Share

08. Relazione

Anna melihat sapu tangan putih ditangannya. Terdapat nomor telepon Jason di sapu tangan itu. Jason berkata dia suka mencoba hal-hal klasik sehingga dia lebih memilih menuliskannya di sapu tangannya alih-alih hanya dengan menyebutkan nomornya untuk di simpan di ponsel Anna.

Anna juga mendapatkan kartu nama yang juga memiliki ponsel didalamnya, tetapi nomor itu berbeda dari yang Jason tuliskan sendiri. Dia bilang itu nomor profesionalnya sedangkan yang ia tuliskan adalah nomor pribadinya. Anna merasa tersanjung dengan hal itu, sehingga dia membalasnya dengan cara tidak normal mengikutinya.

Jason menatap telapak tangannya yang sekarang tertera nomor Anna.

"Kamu harus mencatatnya sebelum itu menghilang." Anna tersenyum melihat karyanya di tangan Jason dengan bolpoin birunya yang selalu tersedia di tasnya.

"Well, aku hanya harus menunggumu lebih dulu jika itu terjadi."  Balas Jason. Dia menatap nomor di tangannya  dan menghafalnya dalam diam.

"Aku tidak berjanji untuk itu." Goda Anna. Dia menjadi lebih terbuka kepada laki-laki itu sejak ia mengiyakan ajakannya.

Ya, Jason telah mengatakan 'ya' untuk tawarannya. Semudah itu.

Anna akan tidur dengannya, melukisnya, mungkin selama satu atau dua bulan jika dia menyukainya. Setelah itu semuanya akan menjadi sejarah.

"Maka aku harus menemuimu secara langsung di... universitas?"

"Kau tidak tahu jadwal kelasku."

"Aku yakin teman-teman mahasiswa senimu memiliki nomormu." Tutup Jason dengan tawa.

Dia melihat jam di pergelangan tangannya, "Oh..., sudah jam sembilan. Waktu berlalu dengan cepat saat bersamamu miss Aleksi."

"Dan salah siapa itu Mr. Dane?"

Mereka tertawa bersama sebelum kembali menyesap sampanye.

"Aku sangat tertarik untuk melihat lukisan-lukisanmu yang lain suatu hari. Juga, jika kamu ingin mencari dana, sponsor, atau lainnya untuk membuka galeri, kamu bisa mengajukan proposalmu kepadaku. Aku dengan senang hati akan menandatanginya." Jason berterus terang. Dia menyukai talenta muda berbakat seperti Anna didepannya.

"Aku bisa mengajakmu melihatnya sekarang di rumahku. Dan terimakasih atas tawaran murah hatimu." Balasnya.

"Ini sudah malam, Anna. Aku akan mengambil itu lain kali." Putus Jason setelah berpikir.

Anna menyelipkan rambutnya ke belakang punggung. "Terserah kamu."

Mereka menghabiskan satu gelas lagi masing-masing sebelum Jason berkata bahwa mereka harus selesai untuk hari ini karena sudah malam. Anna sedikit kecewa pria itu tidak mau pulang ke rumahnya hanya karena masalah manner bertamu. Lagipula Anna tidak pernah menganggap jam sembilan malam menjadi 'jam malam' di kamusnya.

"Kamu memakai apa untuk kesini?" Tanya Jason.

Dia akan memberinya tumpangan dan tidak akan mengijinkannya menaiki taksi online atau semacamnya.

"Aku mengendarai mobilku."

Jason mengangguk. "Jadi, perpisahan untuk hari ini. Goodnight Anna."

"Goodnight Jason."

***

Anna menghela nafas lelah dan merebahkan diri kasurnya selepas pertemuan malam ini. Meskipun begitu, tercetak senyuman di wajahnya ketika mengingat Jason yang akan segera dia miliki. Dia tidak sabar untuk menidurinya.

Setelah terlentang dalam beberapa menit, dia bangkit untuk meletakkan tasnya ke mejanya, menanggalkan gaunnya dan berganti memakai sweater dan hotpants, pakaian andalannya sewaktu di rumah.

Dia berjalan menuju ke belakang rumahnya, menempatkan gaunnya ke keranjang pakaian kotor, lalu pergi ke dapur untuk mengambil sebotol air mineral dan membawa kembali menuju kamar.

Anna menghapus riasannya dan memakai masker wajah. Dia menjepit rambutnya, meregangkan tubuh lalu menghidupkan komputernya. Dia akan mencari pencarian dengan keyword 'Jason Dane'.

Ada banyak artikel yang muncul. Anna sedikit terkejut dia begitu dikenal di internet. Dia mengklik salah satu artikel yang menuliskan biografi singkatnya.

Anna menyeringai ketika selesai membacanya. Dia mengetahui seluruh profil sekolah yang pria itu masuki dan dia bisa bilang bahwa Jason tidak sesederhana yang ditampilkan.

"Memang laki-laki yang berkualitas." Gumamnya, terpesona atas sosok Jason Dane. Itu membuatnya lebih bersemangat untuk bisa melukis Jason dalam keadaan telanjang.

Bel pintunya berdering.

Anna bangkit dari kursinya. Berjalan cepat menuruni tangga menuju pintu rumahnya dan membukanya.

"Hai,"

Leo Connor berdiri tepat didepan pintu rumahnya dengan kedua tangan terangkat membawa plastik yang berisi makanan fast food.

Anna menaikkan alisnya, menuntut pria itu untuk menjelaskan kedatangan pada jam ini.

"Biarkan aku masuk?" Tanya Leo.

Anna melangkah kesamping untuk membiarkannya masuk. Dia menutup pintu dan kembali menguncinya lalu mengikuti Leo yang langsung naik ke lantai dua seolah-olah dia yang punya rumah.

"Aku menginap disini." Leo memberitahu. Dia meletakkan barang bawaannya ke atas meja depan tv.

"Aku belum mandi sore. Dilemarimu masih ada pakaianku kan?" Ia menoleh ke arah Anna yang memilih duduk di sofa, tengah membuka kardus ayam goreng yang dibelinya dalam perjalanan.

Anna mengangguk. Sudah bukan hal aneh melihat Leo menjadikan rumahnya sebagai hotelnya. Mandi, makan, tidur, Leo bahkan dengan sengaja menyimpan pakaiannya ke lemarinya. Anna membiarkannya, dia terkadang membutuhkan teman di rumahnya agar tidak terlalu kesepian dan Leo adalah teman yang cocok selain Isabel.

Dia menghidupkan televisi yang telah tersambung dengan Netflix, mencari tayangan series yang ia ikuti dan memutarnya sambil menunggu Leo selesai mandi.

Sepuluh menit kemudian, Anna merasakan pelukan dari belakang.

"Siapa itu Jason Dane?" Tanya Leo yang bersuara rendah tepat didepan telinganya.

"Model lain."

Leo langsung mengambil tempat disampingnya. Handuk tersampir di kepalanya dimana rambut pirang curlinya masih meneteskan air. Dia tidak menanyakan lebih lanjut lagi untuk menghargai privasi Anna. Leo tidak peduli dia berhubungan dengan banyak pria, karena Leo sendiri hidup seperti itu, bermain-main dengan wanita.

"Mereka bertengkar lagi." Ungkapnya.

Leo tinggal bersama dengan orang tuanya di rumahnya. Jarak rumahnya hanya lima blok dari rumah Anna dan sepuluh blok dari universitas Naples tempat mereka berkuliah. Hidup bersama orang tua memang lebih mudah dibanding hidup mandiri apalagi jika orang tuamu punya banyak uang. Tetapi itu berubah menjadi neraka ketika mereka mulai berteriak satu sama lain dan memecahkan barang-barang.

Leo telah hidup seperti itu sejak dia berada di kelas satu junior high school. Tampaknya Alexander Connor dan Cara D'angelo telah tidak tahan lagi untuk berpura-pura menjadi orang tua yang baik bagi satu-satunya anaknya. Hasilnya? Mereka saling membenci satu sama lain, saling memiliki selingkuhan, dan mereka tidak akan pernah bercerai karena keduanya seorang politikan berkedudukan tinggi. Ibu Leo mungkin bisa saja menjadi presiden Italia selanjutnya.

"Apa kali ini?" Tanya Anna.

Dia mengerti tentang kehidupan Leo dibanding yang lain karena mereka telah berteman sejak awal. Anna mengenal Leo sejak mereka bersama-sama bersekolah di sekolah tinggi Naples. Mereka tidak langsung saling kenal namun harus diperkenalkan terlebih dahulu oleh teman mereka, Christina. Setelah tahu satu sama lain, mereka langsung menjadi dekat karena kesamaan memiliki orang tua yang harmonis dimata publik tetapi 'saling bunuh' ketika di rumah. Keadaan psikis Anna membaik ketika dia mendapatkan rumah ini dari ayahnya sebagai hadiah atas keberhasilannya masuk universitas Naples. Tetapi Leo menjadi lebih buruk.

"Hal sepele lain." Jawab Leo yang enggan menceritakan orang tuanya. Dia tidak memiliki rasa bangga sekecilpun untuk mereka.

Mereka menonton tayangan dalam diam setelahnya. Sebelum kemudian Anna berbicara lagi mengenai topik yang berbeda.

"Eleanor ingin menjadi anggota tetap grup kita." Ungkap Anna.

Kelompok mereka tidak memiliki nama, tetapi secara de jure beranggotakan lima orang.

"Aku tahu. Aku baik-baik saja dengan pengaturan itu."

"Aku juga tidak memiliki alasan untuk bilang tidak." Anna mengaku. Terlebih Eleanor sudah lama bersama mereka.

"Kau masih mengingat kejadian di Verona?" Tanyanya.

Leo menoleh menatap Anna. "Masih Anna."

"Verona selalu menghantui mimpiku." Ia mengaku.

Anna membelai punggung Leo untuk menguatkan laki-laki itu.

"Apa yang Christina sedang lakukan sekarang?" Anna menyeringai. Mungkin dia akan berkata 'persetan dengan ini, aku pergi!'

Leo tertawa dan membayangkannya juga. "Berpesta di surga?"

Itu berhasil membuat Anna tertawa. "Surga? Tidak Leo, kita bisa dipastikan masuk neraka."

"Persetan neraka." Umpat Leo. "Mungkin dia sedang minum teh dengan Marilyn Monroe." Ia menyeringai.

Mereka tertawa bersama. Malam dihabiskan untuk mengobrol mengenai teman mereka. Tv telah dilupakan, Leo telah menggeser meja agar mereka bisa tiduran di atas karpet.

"Aku merindukannya."

"Kita semua merindukannya."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status