All Chapters of Suami Bersama: Chapter 41 - Chapter 50
98 Chapters
Lelaki Berhati Malaikat
Aku terbangun dari tidurku. Kuedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Tidak kutemukan ayah dan Bi Asih pagi itu. Kemana mereka? Pandanganku lalu tertuju pada sosok laki-laki yang tengah tertidur di sofa dengan tangan menyilang dan kaki di tekuk. Sofa itu rupanya terlalu kecil untuk tubuhnya. Lagi-lagi, lelaki itu ada di saat aku membutuhkan pertolongan. Diakah malaikat penolong yang dikirim Tuhan padaku? Aku banyak berhutang budi padanya. Bahkan sepulang ia bekerja, lelaki itu menyempatkan diri ikut menungguiku di rumah sakit bersama ayah dan Bi Asih. Dia sangat baik. Sampai kapanpun aku tidak akan bisa membalas semua kebaikannya.  Awal aku mengenal Adrian yaitu saat aku dan seorang teman tengah mencari buku referensi di perpustakaan untuk tugas kuliah kami. Saat itu, aku kesulitan mengambil buku yang sedang aku cari karena letaknya berada di rak bagian atas dan tidak terjangkau olehku. Aku melompat untuk mendapatkannya. Namun, teta
Read more
Aku Mau Pisah, Ayah!
Setelah beberapa hari di rumah sakit, akhirnya aku bisa pulang bersama matahari kecilku. Adrian yang menjemput kami dengan mobil barunya. Dan kami baru saja sampai di rumah. Bi Asih yang menggendong bayiku. Ayah membantuku turun dari mobil sementara Adrian menurunkan barang-barang keperluanku dan bayiku dari mobilnya. Ayah berjalan lebih dulu untuk membukakan pintu rumah. Ia tampak tergesa-gesa dan tidak sabar. "Hati-hati, Ayah!" seruku pada ayah sembari berjalan perlahan menuju teras rumah. Setelah pintu terbuka, kamipun masuk. "Selamat datang di rumah Abah, cucuku," ujar ayahku saat kami sudah berada di dalam rumah. Kami semua tersenyum haru melihat ayah begitu bahagia menyambut cucu pertamanya. Tergambar rona bahagia di wajahnya. Lelaki paruh baya itu lalu berjalan cepat ke arah box bayi. "Hayu, Asih, buruan tidurin di box ini! Biar Akang bisa maen sama cucu Akang. Akang teh, kan, belum bisa kalau harus gendong dia," pinta ayah pada
Read more
Menjemput Istri dan Anakku
Beberapa panggilan tak terjawab tertera di histori panggilan dalam ponselku. Aku mengecek nama si penelepon, ternyata panggilan tersebut dari ayahnya Nadhira. "Tumben, Bapak menelponku dan untuk apa?" tanyaku sendiri. Dua jam yang lalu lelaki itu menghubungiku, tapi tidak terjawab karena aku lupa membawa ponsel, saat pergi ke bagian produksi dan meninggalkannya di atas meja kerja. "Siapa yang menelpon, Mas?" tanya Naura yang masuk bersamaku ke ruangan. "Bapak mertuaku, tapi gak keangkat," jawabku.  Naura duduk di sofa dengan elegan sembari memangku tas mahalnya. "Ah, paling dia mau minta dikirimin uang, Mas. Sekarang kan anaknya udah gak kerja. Jadi, dari mana lagi dia bisa dapet uang, kalau bukan minta sama kamu," terkanya. Naura memang benar. Apalagi sekarang Nadhira tinggal di rumah ayahnya, pasti mereka butuh biaya hidup. Dan mungkin, uang yang aku berikan pada Nadhira sudah habis. Tidak ada salahnya bila aku mentransfer uang
Read more
Maafkan Papa, Nak!
"Assalamu'alaikum, Pak," sapaku pada laki-laki paruh baya yang tengah duduk dan mengobrol di depan teras dengan seorang pemuda berseragam dinas. "Wa'alaikumsalam," jawab mereka berbarengan dan menoleh ke arahku. "Baik, Pak, saya akan bantu urus surat-suratnya. Saya permisi kembali ke kelurahan," ucap pemuda itu sambil membawa map di tangannya. Ternyata pemuda itu adalah pegawai kelurahan. Pegawai kelurahan? Apa yang sedang mertuaku urus di kelurahan? "Hatur nuhun, nya, udah bantu Bapa," (Terima kasih, ya, sudah membantu Bapak) ucap ayah mertuaku dengan logat sundanya. "Sami-sami, Pak. Saya permisi. Assalamu'alaikum," pamit pegawai itu. "Wa'alaikumsalam," balas ayah mertuaku sambil berdiri dari duduk. Pegawai kelurahan itupun pergi. "Pak, apa yang Bapak urus di kelurahan?" tanyaku penasaran sambil meminta tangannya untuk kucium.  "Gak sudi tangan saya dicium laki-laki tidak bertanggung jawab sepertimu. Apa y
Read more
Cinta Mahesa
Aku memilih tinggal di rumah ayah dan menolak pulang bersama Mas Yusuf. Selain memang  tidak mau ikut dengannya, aku juga harus merawat ayahku yang sedang sakit. Sakitnya dikarenakan ia terlalu kesal pada menantunya itu. Namun begitu, aku tidak melarang Mas Yusuf untuk bertemu dengan anaknya. "Kamu masih bisa melihat anakmu, Mas. Aku tidak akan memberi batasan padamu untuk bertemu dengan Andra. Kamu bisa ke sini kapanpun kamu mau," ucapku malam itu. Aku tidak mau egois dengan memisahkan anak dari ayahnya. Justru aku ingin Mas Yusuf lebih dekat dengan anaknya, walau kami tidak satu rumah. Aku sadar, aku bukanlah wanita yang sempurna. Sebagai istri, mungkin ada sesuatu yang kurang dari diriku yang tidak ia temukan dan itu ada pada Naura. Sehingga lelaki itu lebih nyaman bersama istri keduanya. Tidak ada yang salah dan tidak perlu saling menyalahkan. Kami hanya perlu mengulas lembaran kelam yang terjadi pada rumah tangga kami dan sebisa mungkin memp
Read more
Teman Lama
Selain kesibukan mengurus Rafandra dan ayah yang sudah semakin renta, aku juga disibukkan dengan pekerjaan baru sebagai pengajar bimbel.Ya, aku membuka bimbel di rumah. Bagian samping rumah ayah cukup luas. Sewaktu masih sehat, ia memasangkan atap kanopi di atas dan mengubin bagian bawahnya. Di sisian atap digantungkan pot-pot tanaman berukuran kecil dengan jenis tanaman yang daunnya menjalar, sehingga tempat itu terasa teduh.Untuk sementara ini, aku hanya menerima bimbingan belajar untuk siswa tingkat sekolah dasar, khususnya pelajaran Matematika. Walaupun itu bukan bidang pelajaran yang aku ampu sewaktu kuliah, tapi untuk pelajaran Matematika SD, aku cukup menguasainya. Karena sewaktu sekolah, aku sangat suka dengan pelajaran itu.Jadwal mengajar bimbel, aku atur pada siang menjelaskan sore hari. Karena di jam-jam itu, Rafandra sedang tidur. Jadi, aku bisa mengajar anak-anak sekolah siang itu. Dan mereka sangat senang belajar bersamaku. Mereka tidak berasal
Read more
Kemarahan Naura
"Aku mau kita pisah, Mas!" Kalimat penuh penekanan dan tegas yang Nadhira ucapkan malam itu masih terngiang di telingaku. Namun, beribu kalipun ia mengucapkan itu, aku tidak akan pernah menceraikannya. Katakanlah aku lelaki egois. Bahkan umpatan 'lelaki egois' itu sering aku dengar dari mulut Nadhira, saat kami bertengkar. Aku sangat mencintainya dan takut sekali kehilangan dia. Itulah alasanku tidak ingin berpisah darinya. Namun, kali ini berbeda. Bukan lagi karena takut kehilangannya, tapi karena hadirnya Rafandra di hidupku. Bersikeras aku memintanya untuk ikut denganku, nyatanya aku gagal membawa kembali istri dan anakku pulang ke rumah. Beberapa waktu lalu, aku kembali meminta padanya untuk ikut pulang bersamaku, tapi ia tetap saja menolak. Bahkan aku sering melihat ia bersama Adrian. Lelaki itu selalu datang ke rumahnya dan terlihat bermain bersama anakku. Aku menghubungi Adrian dan memintanya bertemu. Dalam pertemuan kami, ia malah meng
Read more
Tuduhan Naura
"Kenapa kamu, Mas? Kamu berantem lagi sama Naura?" tanya Nadhira saat aku sudah berada di rumahnya. Nadhira berdiri di depan pintu sambil menggendong anaknya. Ia sudah sangat hafal. Saat aku bertengkar dengan Naura, pasti menemuinya. Terlihat pula dari wajahku yang kusut. "Bersikap baiklah pada Naura, Mas. Dia istrimu juga," ucap Nadhira menasehati. "Boleh aku masuk? Kumohon izinkan aku masuk!" pintaku tanpa menjawab pertanyaannya atau menyahuti ucapan bijaknya tadi. Nadhira tidak mengiyakan. Namun, ia memberi jalan padaku untuk masuk ke rumahnya. Aku pun masuk dan langsung menghempas tubuhku yang lelah di sofa ruang tamu. "Tolong pegang Andra dulu, aku akan buatkan kopi untukmu!" pinta Nadhira sambil memberikan Andra padaku. Aku memangkunya dan mengajaknya bermain. Aku mengambilkan mainan untuk ia pegang. Tak lama Nadhira kembali membawa secangkir kopi di tangannya. Nadhira mengambil Andra kembali dariku dan me
Read more
Tes DNA
Mas Yusuf datang menemuiku. Tampangnya lesu dan tidak bersemangat karena ia baru saja bertengkar dengan Naura. Aku sering melihat tampang kusutnya bila ia sedang kesal dengan istri mudanya. Selain itu, kedatangan Mas Yusuf ternyata untuk mengajakku kembali pulang ke rumah. Sebelumnya, memang beberapa kali ia pernah memintaku untuk ikut ke Jakarta, tapi aku masih menolak. Karena ketika itu, aku belum siap untuk kembali. Sudah hampir enam bulan ini, aku tinggal di rumah ayah di Bogor. Setelah memikirkan matang-matang dan meminta pendapat ayah, akhirnya aku memutuskan untuk memenuhi ajakannya. Namun, kejadian siang itu, mengurungkan niatku untuk kembali padanya. Saat aku dan Mas Yusuf tengah berbicara serius tentang kelanjutan hubungan kami, tiba-tiba Naura datang dan menuduhku yang bukan-bukan. Ia menyodorkan bukti foto kedekatanku dengan Adrian pada suamiku dari ponselnya. Dalam foto itu, Adrian tengah merangkulku di depan rumah Mas Yusuf. Ada juga foto saat a
Read more
Gugatan Cerai
Ayah sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit setelah dirawat beberapa hari. Kondisi tubuhnya sekarang tidak segagah dulu. Lelaki itu kini duduk di kursi roda dengan kondisi tubuh yang tidak bisa digerakkan dan bibir yang sedikit miring, sehingga tidak bisa berbicara. Bahkan membuka mulutnya untuk makan saja sulit. Aku tengah menyuapinya makan sambil sesekali mengusap wajahku yang basah oleh derai air mata. "Ayah, maafkan aku!" ujarku pada laki-laki yang tidak bisa menyahutku. Ayah hanya merespon ucapanku dengan anggukan kepala. Wajahnya begitu sendu. Titik bening di sudut matanya meluncur dengan perlahan. Aku yang duduk bersimpuh di hadapannya, menangis sembari menatapnya lekat. Kugenggam tangan tua itu dengan erat, meminta kekuatan darinya agar aku bisa menghadapi semua ini. Kini, hidupku benar-benar sudah hancur. *** Siang itu, aku sudah rapi dengan pakaian kemeja putih dan rok hitam panjang serta kerudung abu polos. Aku
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status