Share

05. Ingannare

Orang yang menariknya membawanya menjauhi kerumunan dan mengarahkannya ke toilet pria yang tampak kosong. Pria itu kemudian membuka setiap bilik pintu, memastikan tidak ada pria malang didalam ruangan. Lalu dia kembali kedepan untuk memajang papan 'Sedang Diperbaiki' ke depan pintu toilet dan menguncinya dari dalam.

Anna melihatnya melakukan semua itu dalam diam.

Setelah selesai dan memastikan tidak ada gangguan. Pria itu kemudian menatap Anna dan mendekat kearahnya. Matanya menatap bibir merah perempuan itu dengan pandangan keinginan untuk segera melumatnya.

Anna menyeringai melihatnya dan tangannya mendorong pria itu masuk ke dalah satu bilik dan mendudukkannya di dudukan toilet. Dia kemudian duduk diatasnya.

Mata mereka saling mengunci dan Anna dengan senyum bermain-main di wajahnya dengan sengaja menggoda laki-laki itu yang sangat ingin menciumnya.

"Kumohon," bisik pria itu dengan serak.

"Katakan itu lagi." Perintahnya.

"Kumohon Anna." 

Dengan itu Anna menciumnya. Pria itu menyambut ciumannya dan melumatnya. Lidah mereka saling bertaut dan terlihat saling ingin memakan satu sama lain. Anna menggeliat di pangkuan pria itu. Tangannya menjalari punggung kokohnya. Setelah lima menit berciuman panas, mereka melepaskan ciuman satu sama lain dan terengah-engah. Keringat muncul di wajah mereka masing yang sama-sama menyeringai satu sama lain.

"Aku menginginkanmu." Pria itu berkata dengan memohon.

Tangan Anna memegang bahu pria itu, tampak nyaman dengan paha sebagai kursi duduknya.

"Tidakkah kau berpikir jahat untuk melakukan ini, Nathan?" Ia bertanya dengan alis kanannya terangkat. "Pacar kecilmu mungkin sedang menunggumu sekarang."

"Dia bukan pacarku." Ucap Nathan. Tangannya masih memegangi pinggang Anna dan membelainya lembut.

"Bohong."

"Yang aku inginkan sekarang adalah kamu Anna." Bisiknya. Ia dengan berani mulai menempatkan tangannya ke bagian tubuh lain.

Anna menghentikannya. Dia tidak ingin pakaiannya kusut. Dia masih ada urusan dengan Jason Dane, memikatnya untuk menjadi modelnya. Dia tidak boleh terlihat seperti wanita kacau yang habis melakukan make out di toilet.

Nathan membuat ekspresi memohon dengan kedua alisnya melengkung ke bawah dan mata birunya seperti anak anjing yang sedang memohon makanan kepada majikannya. Dia benar-benar sangat desperate ingin melakukan itu dengan Anna di toilet pria.

Anna menatapnya dengan ekspresi datarnya. Dia kemudian turun dari pangkuan pria itu. Berdiri didepannya dan dengan gerakan lambat melepaskan blazernya dari tubuhnya. Nathan tersenyum melihatnya dan mengambil blazernya untuk disampirkan ke gantungan yang tertempel di dinding tipis antar bilik.

"Lepaskan pakaianmu." Anna berkata. Dia selalu menjadi yang dominan diantara pria-prianya. 

Nathan melepaskan pakaiannya seperti yang diminta. Dia telah berdiri dan saling berhadapan kembali satu sama lain. Tangan Nathan memegangi sisi kepala Anna sebelum mulai turun ke bawah, menyusup kedalam kemeja putih wanita itu dan melepaskan ikatan bra.

***

"Ini yang terakhir." Ungkap Anna.

"Apa?"

"Ini yang terakhir. Aku membuangmu." Ulang Anna. Tanpa menunggu balasan dari lawannya, dia keluar dari bilik dan mencuci tangannya di wastafel serta menatap pantulannya dicermin. Selain lipstik di bibirnya yang berantakan, dia tampak baik. 

Dia mengeluarkan lipstik dari tas yang ia letakkan di wastafel selama seks singkat berlangsung. Saat dia mengoleskan benda itu ke bibirnya, ia melihat dari cermin bahwa Nathan telah keluar dari bilik.

"Tapi mengapa?!" Pria itu bertanya bingung. Dia menuntut penjelasan.

Anna memasukkan kembali lipstiknya dan memakai tas selempangnya lalu berbalik menghadapi Nathan. Ini bukan yang pertama dia berurusan dengan laki-laki yang menuntut penjelasannya setelah dia mencampakkannya.

"Kau sudah tahu hal ini akan terjadi Nathan. Atau kau berpikir ini akan berjalan selamanya?" Tersemat nada mengejek di kalimat terakhir.

"Tapi kita baru lima hari!" Protes Nathan.

Anna memutar bola matanya. "Itu angka yang cukup lama jika menurut perhitungan Leo." 

"Pokoknya, kita sudah selesai. Kamu membawa wanita lain di sini. Cobalah menjadi pacar yang baik." Anna memberi nasehat.

"Sekarang kamu mendadak bertingkah menjadi orang bijak." Cibir Nathan. Dia masih ingin bersama dengan Anna. 

Anna membuka pintu toilet, dan sebelum dia keluar, dia melihat Nathan untuk terakhir kalinya. Ia menyeringai.

"Kenapa tidak?"

Dia bertemu dengan pria yang terkejut melihatnya keluar dari toilet pria dan menyingkirkan tanda toilet rusak. Anna tersenyum kearahnya dan berjalan dengan percaya diri menuju ruangan depan tempat dimana pameran masih berlangsung.

***

Jason tengah mengobrol dengan sekelompok wanita yang mendatanginya jika segala cekikikan dari bibir mereka dihitung sebagai obrolan. Dia sekarang telah berada di depan lukisan lain, lukisan karya pelukis terkenal Vikas Ignazio yang menjadi bintang dalam pameran hari ini meskipun Jason secara personal menyatakan bahwa karya Anna lebih berkesan di benaknya.

"Kami sangat terkejut melihatmu disini, Mr. Dane." Ucap si rambut hitam yang langsung terkikik dengan yang lain.

Ada apa antara wanita dengan cekikikan? Pikir Jason. Dia mencoba bertahan dalam obrolan sambil melihat-lihat sekeliling untuk mencari pelukis wanita berbakat yang berhasil menarik perhatiannya.

Dia tidak pulang kan? Dia bertanya-tanya khawatir.

Senyumnya muncul ketika dia melihat wanita berambut hitam yang tersanggul rapi muncul ke pandangannya. Jason menyukai cara berjalannya yang merepresentasikan kepercayaan diri. Dia suka orang-orang yang percaya diri.

"Permisi nona-nona." Ia berkata. Berhasil keluar dari percakapan dengan tiga wanita yang ternyata karyawan perusahaannya dan mengenalinya.

Dia berjalan menuju Anna yang tampak melihat-lihat lukisan lain yang tak kalah indahnya. Jason menepuk punggungnya.

"Hai," ia menyapa.

"Hai," 

Anna membalas. Tersenyum ketika Jason yang menyapa dan menemukannya lebih dulu.

"Kamu menghilang tiba-tiba." Ujar Jason.

"Hanya menyelesaikan hal lain." Anna mengendikkan bahu, ia tidak sepenuhnya bohong dengan jawabannya. Dia telah menyelesaikan hal dengan Nathan. Sekarang dia tidak memiliki pria lain dan dia menginginkan pria didepannya ini untuk menjadi pengganti Nathan.

Apa sekarang waktunya? Anna bertanya kepada dirinya sendiri. Menanyakan apakah dia mau menjadi modelnya? Bukankah ini terlalu cepat? Tetapi dia tidak ingin kehilangan Adonisnya. Jason lebih tampan dan lebih terkesan berbahaya dibanding Nathan. Dia pasti telah berpengalaman dengan wanita dan akan menjadi model yang sangat bagus untuk lukisannya. Dia membutuhkan pria yang berpengalaman dan tahu apa yang diinginkannya dalam hubungan yang akan dia tawarkan.

Setidaknya tanyai nomor ponselnya. Anna memutuskan. Dia harus mendapat kontak nomor Jason.

"Maukah kamu makan malam denganku?"

"Maaf?" Anna terkejut. Dia tengah tersesat dalam pikirannya dan tidak mendengar dengan jelas perkataan Jason tetapi menangkap kata makan malam.

Pria didepannya tampak menunduk sebelum menatapnya lagi. "Maukah kamu makan malam denganku?" Tanyanya.

Batin Anna tersenyum kemenangan. Jason membuat langkah yang akan dia sambut dengan senang hati. Pria ini, pikirnya. Dia lebih berani dari yang ia kira dan itu hal yang sangat bagus. Dia tidak pernah salah dalam memilih pria.

"Dan untuk apa makan malam ini, Mr. Dane?" Tanyanya, dia memiringkan kepalanya dan menatapnya penuh minat. Ia tengah merayunya.

Jason berdehem gugup. "Kamu adalah seniman yang berbakat. Aku ingin mendengar penjelasan lain dari Fiori Nel Buio dan lukisan-lukisanmu yang lain." Katanya.

"Kamu boleh menolak jika tidak mau." Ia dengan cepat menambahkan.

Anna tersenyum. Bukan senyum palsu kali ini, melainkan senyuman asli.

"Tentu saja aku bersedia."

"Baik," Jason mengangguk dan ikut tersenyum lega. "Jadi, Zi Teresa jam enam malam ini?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status