Share

02. Adone

Anna mematikan musiknya setelah melihat kedua pria yang tidur di kasurnya terbangun. Leo menatapnya dengan kesal dan tampak ingin mencekiknya. Sedangkan Evan, laki-laki itu hanya menatapnya geli dan tampak baik-baik saja dengan pilihan lagu buruknya untuk mengawali hari.

"Langkah bagus Anna." Leo mencibir. Tidak bisakah dia tidur dengan nyaman? Punggungnya pegal karena tidur dalam posisi bersandar yang dia tidak tahu kenapa dia melakukannya. Kemudian setelah dia bisa tidur dengan nyaman di ranjang empuk milik Anna, dia dibangunkan terlalu cepat oleh lagu sialan itu.

"Ada apa denganmu?!" 

Isabel, wanita bersurai coklat dan memiliki postur seperti model memasuki kamar hanya dengan pakaian dalamnya yang berwarna merah. Ia menatap ke arah pelaku dengan kekesalan tingkat tinggi.

Anna menyengir kuda, puas bahwa dia berhasil membuat mereka bangun tidur. Ini sebuah prestasi, terlebih untuk bisa membangunkan Evan.

"Isabel, apa kau melihat celana dalamku?" Sesosok pria mengikuti masuk ke kamar dengan mengenakan kaos tetapi telanjang pada bagian bawah.

Leo meringis. "Ya Tuhan. Tutupi itu!" Erangnya. Matanya telah ternoda melihat Julian junior. Hari masih pagi dan dia sudah mendapatkan sial dua kali.

"Aku melemparnya keluar semalam." Balas Isabel sambil memutar bola matanya. 

Anna geleng-geleng kepala mendengar jawaban Isabel. Perempuan itu bisa lebih gila melebihi dirinya di waktu-waktu tertentu.

"Ada celana dalam baru di laci depan, yang kedua dari bawah." Ia memberitahu.

Julian mengucapkan terimakasih singkat sebelum pergi menjemput celana dalamnya.

"Sekarang jelaskan padaku, bitch." Isabel masih menuntut.

"Tentu saja sudah jelas. Aku akan pergi ke pameran hari ini dan langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengusir kalian semua dari rumah." Jelas Anna. Dia menatap wajah ketiganya.

"Oke." Evan bersuara untuk pertama kali.

Pria yang memiliki potongan rambut curtains yang saat ini terlihat berantakan Itu segera turun dari ranjangnya, memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai dan memakainya dengan santai didepan mereka semua.

Dia yang tertua ketiga di kelompok mereka jika Eleanor dihitung masuk. Dia berasal dari Milan dan tinggal disana sampai dia masuk ke Universitas Naples Federico II di kota ini. Evan juga yang paling berpikiran dewasa bahkan melebihi Julian. Dia pendiam dan sehari-harinya memakai kacamata. Dia juga memiliki pacar yang tinggal di Milan.

Anna tidak peduli dengan pacar Evan. Mereka murni berhubungan seks karena semacam kebutuhan dan Evan telah meniduri banyak wanita lain selain dirinya jadi Anna tidak merasa bersalah tidur dengan laki-laki itu.

"Usil seperti biasa." Leo bangun dan meregangkan tubuhnya, lalu melenggang pergi keluar kamar.

Dia Leo Connor. Pria yang tidak bisa hidup tanpa wanita. Dia telah dikenal sebagai playboy di lingkungan universitas dan dia hampir seperti Anna versi pria. Perbedaannya, Leo tidak punya keinginan untuk melukis orang bersenggama. Meski terkenal bermain wanita, Leo bisa dengan mudah mendapatkan pacar untuk satu atau dua malam, rekor terlamanya adalah berpacaran dalam waktu seminggu dengan seorang model tak terkenal yang dia sudah lupa namanya. Dia punya ketampanan dan sedikit imut. Juga, sifatnya yang ekstrovert dan sedikit tengil membuatnya pandai merayu sehingga mudah untuk membuat wanita tertarik kepadanya.

Tinggalah Isabel yang menghembuskan nafas keras-keras sehingga anak rambut yang terjulur didepan wajahnya bergerak.  "Baiklah, aku menoleransi untuk yang satu ini." Katanya dengan enggan. 

Tanpa menunggu balasan, dia mengikuti yang lainnya keluar kamar. 

Isabella Wyatt adalah perempuan yang tidak percaya cinta seperti Anna. Tetapi akhir-akhir ini dia tidak mencari pria lain dan menjadi lebih dekat dengan Julian. Mereka mencoba untuk menciptakan hubungan komitmen pacaran yang berarti dia tidak akan sembarangan lagi meniduri pria lain. Itu menjadi lebih mudah karena Julian sangat hebat dalam seksnya dan dia memiliki penis besar untuk bisa memuaskannya. 

Anna ikut keluar untuk mengawasi mereka membereskan kekacauan di ruang tamunya. Ini sudah menjadi peraturan setiap mereka memilih rumahnya sebagai tempat pesta. Dia menyenderkan tubuhnya ke dinding, menyilangkan tangan dan melihat Leo memunguti botol kaleng bir yang tersebar dengan ogah-ogahan.

"Aku tidak bisa datang. Ada kelas pagi." Evan datang dari belakang sambil membawa sebotol air mineral dingin di tangannya. 

"Aku juga." 

Isabella menyahut. Dia tengah menaikkan ristleting pakaiannya dengan susah payah. Akhirnya menyerah, dan Julian tanpa harus diperintah membantu memasangkannya.

Anna melihat adegan itu dan langsung tahu hanya masalah waktu bagi mereka berdua untuk bosan satu sama lain dan kembali ke kebiasaan masing-masing. Dia hanya ingin mereka tetap berteman setelah hubungan itu gagal.

"-dan aku tidak mungkin menghabiskan waktu melihat lukisan-lukisan gloomy." Pungkas Leo.

Dia beraliran kontemporer dan fauvisme yang tidak tertarik akan genre lukisan yang akan dipamerkan hari ini. Aliran klasik naturalisme selalu tidak punya tempat di hidupnya.

Anna mengendikkan bahu dan tidak peduli. Tidak ada rasa kecewa mengetahui teman-temannya tidak datang dan melihat lukisannya. Sejujurnya, mereka telah melihat lukisannya lebih dulu. 

Dia melambai ketika mereka berjalan keluar ruangan. Evan dan Julian membawa kantung kresek sampah makanan. Dia mendengar suara langkah kaki mereka menuruni anak tangga rumahnya menuju lantai pertama yang ia gunakan untuk tempat parkir mobil dan ruang studionya. 

Dia lalu mendekat kearah jendela dan melihat bahwa mobil Julian telah melaju ke jalan raya dan melihat sosok Evan yang berjalan kaki karena kontrakannya dekat dengan rumahnya. Dia menutup jendelanya dan menarik tirai.

Butuh waktu satu jam untuk bersiap-siap. Anna menatap tampilannya di kaca. Rambut hitamnya telah ia sisir dan di gelung ketat. Dia menyemprotkan hairspray untuk sentuhan akhir. Untuk hari ini, Anna merias wajahnya dengan menggunakan set make up lengkapnya yang jarang ia pakai sehari-hari. Dia mengoleskan lipstik merah favoritnya, lalu membubuhkan eyeshadow pucat untuk menonjolkan mata hijaunya. Dia ingin terlihat sempurna untuk hari ini.

Dia meluruskan blazer hitamnya. Dia memakai pakaian formal hari ini. Rok span hitamnya sedikit pendek dari tinggi biasanya tetapi masih dapat dikatakan wajar. Dia memasangkan tas selempangnya dan memakai highheels hitamnya. Sebagai langkah terakhir, dia menyemprotkan parfum Acqua di Parma yang memiliki aroma musk dan sisilia citrus yang menenangkan.

Jarak dari rumahnya ke galeri Quadreria dei Girolamini bisa ditempuh dengan setengah jam berkendara lewat mobil ferrari merahnya yang memiliki bak terbuka.

Anna mengemudi dengan santai. Menikmati udara pagi kotanya yang indah dan melewati bangunan bangunan arsitektur unik yang cukup biasa di Napoli dalam perjalanannya.

Dia mencari lahan parkir yang kosong, setelah menjauh sekitar dua puluh meter dari tempat galeri itu berdiri, dia akhirnya menemukan satu. Dia mematikan mesin mobilnya. Dari tempatnya, dia bisa melihat galeri itu telah ramai pengunjung. Tidak mengejutkan, galeri Quadreria dei Girolamini adalah galeri paling terkenal di kotanya. Selain menampilkan karya-karya pelukis terkenal, galeri itu juga menerima lukisan dari pelukis lokal jika lukisannya memang layak dipajang. Itu membuat para seniman tanpa nama sepertinya berlomba-lomba untuk menampilkan karyanya disana sebagai batu loncatan karirnya. Anna membuka pintu dan berjalan keluar.

Orang-orang menatapnya lebih dari sekali pandang. Para anak muda yang berstatus mahasiswa mengenal perempuan ini. Annatasia Aleksi dari jurusan seni yang terkenal karena prestasi dan kecantikannya. Seorang playgirl yang selalu menolak komitmen yang ditawarkan oleh pasangannya. Tetapi, meskipun mereka telah tahu Anna hanya bermain-main dan tidak pernah serius dalam hubungan, sebagian mahasiswa tetap bermimpi untuk menjadi pasangannya suatu hari nanti.

Anna tersenyum dan balas menyapa kepada orang-orang yang menyapanya, rata-rata dari sesama mahasiswa seni yang datang mengunjungi pameran. Dia tiba di pintu masuk, dan mendengar namanya dipanggil.

Anna mendekat kearah perempuan berambut pirang keriting yang melambaikan tangannya bersemangat kearahnya.

"Hai, Genevra." Sapanya. Genevra adalah kakak tingkatnya yang lukisannya juga akan dipamerkan hari ini. Dia orang yang energik dan penuh semangat.

"Hai Anna." Balas Genevra dengan riang. "Mr. Damiano menyuruhku untuk menunggumu disini dan menemui dia bersama-sama setelah kamu datang." Ia menjelaskan.

Anna mengangguk mengerti. Robert Damiano adalah dosen filsafat seni sekaligus dosen wali mereka yang selalu mencari talent diantara murid-muridnya dan mengarahkannya dengan berbagai lomba dan pameran. Robert pernah bilang dia adalah murid favoritnya. 

Dia ingin bertanya dimana dosen itu sekarang tetapi dia tidak sengaja menoleh kearah pintu masuk pameran dan melihat Adonis.

Tentu saja itu bukan nama asli pria itu. Dia memakai kata Adonis untuk mendeskripsikan sosok pria tampan. Rhea tidak tahu siapa pria tampan itu yang sekarang telah memasuki galeri tetapi dia sangat cocok untuk memakai panggilan nama yang ia buat.

Dia sangat tampan. Meski hanya melihat sekilas, Anna bisa melihat bahwa pria itu memiliki wajah kecantikan dalam rasio sempurna. Jawline yang menarik, hidung mancung, dan dia memiliki rambut brunette yang dipangkas rapi dalam potongan undercut. Terakhir, dia memakai pakaian formal yang menambah keanggunannya.

Anna menatap jejaknya. Dia mendapatkan calon pontensial modelnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status