Tous les chapitres de : Chapitre 31 - Chapitre 40
227
Masih Sakit
KICAUAN burung terdengar sangat riuh memenuhi udara. Saling bersahut-sahutan satu sama lain. Begitu beraneka macam suara itu, menandakan betapa banyaknya jenis burung yang terdapat di dalam hutan tersebut.Suara-suara ramai bermacam-macam burung itulah yang menjadi alarm bagi Tiara pagi itu. Membuat gadis tersebut terbangun dari tidur malamnya yang sangat nyenyak. Sampai-sampai ia sama sekali tak merasakan dinginnya udara akibat kepungan embun.Seperti kemarin, Tiara mendapati dirinya tengah sendirian di dalam pondok. Abdi entah berada di mana. Mungkin pemuda itu sedang mandi, mungkin juga malah mencari ikan di sungai dan aneka bahan makanan lain untuk menu mereka hari itu.Berpikir sampai di sana Tiara langsung lemparkan pandangannya pada api unggun di muka pondok. Tak ada nyala api. Api unggun itu hanya berupa tumpukan bara yang menyala merah. Itu artinya Abdi sudah lama pergi meninggalkan pondok."Jam berapa ini?" desah Tiara sembari angkat tubuhnya da
Read More
Sarapan Sukun
TERNYATA kalau dipakai berdiri, rasa sakit pada kaki Tiara yang semula hanya terasa samar menjadi bertambah-tambah. Itu artinya, kakinya tersebut masih belum dapat menahan beban berat. Belum kuat dijadikan sebagai tumpuan. Kalau hanya menapak saja sudah tidak terlalu bermasalah."Ah, ternyata benar kata Abdi semalam. Kakiku baru akan sembuh dalam dua-tiga hari lagi," desah Tiara dengan nada kecewa.Gadis itu lantas termenung. Pandangan matanya secara tak sengaja mengarah pada perapian di muka pondok. Dari awalnya hanya menerawang dengan tatapan kosong, kening Tiara jadi berkerut ketika melihat ada sesuatu yang tak biasanya di sana.Di saat bersamaan Abdi muncul. Di tangan pemuda itu terdapat rupa-rupa bungkusan daun. Entah apa saja isinya, mungkin saja bahan makanan yang baru saja diambilnya entah dari mana."Ibu sudah bangun dari tadi?" tanya Abdi begitu melihat Tiara.Yang ditanya hanya mengangguk samar. Cepat ia berusaha menyembunyikan kernyitan
Read More
Survival Tips
SESUAI dugaan Abdi, Tiara memang sangat menyukai sukun bakar tersebut. Gadis itu menyantap bagiannya dengan lahap, nyaris tak menyisakan apa-apa selain kulitnya yang keras. Bagi Tiara, daging buah sukun jauh lebih lembut ketimbang talas. Teksturnya juga mirip roti. Tak heran bila orang Barat menyebutnya sebagai breadfruit, yang secara harafiah berarti buah roti. Aroma yang menguar dari buah itu pun sangat wangi. Tak pelak, menu sarapan pagi itu menjadi yang ternikmat bagi Tiara sejauh ini. Terlebih Abdi juga membawakannya begitu banyak buah duwet, yang langsung dihadapnya sendirian selepas makan besar. "Terima kasih banyak ya, Abdi. Makan pagi ini sangat nikmat sekali," ujar Tiara. Gadis itu tak dapat menahan kegembiraan hatinya. Sebab untuk kali pertama semenjak terperangkap di hutan ini, baru kali itulah ia merasakan nikmatnya makan. Sebelum-sebelumnya si gadis makan hanya karena memang harus makan. Tidak lebih. Abdi menanggapi ucapan terima
Read More
Menduga-duga
HARI kemudian berlalu sedemikian cepat. Tiara menghabiskan sepanjang siang itu dengan duduk-duduk di atas lantai pondok. Jika bosan ia pun berbaring, sekedar meluruskan tulang punggung. Lalu kali lain duduk berjuntai di tepian pondok. Sementara Abdi jauh lebih sibuk. Pemuda itu mengisi waktunya dengan membuat benda apa saja yang sekiranya mereka perlukan selama masih tinggal di dalam hutan tersebut. Entah sudah berapa lama pemuda itu duduk di atas batu besar di sebelah api unggun. Dari tadi ia tampak menganyam tanaman sulur. Hanya tangannya yang terus bergerak-gerak. Sedangkan mulutnya terkunci rapat. "Kaki Ibu masih terasa sakit?" Pertanyaan Abdi yang begitu tiba-tiba membuyarkan lamunan Tiara. "Mmm, sudah agak mendingan. Tapi, tadi aku coba untuk berdiri masih sakit banget," sahut Tiara setelah berhasil menguasai rasa terkejut. Tanpa sadar Tiara telah berubah pikiran. Sebelumnya ia hendak menyembunyikan keadaan kakinya yang masih sakit. Gadi
Read More
Rencana Tiara
HARI kedua di dalam hutan dihabiskan Tiara dengan malas. Gadis itu hanya duduk-duduk di atas lantai pondok, sesekali merebahkan diri jika merasa punggungnya capai. Atau duduk menjuntai di tepian pondok. Sembari bermalas-malasan, direktur muda itu membayang-bayangkan apa yang sedang ia lakukan sekarang andai saja tidak mengalami kecelakaan. Mundur lebih jauh, andai ia tidak memergoki Ryan sedang mencumbu Anita. Andai kejadian celaka itu tak terjadi, pagi ini seharusnya Tiara sedang melakukan pertemuan dengan pemilik Kendal City Group. Ini sebuah grup bisnis besar di kota kecil berjuluk Kota Santri tersebut. Sebuah pertemuan formalitas saja. Sebab perusahannya sudah mencapai kesepakatan dengan Kendal City Group untuk mengelola areal parkir Kendal City Mall dan juga Kendal City Amusement Park. Keduanya merupakan mal terbesar, serta wahana permainan terlengkap di pusat keramaian Kabupaten Kendal. Apa boleh buat, kesepakatan bernilai milyaran rupiah itu pu
Read More
Cempedak
TIARA terus bersungut-sungut sendiri. Entah seberapa lama gadis itu menuntaskan kemangkelannya begitu rupa. Sampai akhirnya ia sadar tengah seorang diri di dalam pondok."Ke mana Abdi?" tanyanya sembari memandang sekeliling. Tak ada siapa-siapa di sana.Seketika rasa jeri menyergap Tiara. Walaupun sejauh ini tidak pernah mengalami kejadian buruk, tapi seorang diri di tengah hutan belantara seperti ini tentulah bukan hal yang menyenangkan.Tiara lalu memperhatikan api unggun di muka pondok. Perapian itu hanya tampak sebagai tumpukan bara memerah, tanpa api sedikit pun. Juga tak ada ranting dan kayu tertumpuk di atasnya.Itu artinya Abdi sudah pergi sejak lama, sehingga kayu yang terakhir kali dimasukkan pemuda itu ke dalam api unggun sudah terbakar habis pula. Pertanyaannya, sudah seberapa lama? Dan ke mana perginya?"Ibu mencari saya?"Tiba-tiba saja suara Abdi terdengar. Tiara sampai terlonjak dari duduknya ketika mendengar suara pemuda itu
Read More
Menebak-nebak
SETELAH mencicipi cempedak yang dibawa Abdi, Tiara sepakat dengan pemuda itu bahwa rasa buah tersebut memang lebih nikmat dibanding nangka. Lebih manis, lebih lembut daging buahnya, serta lebih harum aromanya.Tiara sudah pernah memakan buah nangka. Beberapa kali dalam bentuk buah segar, tapi yang lebih sering sebagai makanan olahan. Entah itu kolak atau es buah.Semanis-manisnya nangka, seingat Tiara belum pernah ada yang semanis cempedak yang saat ini ia santap. Dan nangka kalau sudah terlalu matang, terlalu lembut dan benyek daging buahnya, malah jadi tidak enak."Kamu kok bisa dapat cempedak ini sih?" tanya Tiara sembari terus melahap buah di hadapannya."Tadi saya mencium baunya, harum sekali. Ternyata pohonnya juga tidak terlalu tinggi, jadi langsung saja saya panjat," jelas Abdi.Tiara manggut-manggut. Dalam hatinya mengakui jika kemampuan bertahan hidup Abdi di dalam hutan dapat diandalkan. Dan beruntungnya lagi, mereka terperangkap di dala
Read More
Serasa Mau Pingsan
HENING sejenak. Kedua insan berbeda jenis kelamin tersebut saling diam, sibuk dengan jalan pikiran masing-masing. Segerombol agas tahu-tahu saja sudah beterbangan di atas tebaran cempedak di antara Tiara dan Abdi."Lalu, jika memang seperti itu keadaannya, bagaimana peluang kita untuk keluar dari sini?" tanya Tiara kemudian.Ini pertanyaan yang jawabannya sangat ingin gadis itu dapatkan. Lebih tepatnya lagi, jawaban yang sesuai dengan kehendak hatinya, yaitu segera keluar dari hutan tersebut.Abdi tak langsung menjawab. Pemuda itu pandangi Tiara beberapa lama. Yang dipandangi balas memandang. Ada sorot penuh harap dalam tatapan mata si gadis.Untuk beberapa saat keduanya saling pandang, seolah hendak membagikan kegelisahan sekaligus harapan masing-masing. Tapi tak lama kemudian Abdi buru-buru merundukkan pandangan."Peluang itu tentu saja ada, Bu,” ujar Abdi setelahnya.“Namun, jika memang jalan tersebut berada di atas, maka meda
Read More
Tekad Tiara
SUASANA hati Tiara berubah murung setelah obrolan dengan Abdi siang itu. Semangat si gadis serasa patah mengetahui sopir perusahaannya tersebut tak punya petunjuk menuju ke jalan raya.Padahal jalan yang mereka lalui sebelumnya itu bisa jadi pintu tercepat menuju pertolongan. Setidaknya di sana ada sinyal, sehingga Tiara dapat menelepon siapa pun yang bisa dihubungi untuk menolongnya.Selepas mandi sore, sembari mencuci pakaian yang dipakai sepanjang hari itu, Tiara lebih banyak diam saat makan malam. Cepat-cepat ia habiskan jatah makanannya, lalu duduk bersandar memancing kantuk.Untungnya Abdi bukan tipe orang yang banyak tanya. Mungkin juga karena pemuda tersebut merasa sungkan, sebab bagaimana pun Tiara adalah bos besarnya. Sopir PT Tirya Parkindo itu lebih banyak menghabiskan waktunya dengan menyibukkan diri membuat apa saja di dekat perapian."Bagaimana ini sebaiknya? Aku tak mau bertahan lebih lama lagi di dalam hutan ini. Kalau memang kakiku sudah
Read More
Syarat Abdi
PAGI keesokan harinya, Abdi sudah tak terlihat ketika Tiara bangun. Tapi si gadis sudah mulai terbiasa dengan rutinitas pemuda itu. Kalau tidak mandi di sungai, mungkin sedang mencari bahan makanan untuk sarapan mereka.Benar saja. Tak lama berselang Abdi muncul. Sebelah tangan si pemuda membawa beberapa ranting pohon duwet, lengkap dengan buahnya yang bergerombol lebat.Sebelah tangannya yang lain menenteng benda bulat-bulat besar, yang tak lain adalah sukun yang sudah terbalut lumpur tebal. Sebelum menuju pondok, diletakkannya bola-bola tersebut ke dalam tumpukan bara api."Duwetnya banyak yang matang, Bu," ujar Abdi sembari menaruh ranting-ranting bersama gerombolan buah duwet.Tiara tak menanggapi. Gadis itu tengah bimbang kapankah waktu yang tepat untuk menyampaikan maksudnya pada si pemuda.Sementara Abdi langsung berbalik pergi ke arah api unggun. Bola-bola tanah liat berisi sukun tadi ia kubur dengan bara api. Lalu beberapa bola-bola tanah
Read More
Dernier
123456
...
23
DMCA.com Protection Status