kurang enak maaf ya, Dek. Harap dimaklumi," ucap Mas Azka sembari tersenyum kecil sedangkan tangan kanannya menggaruk-garuk kepalanya yang mungkin tak gatal. "Makasih banyak ya, Mas. Kamu sudah serepot ini sampai masak bubur segala. Kalau kamu yang masak, nggak enak pun akan terasa nikmat, Mas." Aku kembali memuji sembari tersenyum tipis. Selama menjadi istrinya, aku selalu berusaha menyenangkan hatinya. Aku sudah berjanji pada diri sendiri akan membuat hidupnya lebih berwarna meski dengan segala keterbatasan yang ada. Aku tak pernah mencela apapun yang dia hidangkan untukku, sesederhana apapun itu. Aku sangat menghargai apapun yang diusahakannya karena kutahu semua yang dia lakukan selalu penuh cinta. "Kalau begitu makan biar badanmu nggak lemas ya, Dek?" Mas Azka kembali merayu. Namun, lagi-lagi aku hanya membalasnya dengan senyum t
Read more
Bab 26
IZINKAN AKU MENCINTAIMU |Azka, kamu ini gimana? Sudah tahu Rania hamil muda. Kenapa malam-malam begini diajak jalan-jalan ke alun-alun kota? Pakai vespa pula! Bagaimana ummi nggak khawatir kalau kamu seperti ini? Nggak ada tanggungjawabnya sama sekali. Atau kamu memang sengaja supaya cucu ummi kenapa-napa?|Pesan itu akhirnya terbaca juga oleh Mas Azka, setelah dia kembali dari toilet sekalian salat isya di masjid sebelah, katanya. Kulihat wajahnya berubah masam seketika. Mungkin dia lelah dan kecewa mendapatkan pesan seperti itu tiba-tiba, di saat aku dan dia baru saja ingin menikmati momen bersama. Perlahan air matanya menitik namun dengan cepat disekanya. Lelakiku yang sederhana itu pun menghembuskan napas panjang, entah apa yang dia ketikkan di sana namun sepertinya cukup panjang. Aku juga tak berani mencuri pandang hanya sesekali menatapnya yang terlihat ada duka di sana. "Siapa, Mas?" tanyaku pura-pura tak tahu. Kutatap wajah Mas Azka yang berubah, sok baik-baik saja. Seperti
Read more
Bab 27
POV : AZKA Pikiranku mendadak kacau setelah membaca pesan dan telpon dari ummi. Bagaimana tidak? Apa Lpun yang kulakukan selalu saja salah di matanya. Yang lebih mengherankan, apapun yang kulakukan dengan Rania di luar rumah, kenapa sering kali dia bisa tahu? Apa memang ummi sengaja mengirimkan mata-mata untukku dan Rania? Apa ummi memang mengutus seseorang untuk selalu mengawasi hari-hariku hingga ummi nyaris selalu tahu apapun yang kulakukan di luar sana. Belum juga terheran-heran dengan pesan dari ummi, tiba-tiba aku dikejutkan dengan kehadiran Gaza di tempat yang sama. Aneh bukan? Ingin rasanya bilang jika itu sekadar kebetulan. Namun, adakah sebuah kebetulan yang terjadi berulang-ulang? Aku tak tahu apa yang Ummi dan Gaza rencanakan. Namun, aku tahu jika saudara kembarku itu masih begitu memperhatikan dan mengharapkan Rania. Aku tahu dari caranya menatap Rania, masih jelas terlihat ada cinta di sana. Meski berulang kali dia mengelak bahkan bilang tak ada rasa apa-apa lagi
Read more
Bab 28
Aku tak menjawab pertanyaan Ummi. Kembali memejamkan mata sesaat. Senyum Rania terus membayang di pelupuk mata. Tatapan teduhnya, suara lembutnya, ketabahannya selalu membuatku tenang dan nyaman. Sungguh jika tak ada dia di sisi, aku mungkin sudah seperti dulu hampir kehilangan arah dan salah melangkah. Namun kini, aku benar-benar merasa bersalah karena sudah melibatkan dia dalam hidupku yang penuh kekurangan. Mungkinkah dia benar-benar bahagia bersamaku seperti yang selalu diucapkannya? Atau itu hanya secuil ungkapan untuk sekadar menyenangkan hatiku saja kerena baktinya sebagai istri? "Azka! Kamu dengar ummi, kan?" bentakan itu membuatku kembali terjaga dari lamunan. Kulihat ummi sudah berada beberapa langkah di depanku. Dia berdiri di sana dengan tatapan penuh tanya. Dari kejauhan kulihat abah setengah berlari menghampiriku yang masih duduk di kursi tunggu. Mereka pun berdiri berdampingan, sembari melempar berbagai pertanyaan yang aku sendiri tak mampu memberikan jawaban. Aku
Read more
Bab 29
Raut wajah ibu sedikit berbinar mendengar cerita soal rencana pembelian rumah itu dari Rania. Ibu menatapku beberapa saat lalu tersenyum tipis. Seolah mengucapkan terima kasih, padahal aku sendiri tak paham apa yang diceritakan Rania itu. "Benarkah, Nia? Berarti jualan kalian laris banget ya, sampai bisa nabung buat beli rumah?" Ibu tampak sangat kaget mendengar kabar dari putri kesayangannya. Dibalik keterkejutannya itu, terlihat jelas jika ibu sangat bahagia mendengar cerita anak perempuannya. Sangat berbeda dengan ummi yang sepertinya masih tak percaya dengan ucapan Rania. Aku maklum, dari dulu ummi memang tak pernah yakin akan kemampuanku. "Benar, Bu. Tapi ya memang rumah minimalis dengan dua kamar saja," ucap Rania lagi. Entah darimana dia mendapatkan uang untuk membeli rumah itu sementara tabunganku saja belum genap 100 juta. Masih kurang 7 juta lagi untuk mencapai angka itu. "Syukurlah kalau begitu, Nia. Ibu bangga sekali sama kalian berdua. Rukun dan bahagia selalu, ya
Read more
Bab 30
"Assalamu'alaikum." Kuucap salam saat sampai di rumah ibu. Mobil putih itu terparkir di sana, pertanda ibu tak ke mana-mana. "Wa'alaikumsalam" Suara Raniaku terdengar dari dalam. Terdengar begitu merdu hingga selalu membuat rindu dan candu. Entah mengapa aku mendadak salah tingkah saat akan bertemu dengannya. Baru semalam aku tak bertemu dengannya, seolah sudah bermalam-malam dia pergi meninggalkanku sendiri. Mungkin terlalu lebay. Tapi memang seperti itulah yang terjadi. Sejak ada Rania di dalam hidupku, rasanya duniaku yang sebelumnya kelabu bahkan mungkin gelap terasa lebih berwarna dan bercahaya. Rania mampu membuatku tenang dan bahagia meski hanya dengan senyum yang dia punya. Saat pintu terbuka, kulihat senyum yang kurindukan itu melengkung indah di bibirnya. Perempuan cantikku itu mencium punggung tangan lalu menggamit manja di lengan. Tak lupa kucium keningnya sembari menghirup aroma wangi dari rambutnya yang tertutup hijab. Setelahnya, kami beriringan masuk ke ruang ke
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status